ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Kombinasi Smart Packaging Biodegradable dan Sensor pH dari Pati Singkong dan Kulit Udang sebagai Solusi Permasalahan Sampah dan Keamanan Pangan dengan Kemampuan Self-Healing

May 25, 2024 by  
Filed under Opini

Share this news

Oleh : Khansa Fitria Latifa Hidayat

Permasalahan sampah di Indonesia merupakan permasalahan yang tak pernah kunjung usai bahkan cendrung semakin parah setiap tahunnya. Terdapat sekitar 182,7 miliar kantong plastik digunakan di Indonesia setiap tahunnya (Simanjutak dan Aryono 2022). Dari jumlah tersebut, bobot total sampah kantong plastik di Indonesia mencapai 1.278.900 ton per tahunnya. Studi dari Jenna et at. (2015) menyatakan Indonesia sebagai penyumbang terbesar kedua sampah plastik ke laut, setelah China. Setidaknya 16 persen sampah plastik di lautan berasal dari Indonesia. Padahal, menurut studi dari Schirinzi  et al.  (2017) menyatakan bahwa mikroplastik yang ada dalam makanan laut dan minuman memiliki efek beracun bagi sel manusia. Selain itu penggunaan plastik yang cukup tinggi berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan (Tokiwa et al. 2009), karena sulit terdegradasi sehingga terjadi penumpukan sampah plastik yang mencemari lingkungan.

Oleh karena itu permasalahan sampah seperti itu harus ditindaklanjuti dengan inovasi atau modifikasi kemasan yang ramah lingkungan. Maraknya penggunaan plastik sebagai bahan kemasan ini dapat disubtitusi dengan penggunaan plastik biodegredable sebagai pengganti kemasan makanan, namun plastik biodegredable yang digunakan harus memiliki ketahanan yang baik. Salah satu kemasan yang dapat digunakan adalah Compostable and biodegradable packaging. Compostable and biodegradable packaging adalah jenis kemasan ramah lingkungan yang bisa dibuat menjadi kompos (compostable) dan dapat terbiodegradasi. Salah satu contohnya adalah Plastik Biodegradable dari pati singkong dan kitosan yang berasal dari limbah kulit udang.

Penggunaan singkong sebagai bahan plastik biodegradable karena kemudahan isolasi pati dan juga kandungan pati yang cukup tinggi yaitu mencapai 90%. Selain penggunaan sumber daya alam berupa singkong, pemanfaatan limbah kulit udang juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan plastik biodegradable.

Limbah kulit udang tersebut akan menjadi kitosan setelah melewati tahap modifikasi protein dari kitin. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh (Hardiansyah dan Udjiana 2020) pembuatan palstik biodegradable ini dapat menggunakan bahan bonggol jagung. Penggunaan bahan singkong atau bonggol jagung dan kitosan tersebut harus ditambahkan palstisizer seperti sorbitol dan CMC (carboxymethyl cellulose concentration). Penambahan plastisizer ke dalam bahan pembentuk plastik biodegradable dilakukan untuk meningkatkan fleksibilitasnya, menurunkan kekakuan dari polimer dan dapat memperbaiki sifat mekanik pada plastik biodegradable tersebut ( Natalisa dan Muryeti 2020). Bahan lain juga yang dapat ditambahkan untuk menambah kekuatan plastik adalah filler kalsium silikat dan karbonat (Hardiansyah dan Udjiana 2020).

Pembuatan plastik biodegradable dilakukan menggunakan metode blending, yaitu mencampurkan semua bahan menjadi satu dan dipanaskan dengan suhu (905)0C. Adapun pembuatan plastik biodegradable dilakukan melalui tiga tahapan. Tahap pertama yaitu mencampurkan pati singkong atau bonggol jagung, larutan kitosan, CMC , Gliserol, serta Filler kalsium silikat dan karbonat kemudian diaduk perlahan. Tahap kedua yaitu pemanasan dan pengadukan bahan yang dilakukan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer hingga mencapai suhu (905)0C. Pengadukan ini dilakukan agar larutan homogen dan gelembung hilang kemudian plastik biodegradable dikeringkan pada suhu oven (905)0C dan disimpan pada ruangan bersuhu (22,05)0C.

Secara kimiawi, plastik yang diproduksi secara jelas dapat terurai dengan baik oleh tanah. Material yang digunakan dalam penelitian seperti Pati Tumbuhan, Gliserol adalah bahan yang dapat terdegradasi, mudah larut dengan air dan bakteri dalam tanah, dan peka terhadap pengaruh lingkungan baik fisika maupun kimia (Amni 2015). Oleh karena itu permasalahan sulit terurainya sampah plastik yang niscaya dapat teratasi. Selain pembuatan kemasan yang harus menjawab tantangan permasalahan plastik yang tak kunjung selesai, pembuatan kemasan juga harus semakin memanfaatkan teknologi yang ada agar makanan yang dimasukan kedalam kemasan dapat dikontrol dari segi rasa dan keamanan makanannya. Penambahan teknologi dalam pembuatan kemasan ini dapat dilakukan dengan teknologi Smart Packaging. Smart Packaging atau Kemasan cerdas merupakan suatu inovasi dalam bidang kemasan yang dapat memantau dan memberikan informasi kepada produsen dan konsumen perihal kualitas produk yang dikemas ( Thamrin et al. 2016).

