ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Melihat Potensi Konflik di Nagara Rimba Nusa

November 10, 2020 by  
Filed under Hukum & Kriminal

Share this news

Vivaborneo.com, Samarinda – Ibu Kota Negara baru Indonesia kelak berjuluk  “Nagara Rimba Nusa” telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Dengan alasan Pulau Kalimantan adalah pulau besar di Indonesia yang paling aman dari ancaman gempa dan tsunami. Pulau yang terletak di tengah-tengah Indonesia. Wilayah yang dapat menjembatani wilayah Barat dan Timur.

Presiden RI Joko Widodo bersama Gubernur Kaltim, Isran Noor meninjau langsung lahan yang akan menjadi ring satu pembangunan ibu kota baru Indoensia kelak.(Foto: Istimewa)

Enam dekade lalu, Presiden Soekarno pernah mencanangkan pemindahan ibu kota setelah melihat contoh dari negara-negara lain seperti Brazil (Rio de Janeiro ke Brasília) dan Pakistan (Karachi ke Islamabad).

Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, pemerintahan kolonial Belanda sempat merencanakan pemindahan fungsi administratif ibu kota dari Batavia ke Bandung.

Dalam pengumuman 26 Agustus 2019, Joko Widodo menyebutkan pemerintah akan segera merancang undang-undang untuk pemindahan ibu kota untuk disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. Pembangunan akan dimulai pada 2020, dan pemindahan akan dilakukan bertahap dimulai dari 2024.

Kemudian, Pemimpin Ibukota Baru tidak dipimpin seorang Gubernur, melainkan Kepala Badan Otorita Ibukota Indonesia yang mirip jabatannya setingkat Menteri, dan Badan Otorita pun akan dibantu oleh Manajer-Kepegawaian mengawasi Pemerintahan Ibukota Baru nantinya.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara resmi mengumumkan kepindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Provinsi Kalimantan Timur. Tepatnya, berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan sebagian Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Keputusan pemerintah ini membuat jutaan masyarakat Kaltim menyambutnya dengan suka cita. Betapa tidak, Kaltim yang selama masa orde Lama dan orde Baru hingga reformasi selalu menjadi “mesin ATM” bagi pemerintah pusat. Masyarakat berharap pemindahan ibu kota negara akan memunculkan pemerataan pembangunan dan kemajuan ekonom iyang menjadikan masyarakatnya lebih sejahtera.

Gubernur Kaltim Isran Noor sebelumnya mengatakan, jika dirinya menyerahkan sepenuhnya keputusan pemindahan ibu kota negara kepada presiden. Pemprov Kaltim, ujarnya, tidak ingin ikut campur dalam pemindahan ibu kota republik ini.

“Saya serahkan sepenuhnya kepada presiden. Di provinsi manapun di Kalimantan ibu kota dipindahkan, kami warga Kaltim menyerahkan keputusan tersebut. Semua kita dukung. Kan, jika ibu kota di Kalimantan, maka otomatis Kaltim pun akan terkena imbas kemajuan ekonomi tersebut,” ujarnya.

Namun, Isran Noor terkejut ketika mendapatkan undangan dari Presiden Joko Widodo yang akan mengumumkan pindahnya ibu kota ke Kaltim, dihadapan Sidang Paripurna DPR pada tanggal 16 agustus 2019.

Dijelaskan gubernur, penunjukkan Kaltim sebagai calon lokasi ibu kota negara baru berada di menit-menit terakhir. Sebelumnya lebih santer adalah Provinsi Kalimantan Tengah karena sudah pernah diwacanakan oleh Presiden RI pertama Soekarno.

Kemudian Provinsi Kalimantan Selatan juga menarik perhatian karena posisinya lebih dekat dengan Pulau Jawa dan masyarakatnya yang agamis menerima segala perbedaan dan intoleran terhadap pendatang.

