ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Mendadak ke Labuan Bajo

January 6, 2025 by  
Filed under Opini

Share this news

Catatan Rizal Effendi

SEHARI setelah tahun baru, saya mendadak ke Labuan Bajo. Saya terbang dari Sepinggan ke Jakarta naik pesawat Super Air Jet, baru naik Batik Air menuju Labuan Bajo. Sebenarnya saya lagi takut naik pesawat. Soalnya cuaca lagi tidak bersahabat. Apalagi ada beberapa pesawat jatuh. Ciut juga nyali saya. Tapi lantaran kepingin lihat keindahan daerah ini termasuk komodonya, saya beranikan terbang. Syukur alhamdulillah semua berjalan lancar.

Yang mengajak ke sana teman saya, Pak Andi Mappapuli, mantan ketua LPM Teritip. Orang lebih akrab memanggilnya Pak Kumis karena kumisnya memang cukup tebal. Dia ingin menemui keluarganya di sana yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa. “Ya saya datang untuk menemui saudara saya,” katanya begitu.

Saudara yang dimaksud Pak Kumis ternyata keluarga Ibu Naima, kakak kandungnya. Dia tinggal di Labuan Bajo di Kampung Air sejak tahun 60-an. Masih hutan dan sepi. Dia datang bersama  suaminya dengan perahu layar. Sekarang sudah beranak pinak. Punya 7 anak dan belasan cucu. Salah satu putranya, H Aziz, ustaz dan pernah menjadi anggota DPRD setempat.

H Naima gembira sekali bisa bertemu sang adik. Kami dijamu makan di rumahnya, yang kebetulan di samping hotel tempat kami menginap. Ada kue cucur juga. Bahkan pulang disangui setoples kopi asli Manggarai plus sebotol madu. Baik sekali.

Kapal pinisi tempat turis bermalam di Labuan Bajo

Kami menginap di Flamingo Ceria, hotel bintang 3 di Jalan Reklamasi Pantai. Hotelnya terbilang baru, persis di depan Waterfront City Marina Labuan Bajo. Jadi mudah sekali akses ke kapal atau speedboat. Dari kamar, saya sudah bisa menyaksikan Labuan Baju yang indah dan penuh pesona.

Ada yang bilang Labuan Bajo itu adalah sepetak surga tersembunyi di wilayah Indonesia Bagian Timur. Tadinya saya bertanya-tanya: Apa iya? Soalnya saya belum pernah ke sana. Walaupun nama Labuan Bajo sudah sering disebut di berbagai media sosial dan tayangan TV.

Labuan itu berasal dari kata labuhan atau pelabuhan. Sedang Bajo adalah adalah orang-orang berasal dari suku Bajo dan Bugis Sulawesi Selatan, yang suka merantau dan mendiami pesisir. Pekerjaan mereka nelayan. Sejak itu daerah ini akrab disebut Labuan Bajo.

Labuan Bajo antara laut dan bukit yang indah

Luas Labuan Bajo hanya 13,79 kilometer persegi. Penduduknya sekitar 7 ribu jiwa. Sebagian besar adalah orang Manggarai. Tapi di pesisirnya ditinggali orang Sulawesi. Mereka hidup rukun. Orang Manggarai rata-rata beragama Katolik, sedang orang Sulawesi beragama Islam. “Tapi kita hidup rukun di sini,” kata Aziz.

Saya jadi teringat banyak pastor dan suster asal NTT bertugas di berbagai daerah termasuk di Kaltim dan Balikpapan. Malah ada pastor asal Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) bernama Pater Amans Laka, yang namanya diabadikan sebagai nama jalan di Argentina.

Labuan Bajo tadinya hanya kelurahan kecil. Tapi sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bupatinya Edistasius Endi, orang setempat dari Partai NasDem. Bersama wakilnya, dr Yualianus Weng terpilih kembali dalam Pilbup 2024. Tapi mereka masih menghadapi gugatan ke MK.

Karena tadinya kelurahan, maka sebagian jalan-jalan di Labuan Bajo tidak terlalu lebar. Malah ada  juga yang belum mendapat penerangan jalan. Tapi masyarakatnya mulai berkembang maju. Soalnya mulai banyak berinteraksi dengan turis asing. “Sepertinya masih perlu waktu, sektor pariwisata belum memberi dampak besar untuk kita,” kata Aziz.

DAERAH SERIBU SUNSET

Di era Presiden Jokowi, Labuan Bajo dipacu menjadi salah satu tujuan wisata terbaik. Karena itu Labuan Bajo telah ditetapkan sebagai salah satu dari 5 destinasi wisata super prioritas di Indonesia.