Kemasan cerdas memiliki indikator yang ditempel di dalam atau di luar kemasan, yang mampu memberikan informasi tentang keadaan kemasan dan atau kualitas makanan didalamnya (Robetson 2006). Kemasan Cerdas yang dapat dikombinasikan dengan plastik biodegradable adalah Sensor PH yang dapat mengukur kualitas daging pada kemasan. Pembuatan sensor PH ini dapat menggunakan bahan alami sehingga tidak berbaha bagi makanan. Salah satu contoh bahan alami yang ada pada tumbuh-tumbuhan yaitu antosianin (Trojak dan Skowron 2017). Antosianin pada tumbuhan merupakan zat pembawa warna seperti merah, orange, ungu atau warna biru pada bunga, buah, sayuran, dan daun (Liu et al. 2013). Antosianin sangat peka terhadap perubahan pH dan menunjukkan warna yang berbeda-beda pada kondisi asam, netral, atau basa (Du et al. 2015). Selain itu teknologi yang dapat diterapkan untuk menunjang agar pemanfaatan packaging dapat maksimal ada self-healing. Self-healing merupakan kemampuan dari suatu material untuk dapat memperbaiki dirinya sendiri setelah mengalami kerusakan. Konsep ini dapat digunakan untuk menambah umur pemakaian suatu produk. Strategi yang dapat digunakan dalam pembuatan material self-healing adalah : 1) pembentukan ikatan silang pada polimer, 2) pelepasan healing agent pada saat memproduksi polimer, dan 3) menggunakan teknologi khusus seperti konduktiviti, electro-fluid-dynamic (EFD), migrasi nano partikel, efek shape memori dan co-deposition (Purbaya dan Suwardin 2015). Penerapan teknologi self-healing tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas daging yang ada dalam kemasan agar tetap terjaga, karena kemasan yang nantinya rusak dapat diperbaiki dengan sendirinya sebelum ada kontaminasi dari luar.

*) Mahasiswa PS Ilmu Pangan, IPB University

Daftar Pustaka

Amni C, Marwan M, Mariana M.2015. Pembuatan Bioplastik Dari Pati Ubi Kayu Berpenguat Nano Serat Jerami dan ZnO. Jurnal Litbang Industri. 5(2):91-99.

Du H, Wu J, Ji K, X, Zeng Q, Y, Bhuiya M, W, Su S, Shu Q, Y, Ren H,  X, Liu Z, A, Wang L. 2015. Methylation Mediated by An Anthocyanin, OMethyltransferase, Is Involved in Purple Flower Coloration in Paeonia. Journal of Experimental Botany 66 (21): 6563 – 6577.

Hardiansyah Y, Udjana SS. 2020. Studi literatur karakterisasi plastic biodegradable berbahan pati dengan penambahan filler casio3 dan caco3. Jurnal Teknologi Separasi. 6(2):188-197

Jenna RJ, Geyer R, Wileoc C, Siegler TR, Perryman M, Andrady A, Narayan R, Law KL. 2015. Plastic waste inputs from land into the ocean. Sciencemag.Org.347(2):768-770

Liu X, Mu T, Sun H, Zhang M, Chen J. 2013. Optimisation of Aqueous Two-Phase Extraction of Anthocyanins from Purple Sweet Potatoes by Response Surface Methodology. Food Chemistry. 141(2): 3034 – 3041.

Natalia EV , Muryeti. 2020. Pembuatan plastik biodegradable dari pati singkong dan kitosan. Journal Printing and Packaging Technology. 1(1):57-68

Purbaya M, Suwardin D. 2015. Kajian tentang self-healing Rubber. Warta Perkaretan. 34(2):103-114.

Robertson. 2006. Food Packaging-Principles and Practice. Second Edition. Florida (US): CRC Press.

Schirinzi, Gabriella F., Ignacio Pérez-Pomeda, Josep Sanchís, Cesare Rossini, Marinella Farré, dan Damià Barceló. (2017). Cytotoxic effects of commonly used nanomaterials and microplastics on cerebral and epithelial human cells. Environmental Research. 159(June). hal. 579–587. doi: 10.1016/j.envres.2017.08.043.

Simanjutak SDA, Aryono AM. 2022. Wow,pertahun, orang Indonesia gunakan 182,7 miliar kantong plastik.[Diakses Mei 25]. https://news.solopos.com/wow-per-tahun-orang-indonesia-gunakan-1827-miliar-kantong-plastik-1355942

Thamrin EA, Warsiki E, Djatna T.2017. Model asosiasi perubahan warna pada indicator kemasan cerdas dan perubahan mutu produk susu. Jurnal Teknologi Industri Pertanian.27(1):96-102.

Tokiwa Y , Calabia BP.2009. Biological production of functional chemicals from renewable resources. Can J Chem. 86(2) 548-555.

Trojak M, Skowron E. 2017. Role of Anthocyanins in High-Light Stress Response. World Scientific News. 81 (2): 150 – 168.


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.