Ternyata Presiden Jokowi terlanjur jatuh cinta kepada Kaltim karena infrastrukturnya yang cukup lengkap. Dua kota pendukung, yaitu Balikpapan dan ibu kota provinsi Samarinda, dapat menjadi kota pendukung yang ideal bagi ibu kota baru kelak.

“Tadinya Kaltim masih kalah (poin penilaian) dari provinsi lain di Kalimantan sebagai kandidat ibu kota negara. Pada Januari 2019, (posisi) Kaltim hanya 20 persen. (Bobot) 60 persen itu masih ada di Kalimantan Tengah, dan 30 persen ada di Kalimantan Selatan. Jadi kalau ada yang mengatakan gubernur kurang lobi, biarlah,” ujarnya santai.

Lokasi lahan yang disiapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Pemprov Kaltim sebanyak 180.000 hektar (Ha) atau kira-kira tiga kali luas DKI Jakarta. Apalagi sebagian dari luasan tersebut dinyatakan milik negara yang “dipinjamkan” kepada beberapa pengusaha Hutan Tanaman Industri.

Walau luasan calon ibu kota negara ini mendapatkan kritik dari Gubernur Jawa Barat, Kang Emil yang juga merupakan juri lomba desain. Menurutnya, luasan ibu kota baru terlalu luas.Ia mencontohkan luasan ibu kota negara Amerika Serikat, Washington DC yang hanya memiliki luas lahan sekitar 30.000 Km persegi saja.

Terlepas dari pro dan kontra pemindahan ibu kota negara ini, ternyata keinginan masyarakat Kaltim untuk menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia, ternyata sudah diimpikan beberapa tahun sebelum keinginan Presiden Joko Widodo diutarakan.

Ternyata, pada kegiatan Kapsul Waktu Indonesia tahun 2015 lalu, saat singgah di Kaltim, warga Kaltim pun turut merajut mimpi-mimpinya. Ternyata, diantara butir mimpi-mimpi masyarakat Kaltim adalah menjadikan provinsi bergelar Benua Etam ini sebagai Ibu Kota Negara Indonesia.

Kini Kapsul Waktu milik masyarakat Kaltim tercatat dan diabadikan dalam bentuk sebuah tugu yang terletak di depan Kantor Gubernur Kaltim di Jalan Gajah Mada, Samarinda.

Masyarakat Kaltim yang sangat heterogen, yang sangat Indonesia. Kaltim dapat menjadi miniatur Indonesia dalam keberagaman. Keberagaman ini tentu menyimpan potensi intoleransi dan perpecahan masyarakat jika tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah.

Pemilihan lokasi ibu kota negara baru ke Kaltim ditetapkan berada di antara Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Menurut Gubernur Kaltim Isran Noor, luas keseluruhan IKN mencapai 256.000 hektar (Ha). Pada kajian laporan disebutkan luas IKN dapat dikategorikan melalui tiga ring yaitu ring satu pusat pemerintahan, ring dua lokasi inti, dan ring tiga seluruh cakupan ibu kota negara dan cadangan. Pusat pemerintahan dan penyelenggaraan negara seluas 180.000 Ha.

Lurah Maridan, Hendro Susilo menjelaskan jika wilayah Kecamatan Sepaku adalah warga transmigrasi yang digarap tahun 1970-an akhir. Sebut saja Kelurahan Bukit Raya, Bumi Harapan, Sukaraja, Tengin Baru, Argomulyo, Semoi Dua, Sukomulyo,Wonosari dan  Karang Jinawi.

“Kalau ikut program transmigrasi pemerintah, tentunya pendatang dari Jawa. Sedangkan wilayah Kelurahan Pemaluan, Sepaku, Maridan,  Mentawir, Desa Binuang serta Desa Telemow dihuni dari berbagai suku di Indonesia,” ujarnya.

Dengan beragamnya suku di Kecamatan Sepaku ini memang dapat menjadi ancaman jika tidak dikelola dengan baik. Khususnya dikelola dari ancaman berita bohong (hoax), sebaran kebencian, paparan radikalisme dan intoleransi serta isu kesenjangan sosial antara pendatang dan penduduk lokal.

