ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Ikan Lokal Kalimantan Selatan Picu Inflasi

December 3, 2008 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Share this news

PEMICU inflasi di kota-kota lain biasanya sektor jasa, properti, atau permintaan barang-barang konsumsi lainnya yang khas kota dan modern. Namun, di Banjarmasin, pemicu inflasi itu justru dipicu hal sepele, yaitu langkanya ikan Gabus atau dalam bahasa local disebut ikan Haruan (Ophiocephalus striatus atau Channa striatus), ikan Pepuyu/Betok (Anabas testudineus), Sepat (Trichogaster spp), dan Seluang (Rasbora spp).
Ikan Seluang Kebanggaan Kalsel
Memang menggelikan, tetapi itulah kenyataan data dari BPS Kalimantan Selatan (Kalsel) yang membuktikan kelangkaan ikan lokal mendongkrak inflasi.
Sumbangan perubahan harga ikan Haruan tidak tanggung-tanggung karena menduduki urutan teratas dari 10 komoditas di Kalsel yang menjadi pendorong inflasi. Masyarakat Kalsel memang “candu” dengan ikan lokal, terutama Haruan. Oleh karena itu, berapa pun harga ikan Haruan akan tetap dibeli.

Kini harga Haruan basah mencapai Rp 25.000 per kilogram dan untuk Haruan yang sudah dikeringkan mencapai Rp 35.000 per kilogram. Ikan Pepuyu, Sepat, dan Seluang kering berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kg.

Di antara keempat ikan tersebut, Haruan memang paling dibutuhkan karena selain harganya relatif murah, rasanya juga khas gurih. Ikan lainnya memang tak diragukan kelezatannya, namun karena sangat langka maka hanya orang tertentu saja yang mampu membelinya.
Ciri-ciri umum haruan, yaitu bentuk tubuhnya hampir bulat, makin ke belakang makin gepeng. Kepala agak gepeng dan bentuknya seperti ular. Ikan karnivora yang bergigi di rahang ini berwarna coklat sampai hitam pada bagian atas dan coklat muda sampai keputih-putihan pada bagian perut.

Di Kalimantan terutama di Kalsel, ikan Haruan hidup di air rawa-rawa yang masam dan menyukai air yang tergenang. Penyebarannya meliputi Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Cina, India, Sri Lanka, dan Indonesia (Jawa, Sulawesi, Bangka, Bali, Lombok, Madura, Flores, Ambon, dan seluruh Kalimantan).

Ikan Haruan merupakan makanan rakyat yang umumnya dimakan bersama ketupat Kandangan. Di Kaltim, ikan Haruan biasanya dimasak bumbu merah untuk menemani menu sarapan Nasi Kuning dipagi hari.
“Daging haruan di sini (Kalsel) lebih enak dibandingkan dengan haruan Kaltim atau haruan Jawa. Dulu di Kaltim saya tidak bisa makan haruan karena di tempat saya, haruan yang seperti kepala ular itu tidak dimakan. Tapi setelah di sini haruan menjadi makanan favorit saya,” kata Halimatus Sadiyah, staf Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel yang lahir di Kaltim.

Selain dikeringkan, ikan Haruan kini juga diproses menjadi abon yang harganya tak kalah menariknya. Rp 12.000 per bungkus plastik yang beratnya 100 gram. Abon ini juga menjadi oleh-oleh favorit dari Kalsel dan Kaltim.

Ikan seluang berbentuk pipih kecil seperti ikan wader di Jawa. Ikan ini termasuk makanan kelas elite yang kini hanya beberapa restoran dan hotel saja yang menyediakannya. Setiap tamu yang menginap di hotel berbintang di Kalsel pasti disuguhi menu ikan Seluang ini.

Selain itu, terdapat pula ikan Sepat yang juga merupakan jenis ikan yang disukai orang Kalimantan. Badannya pipih, jari-jari pertama sirip perut memanjang seperti cambuk yang berguna sebagai peraba. Dari hidung sampai ekor membujur bercak-bercak hitam. Matanya relatif besar, sisiknya kecil-kecil dan kasar.
Ikan sepat di Kalsel hidup di rawa-rawa dan rasa dagingnya berbeda dengan sepat di Jawa. “Sepat rawa ini lebih kecil dan biasanya dikeringkan untuk dikirim ke Jawa,” kata Khairudin, Kepala Seksi Produksi Perikanan Darat Kalsel.
Ikan sepat tersebut dihasilkan petani rawa saat pasca panen. Jadi, seusai memanen padi, ibu-ibu mencari sepat dan kemudian langsung menjemurnya di emperan rumah. Hal ini menjadi pemandangan menarik di sepanjang jalan tepi Sungai Martapura, Kabupaten Banjar.

Namun, kini keempat jenis ikan idola Kalsel tersebut semakin langka, terutama ikan seluang, pepuyu, dan sepat. “Di pasar kalau ada ikan seluang atau pepuyu pasti jadi rebutan. Sekarang ini sulit mencari ikan-ikan itu,” kata Diana, pemilik warung makan yang menyajikan ikan lokal di Banjarmasin.

Wahidah, penduduk Desa Malintang, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, yang sering mencari ikan Sepat, Pepuyu, dan Seluang mengakui sekarang ini mencari kedua ikan itu sulit didapatkan. (AMR/yul)


Share this news

Respon Pembaca

4 Komentar untuk "Ikan Lokal Kalimantan Selatan Picu Inflasi"

  1. yulli on Fri, 5th Dec 2008 2:42 pm 

    wahh..masak sih ikan seluang ini disajikan di hotel2 berbintang di Kalsel?? wahhh..jadi pengen nyoba nih bagaimana nikmat rasanya

  2. bachtiar on Thu, 30th Apr 2009 10:05 am 

    Itu iwak puyau, aduhai kalau di tim..ehem…jadi kepengen pulang kampung,haruan, apalagi pepuyu baubar sambal acan..makan ..baliuran.

  3. yoyo on Fri, 25th Sep 2009 8:03 am 

    Mungkin bukan picu inflasi tetapi sebagai salah satu barometernya inflasi dan kepunahan habitat tersebut.

  4. andy on Mon, 7th Dec 2009 10:29 am 

    aku paling suka jenis2 ikan tersebut,,, mantabbbssss

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.