ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

40 Th. Terminal Senipah : Riwayatmu Dulu dan Kini

June 18, 2016 by  
Filed under Ekonomi & Bisnis, Profil

Share this news

Bangga menjadi Bagian Pemilik Kekayaan Negeri.

Di usia 40 tahun, Terminal Minyak  dan Kondensat Senipah masih mengalir mengikuti perjalanan waktu hingga kini. Memberi warna pada pembangunan desa yang awalnya hanya kampung kecil sepi penduduk. Setelah Terminal Senipah beroperasi, kampung kecil yang banyak dipenuhi pohon nipah-nipah (Nypa fruticans) ini bertransformasi menjadi kampung yang ramai mengikuti gemuruh perubahan jaman.

Salah satu sudut fasilitas Terminal minyak dan kondensat Senipah yang kini genap berusia 40 tahun.

Berkaca pada kampung Senipah tempo dulu, terasa bagaikan melihat sisi hitam dan putih yang sangat kontras. Masuk dalam Kecamatan Samboja,  Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur,    Terminal Migas dan Kondensat Senipah, memberi detak tambahan bagi jantung ekonomi masyarakat.

Efek domino keberadaan terminal pengumpul dan pengolah minyak dan kondensat ini mampu membuat warga sekitar bangga karena mereka dapat menjadi bagian dari pemilik kekayaan negeri ini.

Menurut cerita Asnawi  Hatta yang kini berusia 56 tahun, ayahnya Almarhum Ahmad yang kelahiran tahun 1930, kerap bertutur bahwa Senipah tempo dulu hanya kampung  kecil yang dihuni oleh nelayan dan pekebun kelapa. Untuk menjual hasil perikanan dan kelapa, dagangan harus dibawa dengan mendayung sampan ke Samarinda selama satu minggu!

Asnawi mengulang cerita, pembebasan lahan untuk Terminal Migas dan Kondensat Senipah dilakukan tahun 1973. Proses berlanjut pada pembangunan sarana dan prasarana hingga beroperasi pertama kalinya di tahun 1976.

“Saya ingat betul, saat memulai proyek pembangunan hingga awal beroperasi, kampung Senipah sangat ramai dengan pekerja-pekerja dari luar daerah. Semuanya berubah, termasuk kegiatan  ekonomi masyarakat sekitar,”  kenang Asnawi yang selalu mendampingi sang ayah kemana-mana kala itu.

Dikisahkan, jalan besar dihadapan pintu masuk Terminal Senipah saat ini merupakan jalan utama sejak jaman penjajahan Belanda dari Balikpapan menuju Samboja hingga Kecamatan Sanga-Sanga yang merupakan penghasil minyak terbesar kala ini.

Belanda saat itu menugaskan “Pertamina-nya”  bernama Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) di Samboja merintis pembangunan jalan untuk pipa-pipa minyak dan transportasi mereka dari Kecamatan Sanga-Sanga menuju kilang Balikpapan.

Bahkan usia jalan pesisir ini “lebih tua” ketimbang jalan yang menghubungkan Balikpapan-Samarinda yang membelah Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yang ada saat ini.

Asnawi berandai-andai, jika tidak ada Terminal Senipah seperti saat ini, dirinya memperkirakan kampung Senipah hanya tetap menjadi perkampungan kecil bagi nelayan dan pekebun kelapa yang tinggal diantara lebatnya pohon Nipah-nipah yang menjadi cikal bakal nama saat  ini.

Teriminal Minyak dan Kondensat Senipah dibangun oleh Total E&P Indonesie untuk menjawab tantangan semakin besarnya produksi dari lapangan Bekapai yang ditemukan tahun 1972 dan Handil tahun 1974.

Delta Sungai Mahakam tempat lapangan Bekapai dan Handil beroperasi tidak memiliki akses ke laut dalam. Muara-muara lautnya dangkal sehingga menyulitkan kapal-kapal tanker super besar mendekat ke dua sumur terbesar saat itu.

Seiring berjalannya waktu, Total E&P Indonesie berhasil pula menemukan Tambora pada tahun 1974 dan Tunu pada tahun 1977. Prestasi besar juga digoreskan Total E&P Indonesie dengan ditemukannya lapangan Peciko di tahun 1983 dan Makaham Selatan (South Mahakam) pada tahun 1996.

Tangki-tangki raksasa yang terdapat di Terminal Senipah digunakan untuk menampung hasil proses pengolahan sebelum dikapalkan ke atas kapal tanker pengangkut.

Produksi dari beberapa lapangan minyak tersebut diproses dengan pemisahan dan distabilkan, sebelum dialirkan ke tangki-tangki  penyimpanan super besar untuk kemudian “dikemas” ke dalam tangki kapal tanker raksasa.

Hingga kini tercatat tidak kurang 3.500 kapal pernah berlabuh di Senipah untuk  mengangkut  lebih dari 1 miliar bbl minyak mentah dan kondensat untuk dikirim ke luar negeri maupun untuk konsumsi domestik.

Penjelasan Site Production Engineer di Total E&P Indonesie, Yohanes Anton Witono saat press tour program pada Kamis (2/6) dikatakan bahwa Terminal Senipah ibarat miniatur kilang minyak yang lengkap.

Sebagai sistem Mahakam, Terminal Senipah sangat penting di Blok Mahakam karena migas dan kondensat diolah di Senipah. Dari terminal canggih ini gas dikirimkan ke LNG Bontang maupun dikapalkan secara langsung melalui fasilitas loading area di laut dalam.

Terminal Senipah mampu mengolah 800 juta kaki kubik minyak dan gas setiap harinya dan mampu menghasilkan 30.000 barrel  kondensat per harinya.

