ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Legenda Orah dan Komodo

January 7, 2025 by  
Filed under Opini

Share this news

Catatan Rizal Effendi

TUJUAN utama wisatawan ke Labuan Bajo tentu ingin melihat kadal raksasa yang disebut komodo. Termasuk saya, meski agak waswas terbang ke sana, Kamis (2/1) di saat cuaca lagi tidak bersahabat. Nama latin hewan tersebut adalah Varanus komodoensis.

Semua orang tentu heran dan takjub bagaimana mungkin jenis binatang purba ini masih hidup sampai sekarang. Dan bagaimana mungkin adanya cuma di Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tak akan ditemukan di belahan dunia  manapun.

Bersama Pak Andi Mappapuli di belakang komodo dragon di Pulau Rinca

Setidaknya ada 5 pulau di sekitar Labuan Bajo yang dihuni sang komodo. Selain di Pulau Komodo sendiri, juga ada di Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, dan Nusa Kode. Kawasan itu masuk dalam Taman Nasional Komodo yang sudah ditetapkan UNESCO menjadi Situs Warisan Dunia dan juga masuk ke dalam 7 keajaiban dunia.

Situs Warisan Dunia adalah sebutan untuk tempat-tempat di bumi yang memiliki nilai universal luar biasa bagi umat manusia, telah tercantum dalam Daftar Warisan Dunia untuk dilindungi agar dapat diapresiasi dan dinikmati oleh generasi mendatang.

Piramida Mesir, Taj Mahal India, Grand Canyon di AS, Acropolis di Yunani, Candi Borobudur, Situs Manusia Purba Sangiran dan Sistem Pertanian Subak sudah lebih dulu ditetapkan UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia.

Dari beberapa pulau yang dihuni komodo, populasi terbesar ada di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Itu rumah terbesar binatang tersebut. Ada 3.000-an komodo di kedua pulau tersebut. Cukup banyak. Ada kecenderungan tiap tahun bertambah dari hasil perkawinan.

Pulau Komodo dan pulau di sekitarnya berada di sebelah timur Pulau Sumbawa setelah Selat Sape yang memisahkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan Provinsi NTT.

Saya datang ke sana menggunakan speedboat. Hari Jumat, 3 Januari 2025. Berangkat dari dermaga di Waterfront City Marina Labuan Bajo. Waktu tempuhnya sekitar satu sampai dua jam. Sebagian wisatawan menumpang perahu pinisi sekaligus bermalam di perahu tradisional suku Bugis-Makassar itu. Mereka singgah-singgah di beberapa pulau, selain melihat komodo juga menikmati berbagai keindahan alam mulai bermain di pantai, snorkling sampai menyaksikan sunset.

Di Pulau Komodo wisatawan atau pengunjung bisa datang ke pinck beach. Pantai unik dengan pasir berwarna merah muda yang langka di dunia. Pulau Padar, tempat favorit untuk trekking dengan pemandangan yang indah. Atau ke Manta Point, spot snorkling terbaik untuk melihat pari manta raksasa.

Jika kita singgah di Pulau Rinca kita bisa melihat strawberry rock stone atau batu karang stroberi. Diberi nama seperti itu karena bentuk gugusan karang di sana berwarna merah muda. Warga setempat menyebutnya Nasi Purung, yang berarti pulau terbakar.

Selain komodo, di pulau-pulau itu juga berkeliaran Kakatua Sulphures berjambul kuning, yang diklaim hanya ada di sana. Ada juga hewan lain seperti rusa, kerbau liar, kuda liar, monyet, ular dan burung maleo. Sebagian jadi mangsa komodo. Pengunjung dilarang memberi makanan kepada komodo. Selain berbahaya juga bisa membuat komodo malas mencari makan secara alamiah.

Burung maleo (Macrocephalon maleo) terancam punah dan termasuk satwa yang dilindungi. Uniknya, sarang bertelur yang dibuatnya dari unggukan tanah juga dimanfaatkan komodo untuk hal yang sama. Telur Komodo ada 30-an. Kalau menetas, anak komodo tinggal di pohon. Untuk pengamanan, sebab tak jarang komodo dewasa menjadikan anak-anak komodo itu sebagai mangsa. Itulah sebabnya sampai anak-anak komodo itu sudah agak besar baru turun ke tanah.