Sebut saja, konflik sosial pertama yang terjadi sejak kabupaten ini dietapkan sebagai calon ibu kota negara baru. Konflik yang terjadi di Kecamatan Penajam,  ibu kota Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pada 2018, menjadi dinamika sosial yang berkembang.

Konflik terjadi hanya karena perkelahian remaja berbeda suku, namun akibat isu yang berkembang liar, sempat menjadi kerusuhan besar dengan puluhan rumah yang dibakar massa warga lokal.

Walau begitu, Gubernur Kaltim menilai konflik antar suku tersebut hanya hal kecil dalam riak masyarakat. Buktinya, tidak sampai berlarut lama, konflik dapat diatasi oleh pihak keamanan.

Masyarakat Kecamatan Sepaku suka ria menyambut penunjukkan tanah mereka sebagai lokasi ibu kota negara baru Indonesia. Mereka “memboyong” Monas sebagai ungkapan kebahagiaan tanah mereka akan menjadi ibu kota negara.(Foto: Hendro Susilo)

“Masyarakat Kalimantan Timur itu adalah masyarakat yang cukup tinggi kesadaran bermasyarakat dan bersosial. Hal-hal yang kurang menyenangkan dan mengganggu suasana yang tidak kita sukai adalah sebuah ujian. Seperti apa yang terjadi di warga kita di (kabupaten) PPU dan Paser,” ujar gubernur.

Isran mengatakan apa yang terjadi di PPU dan Paser adalah hal kecil, namun harus diwaspadai agar tidak berkembang lebih besar. Para tokoh masyarakat, ujarnya, harus dapat menetralisir dan meredam setiap kejadian di masyarakat.

“Mari kita bersama-sama menjaga kondusifitas dan keharmonisan masyarakat Kalimantan Timur,” ujarnya.

Dijelaskan Isran, ia telah menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo, jika warga Kaltim tidak akan iri hati dan tidak pernah kecewa seandainya penunjukkan Ibu Kota Negara RI tidak jadi di Provinsi Kaltim. Setelah terpilih sebagai lokasi pemindahan ibu kota negara, rakyat Kalimantan turut mendukung Pemprov Kaltim sebagai provinsi yang paling siap. 

Menurut Gubernur Isran Noor,  dengan  ditunjuknya Kaltim sebagai lokasi ibu kota negara, provinsi-provinsi lain di Kalimantan akan menerima manfaat secara ekonomi. Apalagi jalan trans Kalimantan telah menghubungkan empat provinsi lain tetangga Kaltim.

“Bahkan, tidak saja bagi warga Kaltim menerima manfaatnya. Tetapi provinsi tetangga di Pulau Sulawesi juga akan terkena imbasnya karena jaraknya hanya dipisahkan oleh laut Sulawesi,” ujar Isran.

Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) memiliki empat kecamatan yaitu Kecamatan Penajam, Waru, Babulu dan Sepaku dengan luas 3.333 Km2. Sementara itu Kecamatan Sepaku memiliki luas daratan 1.172 Km2 dan tidak memiliki batas pantai.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2019, jumlah penduduk Kecamatan Sepaku berjumlah 31.463 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 18.045 dan perempuan sebanyak 13.418 orang.

Sementara itu penduduk Kecamatan Sepaku terdiri dari penganut agama Islam berjumlah 32.160  jiwa, Kristen Protestan sebanyak 2.537, Kristen Katolik sebanyak 872, penganut Hindu 22 dan Budha sebanyak 11 orang.

Penunjukkan Kecamatan Sepaku sebagai lokasi ibu kota baru sangat dinantikan oleh semua lapisan warga PPU. Bahkan, Lembaga Adat Paser (LAP) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), menggelar ritual adat Tambak Pulut dan Tepung Tawar, sebagai ucapan syukur atas penetapan Kabupaten PPU sebagai salah satu lokasi Ibukota Negara Republik Indonesia.