Sebagai penunjang telah dibangun berbagai fasilitas. Bandaranya yang diberi nama Bandara Komodo sudah dipoles dan ditetapkan sebagai bandara internasional. Air Asia sudah membuka rute Labuan Bajo langsung Kuala Lumpur. Penerbangan domestik terbesar dari Bali, Surabaya dan Jakarta.

Pelabuhan lautnya juga sudah ditata apik. Dilengkapi pelabuhan feri. Maklum berperan penting melayani kapal-kapal yang mengangkut para turis. Di Labuan Bajo banyak sekali kapal-kapal pinisi. Ada ratusan. Fasilitas ini melayani trip bermalam di kapal sambil singgah ke berbagai gugusan pulau yang menawan. Wisatawan tentu sangat suka. Sayang saya tak sempat menikmati karena terbatasnya waktu.

Ada ratusan pulau di Labuan Bajo. Tapi paket wisata merekomendasikan ada 10 pulau yang sangat menarik dan harus dikunjungi wisatawan. Mulai Pulau Bidadari, Pulau Komodo, Pulau Rinca,  Pulau Padar, Pulau Kelor, Pulau Kalong, Pulau Kanawa, Pulau Koaba, Pulau Taka Makassar, sampai Pulau Kukusan.

Pulau Komodo dan Pulau Rinca adalah rumah besar untuk kadal raksasa yang dikenal dunia dengan sebutan komodo (Varanus komodoensis). Ini   hewan purba yang hanya ada satu-satunya di dunia. Soal komodo saya akan bercerita dalam tulisan berikutnya.

Jokowi juga membangun Golo Mori Convention Center (GMCC) di kaki bukit Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo. Fasilitas eksklusif  itu dipakai pada KTT ke-42 ASEAN, 9-11 Mei 2003. View-nya sangat menarik karena berhadapan langsung dengan Pulau Rinca, bagian dari kawasan Taman Nasional Komodo. Sesekali ada juga komodo melintas di Golo Mari.

Saya sempat berkunjung ke sana. Sekitar 30 menit dari kota Labuan Bajo. Jalannya meliuk-liuk di kaki bukit. Tapi mulus dibangun oleh PUPR. Sayang belum ada hotel dan fasilitas lain. Meski sudah ada beberapa papan nama hotel-hotel besar dari Jakarta yang akan berinvestasi.

Jadi jika tak ada acara meeting, GMCC terasa sangat sepi. “GMCC di bawah pengelolaan InJourney. Kita lagi menyiapkan festival jazz di sini,” kata  Ari Soplanit, general manager GMCC ketika bertemu saya.

InJourney atau Indonesia Journey adalah BUMN yang membawahkan PT Angkasa Pura I dan II, PT Hotel Indonesia Natour, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, PT Taman Wisata Candi Borobudur dan PT Sarinah.

Saya mendarat di Bandara  Internasional Komodo sore hari. Alhamdulillah bisa menikmati pemandangan langit senja. Kata warga, suasana seperti ini lebih dahsyat lagi jika kita naik ke Bukit Cinta, Puncak Amelia dan Puncak Silvia. Karena keindahan senjanya, Labuan Bajo juga dijuluki “Daerah Seribu Sunset.”

Topografi Labuan Bajo berbukit-bukit. Jadi banyak pemandangan menarik bisa dilihat dari atas bukit. Kotanya memang sangat menarik dan menakjubkan.

Dunia bawah laut di sekitar Labuan Bajo juga merupakan salah satu yang terbaik di dunia.  Ada banyak spot penyelaman dengan terumbu karang yang masih alami dan dipenuhi oleh berbagai jenis ikan tropis, penyu, manta ray (pari raksasa) dan bahkan hiu.

Para turis memilih ikan di lapak milik warga

Di malam hari saya sempat singgah di Kampung Ujung. Di sini tempat turis berburu makanan laut (seafood) dengan berbagai jenis ikan yang segar. Ikannya boleh pilih sendiri, mulai kakap, kerapu. bawal, cumi, kepiting sampai udang lobster.

Ikannya dijual di kios atau lapak milik warga. Harganya juga relatif terjangkau. Setelah ikannya dipilih kita ditawari jenis masakannya. Mau digoreng, dimasak kuah atau dibakar. Lalu tempat makannya duduk di bawah payung yang dibangun memanjang oleh Kementerian PUPR sambil merasakan semilir angin laut.

Berburu durian di Kampung Ujung

Kampung Ujung juga disemarakkan dengan para penjual durian. Ini salah satu tujuan utama saya kalau datang ke suatu daerah. Berburu durian. Para turis bule juga ramai memilih durian. Harganya bervariasi antara 50 ribu sampai 150 ribu rupiah per buah. Tergantung besar kecilnya. Saya melahap sampai dua buah. Kata penjualnya, ini asli durian lokal. Rasanya memang menggoda. Tapi pulang ke hotel kepala saya nyut..nyut.(*)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.