ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Menyusuri Melintang, Menuju Desa Berpagar Raksasa

January 5, 2021 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

Gerbang Desa Muara Enggelam

MUARA WIS (vivaborneo) – Tampak sayup-sayup terlihat pagar raksasa warna-warni menjulang tinggi menandakan disana adalah posisi Desa Muara Enggelam satu desa yang terpencil di tengah-tengah danau melintang yang masuk dalam administratif Kecamatan Muara Wis Kabupaten Kutai Kartanegara.

Perjalanan dari Kotabangun ke Desa Muara Enggelam memakan waktu sekitar 1,5 jam menggunakan Longboad bermesin 40PK. Dari arah kota bangun, menuju ke ilir dan memasuki sungai Pela, salah satu anak sungai Mahakam yang menghubungkan dari Danau Melintang ke Badan Sungai Mahakam.

Diantar Longboad dimotorisi Syaiful tepat pukul 11.10 wite, 3 Januari 2021 tim vivaborneo memasuki gerbang raksasa yang tambah kokoh sebagai pintu masuk desa Enggelam yang mayoritas penduduknya adalah nelayan.

Siang itu Desa Enggelam tampak lenggang. “Warga banyak yang turun ke kotabangun dan Samarinda, karena liburan panjang, jadi desa tampak sepi”, kata Nurul yang buka jualan es dan jajan anak-anak.

Desa Muara Enggelam sesuai catatan dihuni 747 warga dengan 178 kepala keluarga, yang terbagi menjadi tiga Rukun Tetangga (RT). Untuk menuju desa ini selain menembus Danau Melintang menggunakan perahu kecil. Ada jalan menggunakan jempatan ulin kurang lebih 500 meter menyeberangi danau hingga ke daratan. Jika kondisi air pasang maka jalan itu tenggelam. Selain itu kondisi diujung jembatan jalannya masih rusak sehingga sangat sulit dilalui kendaraan. Dengan kondisi ini terpaksa warga yang akan berbelanja memenuhi kebutuhan yang harus ke kotabangun terpaksa menggunakan perahu sebagai transportasi andalan warga Enggelam.

Sebagian besar warga Enggelam tinggal di rumah-rumah rakit, sehingga tidak khawatir banjir ataupun air surut. Jika ada kapal yang lewat, rumahpun ikut berayun-ayun seperti di dalam kapal. Selain rumah rakit warga juga banyak yang membangun rumah menggunakan tiang pancang, sehingga rumah tampak tinggi jika kondisi air surut.

Pagar Raksasa

Kondisi alam ditengah-tengah danau tidak jarang sering dihadapi warga desa Enggelam, seperti banyaknya gulma danau yang tertiup angin sehingga sampai menutupi desa, hingga terjangan angin kencang, dan ombak yang pernah membuat beberapa rumah terkoyak dan hampir roboh.

Menurut Ramsyah, salah satu warga di Muara Enggelam, Gulma yang berkumpul membentuk seperti daratan kemudian terbawa arus dan mendorong rumah warga. Karena rumah warga mayoritas adalah rumah rakit yang diikat, tali penahan rumah putus karena tak kuat menahan ombak, angin dan desakan gulma.

“Di danau ini dahulunya masih banyak pohon, paling banyak jenis pohon Jeluma. Batang pohon ini biasanya diambil untuk bahan bakar pembuatan ikan asap, karena kebakaran dan perambahan membuat pohon-pohon itu habis sama sekali”, jelasnya.

Musibah dari alam itu terjadi beberapa kali, terakhir pada tahun 2004, dan akhirnya disepakati pada tahun 2005 diawali dengan musyawarah desa disepakati usulan agar dibangun pagar penahan angin dan pemecah ombak, sekaligus menahan tumpukan gulma yang larut terbawa arus danau.

“Kita bersepakat membangun tanggul pemecah ombak. Dari sisi tinggi, kita sepakati setinggi 12 meter. Untuk lebar, tergantung anggaran. Pokoknya cukup untuk melindungi desa,” kata Ramsyah.

Pembangunan pun dimulai dengan memanfaatkan dana awal dari anggaran Dinas Perhubungan Kutai Kartanegara. Terbangunlah tanggul dengan panjang sekira 40 meter sebagai tahap awal.

Beberapa tahun kemudian, pembangunan tahap kedua melalui dana APBD yang dianggarkan lewat Dinas PU, bentangnya memanjang lebih dari 100 meter. Bentuknya tak lurus. Lebih melengkung seolah memeluk desa agar terlindungi dari terpaan alam.

“Tahap ketiga telah selesai beberapa tahun lalu dan kini panjangnya hampir 300 meter. Ada gerbang masuk di tengah-tengah yang memudahkan warga keluar masuk desa,” ujar Ramsyah.

Tak disangka, pembangunan gerbang pelindung ini hasilnya luar biasa indah. Mereka pun berinisiatif mendaftarkan tanggul atau pagar penahan ombak dan angin ini ikut dalam Festival Gapura Cinta Negeri tingkat nasional tahun 2019 lalu. Tak disangka mereka mampu bersaing dengan 1.793 gapura dari berbagai daerah dan masuk sebagai salah satu pemenang.(vb-01)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.