“Dulu orang-orang tua kita di Penajam Paser Utara memang pernah mengatakan keinginannya agar pusat pemerintahan RI ada di PPU, dan Alhamdulillah, akhirnya keinginan itu menjadi kenyataan. Kami sangat bersyukur sekali, tentunya ini berkat doa- doa baik orang tua kami disini yang masih hidup maupun yang telah meninggalkan kami,” kata Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud.

Abdul Gafur juga menjelaskan bahwa suku asli yang ada di PPU menyambut baik terhadap pendatang dari provinsi lain di Indonesia. Dirinya menjamin semua suku dapat menjaga keseimbangan dalam bermasyarakat. Ini terbukti dari banyaknya suku dari luar yang sudah berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun silam menetap bersama masyarakat asli yang ada di PPU.

“Di PPU,  Insya Allah semua suku akan hidup rukun damai. Benuo Taka (sebutan untuk Kabupaten PPU yang berarti “Tanah Kita”) digambarkan sebagai Indonesia kecil, semua suku ada di sini dan masyarakat asli PPU menerima terhadap pendatang,” tegasnya.

Abdul Gafur Mas’ud yang akrab disapa AGM mengatakan,  bahwa seluruh wilayah Kabupaten PPU yang memiliki lahan seluas 3.333 Kilometer persegi terdiri dari empat kecamatan adalah lahan yang siap untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas ibukota negara.

Masyarakat Kaltim khususnya Kabupaten PPU tambah nya, sangat antusias menyambut keberkahan ini dan akan menjadi catatan tinta emas bagi bangsa dari Presiden RI Joko Widodo.

“Kita tahu PPU itu masih sepi, artinya lahan yang tersedia masih sangat banyak. Dari luas 3.333 Km persegi penduduk PPU hanya 170 ribu jiwa, Kecamatan Penajam saja hanya 50 ribu jiwa, Kecamatan Waru 11 ribu jiwa, Kecamatan Babulu 27 ribu jiwa dan Sepaku 24 ribu jiwa, jadi pemukiman warga yang mana yang bakal digusur,” ujar AGM.

Potret Potensi Radikalisme di Kaltim

Berdasarkan laporan Hasil Survey Nasional Penguatan Kebhinekaan dan Literasi Digital dalam Upaya  Menangkal Radikalisme, yang dilakukan  FKPT Kaltim Bidang Pengkajian dan Penelitian,  didapati Indeks Potensi Radikalisme di Kalimantan Timur sebesar 12,8. Indeks.

Potensi radikalisme di Kaltim tahun 2020 diukur dengan tiga dimensi dengan 17 indikator dengan melalui tiga tahapan yaitu measurement, data analytics dan analisis. Data ini merupakan indeks potensi radikalisme di Kalimantan Timur yaitu 12,8% yang bersumber dari 400 responden.

Sebaran potensi radikalisme di Kalimantan Timur dari karakteristik 400 responden yang terkait dengan dimensi pemahaman sebanyak 10%, dimensi sikap sebanyak 24,7% dan dimensi tindakan sebanyak 3,9%. Indeks potensi radikalisme di Kaltim masuk dalam kategori waspada menuju aman.Dimensi sikap merupakan dimensi dengan nilai tertinggi.

Tokoh masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara menyambut penunjukkan Kabupaten PPU sebagai ibu kota negara baru Indonesia dengan ritual adat khas masyarakat Suku Paser.(Foto: Dok. Humas Kab.PPU)

 Indeks Potensi Radikalisme yang pernah menyebar konten keagamaan via internet. Berdasarkan indeks potensi radikalisme di Kaltim berdasarkan sebaran karakteristik 400 responden yaitu mereka yang pernah menyebar informasi atau konten keagamaan melalui internet adalah sebanyak 13,7%.

Sedangkan yang tidak pernah menyebar informasi/konten keagamaan melalui internet adalah sebanyak 14,9%. Dengan demikian mereka yang aktif mencari dan menyebar konten keagamaan cenderung memiliki potensi radikalisme yang lebih tinggi.