Ketika saya berada di Pulau Rinca, saya diajak petugas bernama Jeki sampai ke sarang komodo. Jeki membawa sebatang tongkat yang ujungnya bercabang untuk memburu komodo jika datang menyerang. Komodo jarang berkelompok dan termasuk binatang pemalas. Tak banyak bergerak.

Saya beruntung bisa berfoto dengan seekor komodo. Sempat ditegur Jeki jangan terlalu dekat. Menurut Jeki, ada petugas bernama Main sempat diserang komodo. Syukur bisa diselamatkan dan bisa kembali bertugas setelah mendapat perawatan intensif.

MIRIP DENGAN BIAWAK

Komodo dikenal sebagai hewan endemik Indonesia. Panjangnya sekitar 3 meter dengan berat sekitar 150 kilogram. Hewan ini masih ada ikatan keluarga dengan biawak yang sering kita jumpai. Makanya sepintas sangat mirip. Walaupun ukurannya sangat beda. Biawak lebih kecil.

Biawak juga tidak beracun dan tidak tergolong hewan buas. Beda dengan komodo yang memiliki kelenjar air liur yang dipenuhi bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebabkan pendarahan, pembekuan darah, dan syok pada mangsanya.

Biawak sering ada di sekitar rumah saya di Balikpapan Regency. Itu katanya biawak air, yang nama latinnya Varanus salvator. Memang banyak di Asia Tenggara. Makanannya macam-macam mulai tupai, tikus, reptilia kecil termasuk ular, katak, ikan dan kepiting. Terkadang juga mencuri telur buaya atau telur kura-kura.

Kenapa komodo hanya hidup di NTT?  Karena komodo membutuhkan habitat dengan iklim savana tropis, vegetasi rendah dan sumber makanan seperti rusa timor. Itu hanya ada di NTT. Pulau-pulau di luar NTT, seperti Bali dan Jawa memiliki ekosistem yang berbeda sehingga kurang cocok untuk kelangsungan hidup komodo.

Di pulau-pulau lain seperti Sumatera atau Kalimantan terdapat predator besar seperti harimau, buaya atau gajah. Itu menjadi kompetitor komodo, sehingga bisa mengganggu kelangsungan hidup komodo.

Warga setempat menyebut komodo dengan nama “Orah.” Mengutip dari Indonesia Juara,  nama Orah berasal dari legenda anak kembar seorang Putri Naga dan lelaki bernama Moja.

Singkat cerita, mereka menikah dan memiliki anak kembar. Namun salah satunya bukan manusia tapi berwujud seekor kadal besar. Yang kadal diberi nama Orah, sedang yang berwujud manusia dipanggil Gerong.

Ketika lagi berburu Gerong sempat ingin membunuh sang kadal. Tapi akhirnya dia hidup rukun berdampingan setelah diberitahu sang ibu, Putri Naga bahwa sang kadal adalah saudaranya.

Ada yang menulis bahwa komodo berasal dari Australia, yang bermigrasi ke NTT. Hewan tersebut pertama kali didokumentasikan pada tahun 1910 oleh orang Eropa. Lalu dibuat jurnal ilmiah oleh Peter Ouwens, direktur Museum Zoologi Bogor pada tahun 1912 setelah menerima foto dan kulit komodo dari Letnan Steyn van Hensbroek asal Belanda.

Adalah W Douglas Bourden yang memberi nama komodo dragon setelah melakukan ekspedisi ke Pulau Komodo di tahun 1926. Sang penjelajah ini berhasil membawa 12 ekor komodo yang diawetkan dan 2 dalam keadaan hidup.

Saya dan Pak Andi Mappapuli sempat mendarat di Pulau Kelor.  Di sini kita menyaksikan pemandangan menarik. Pantainya yang dilapisi pasir putih dan bersih membuat turis mancanegara suka mandi dan berjemur di sini. Para turis wanita tampil berbikini ria. Asyik. Tidak terasa air kelapa yang saya hirup cepat masuk di kerongkongan. Lega rasanya. Ahhhh.(*)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.