Berdasarkan data ini, potensi radikalisme dan terorisme di Kaltim cukup rawan apabila pemerintah tidak mengelolanya dengan baik.

Wacana pemindahan ibu kota negara ke Kaltim, awalnya terjadi pro dan kontra pendapat di masyarakat. Terutama isu tentang tidak dipakainya tenaga kerja lokal pada operasional kawasan pemerintahan.

Kekhawatiran soal persoalan tenaga kerja, kemacetan lalu lintas, tingginya angka kejahatan serta maraknya perbuatan maksiat, kelak akan mempengaruhi masyarakat di sekitar ibu kota negara baru ini.

Ketua FKPT Kaltim Achmad Jubaidi dalam beberapa kesempatan kerap menyebutkan jika sudah ada “lawan” di calon ibu kota negara baru. Lawan ini terus berkoar-koar dan terus mengabarkan berita bohong yang menakut-nakuti warga dengan berbagai dampak negatif sebuah ibu kota negara, layaknya Kota Jakarta saat ini.

Namun pendapat ini dibantah oleh tokoh masyarakat Desa Sukaraja bernama Puryanto. Puryanto adalah mantan napiter kasus Bom Bali I di tahun 2002. Menurutnya, sebagian besar penduduk Sepaku adalah pendatang dari Pulau Jawa di akhir tahun 1970-an.

“Kami warga Jawa sudah familiar dengan kehidupan miskin dan hidup bertani. Jika ibu kota negara pindah ke Kaltim tentu kami yang paling gembira. Karena selama puluhan tahun kami masih hidup di kecamatan Sepaku yang sedikit terisolir dari kecamatan-kecamatan lain di PPU,” ujarnya.

Menurutnya, pindahnya ibu kota negara Jakarta ke kawasan Sepaku-Samboja akan membawa dampak yang sangat besar bagi perekonomian warga. Lapangan pekerjaan akan terbuka lebar. Ekonomi masyarakat akan bergerak cepat karena penduduknya akan bertambah banyak.

Walau pembangunan fisik ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku dihentikan sementara karena pandemi Covid-19, namun beberapa kegiatan pekerjaan, terutama non fisik tetap dilaksanakan, khususnya di ring inti lokasi ibu kota negara baru kelak.

Pemerintah Pusat memastikan pemerintah tetap melaksanakan pengerjaan masterplan dan pembangunan infrastruktur dasar di kota-kota sekitar lokasi ibu kota negara di Kaltim.

“Kita tetap dalam rangka persiapan, dan kita melanjutkan masterplan, dan pembangunan infrastruktur dasar di kota penyangga seperti Samarinda dan Balikpapan,” ungkapnya.

Adapun program kerja secara keseluruhan pemindahan ibu kota baru adalah sebagai berikut pada periode tahun 2019-2021 perancangan kawasan penyusunan desain urban, tahun 2020-2023 perencanaan teknis dan pembangunan infrastruktur PUPR, tahun 2020-2024 pembangunan Istana Presiden, Istana Wapres, Kompleks MPR/DPR/DPD dan perkantoran kementerian/lembaga. 

Kemudian, tahapan proses pemindahan ibu kota negara secara bertahap akan dilakukan secara gradual yaitu mulai tahun 2024 hingga 2045 mendatang.

Tugas berat pemerintah dan pemangku kepentingan harus bekerja keras ketika pembangunan ibu kota negara dilanjutkan usai pandemi Covid-19 dapat ditangani pemerintah. Bagaimanapun, mewujudkan “Nagara Rimba Nusa” perlu kerja keras semua pihak termasuk masyarakat.

Kerja keras juga harus dilakukan oleh pihak keamanan TNI-Polri dan pihak terkait untuk menangkal paham radikalisme, terorisme dan intoleransi yang bisa kapan saja dihembuskan, agar Nagara Rimba Nusa ini digagalkan oleh pihak-pihak yang selalu ingin agar Indonesia selalu rusuh dan intoleran. (Vb/ Yuliawan Andrianto)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.