“Terminal Senipah ini beroperasi 24 jam penuh selama 7 hari atau 365 hari dalam setahun. Jadi non stop tidak boleh berhenti,” jelas Anton Witono saat mendampingi kunjungan keliling area terminal.

Keberadaan Terminal Minyak dan Kondensat Senipah yang masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Sanipah, membuat Lurah Ngadiso, S.Sos, bangga. Ditemui Senin (13/6) dirinya mengatakan, keberadaan Terminal Senipah sedikit banyak pastilah berdampak pada ekonomi, sosial dan kemasyarakatan di dua kelurahan yang paling dekat dengan lokasi terminal, yaitu Kelurahan Teluk Pemedas dan Kelurahan Sanipah.

Keragaman komposisi penduduk baik lokal dan pendatang di  wilayah pesisir Kutai Kartanegara ini menciptakan aksen yang unik dalam pengucapan kata.

Secara administrasi pemerintahan, penulisan kata Senipah yang benar adalah Sanipah.  Namun karena aksen pendatang, khususnya Suku Bugis dari Sulawesi kata sanipah berubah menjadi senipah. Sedangkan Suku Kutai dan  Banjar asal Kalimantan Selatan menyebutnya sanipah.

Kantor Kelurahan Sanipah yang cukup refresentatif terus memberikan pelayanan terbaik bagi warganya

Saat ini, khusus penduduk yang berdomisili di Kelurahan Sanipah terdiri dari suku Banjar sebanyak 675 jiwa, Bugis 2.669 jiwa, Jawa 1.223 jiwa, Batak 183 jiwa dan Manado 177 jiwa. Selebihnya suku Bima, Toraja, Padang, Dayak dan Kutai keberadaannya kurang dari 50 jiwa.

Data bulanApril 2016, jumlah penduduk di Kelurahan Sanipah ini sebanyak 5.083 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2.931 jiwa dan perempuan 2.152 jiwa yang terhimpun dalam 16 Rukun Tetangga dan 2.311 Kepala Keluarga.

Dengan luas wilayah 117 kilo meter persegi, sebagian tanahnya adalah tempat berdirinya terminal Senipah milik Total E&P Indonesie. Sisanya, aliran pipa-pipanya dimiliki oleh kelurahan tetangga yaitu Teluk Pemedas.

Walaupun  masih dirasa kurang, namun bantuan Total E&P Indonesie sejak dahulu terus saja bergulir. Sebut saja Instalasi Air Bersih yang dikelola Yayasan Pembangunan Masyarakat Sanipah yang disingkat Yapenmas. Sumur air bersih ini telah mampu mengairi ratusan rumah warga. Begitupun bantuan Balai Latihan Kerja untuk mendidik para pelajar dan pemuda di sekitar Terminal Senipah.

Ditambahkan Lurah Ngadiso, Total E&P Indonesie juga telah membantu pemasangan tiang listrik untuk warganya di RT 8 yang belum memenuhi kuota PLN karena jarangnya rumah warga.

Menurutnya, kini seluruh warga di Kelurahan Sanipah sudah teraliri listrik, terlewati semenisasi jalan dan gang serta ekonomi masyarakat yang terus menguat. Pun demikian dengan sarana ibadah, sekolah, kesehatan, transportasi umum dan lainnya yang memadai.

“Kami tidak resah dengan wacana pengambilalihan menejemen Senipah dari Total E&P Indonesie ke Pertamina. Kami yakin, tanpa terminal Senipah pun ekonomi masyarakat telah kuat dan warga akan mampu mengembangkan usaha yang telah mereka bangun selama ini,” ucapnya optimistis.

Dengan jumlah penduduk 5.083 jiwa, penduduk miskin yang masuk kategori SWTM (Santunan Warga Tidak Mampu) hanya berjumlah 66 orang. Penerima program SWTM ini mendapatkan santunan uang tunai dari Pemkab Kutai Kartanegara sebesar Rp100.000 per bulan atau Rp1,2 juta per tahun.

Peruntukan SWTM di Kelurahan Sanipah adalah janda tua sebanyak 20 orang, lanjut usia 30 orang, serta anak yatim dan penyandang disabilitas  sebanyak 16 orang.

Sayangnya, ujar Ngadiso, program SWTM ini tidak bergulir lagi di tahun 2016. Padahal tahun-tahun sebelumnya, program ini menjadi bantuan yang cukup membuat penerimanya tersenyum setap bulan.

Selain di Kelurahan Sanipah, bantuan CSR (Coorporate Social Responsibility) Total E&P Indonesie untuk  Kelurahan Teluk Pemedas juga mengalir. Tengok saja instalasi Biogas yang dimiliki oleh Kelompok Ternak Sejahtera yang telah memiliki 150 ekor sapi pedaging.

Selain itu, ada juga bantuan untuk budidaya tanaman pepaya (Papaya Plantation), penanaman mangrove dan inisiatif pendidikan malam bagi anak-anak di sekitar lokasi terminal Senipah.

“Anak-anak kami juga mendapatkan pelatihan OPT (Operator Training Program) di Cepu agar memiliki kualifikasi  dan kemampuan untuk dapat diterima bekerja di Total E&P Indonesie,” ucap Ngadiso bangga.

Masyarakat di sekitar terminal Senipah berharap, bantuan dari Total E&P Indonesie ataupun perusahaan lainnya dapat terus meningkat setiap tahunnya.

Kini, Kelurahan Sanipah dan Teluk Pemedas sangat membutuhkan ketersediaan air bersih, koneksi internet yang luas dan murah, aneka pelatihan baik pendidikan maupun pelatihan bagi usaha kecil-menengah.

Kekuatan struktur ekonomi masyarakat yang telah terbangun selama 40 tahun hadirnya Terminal Senipah di desa mereka, diharapkan dapat menjadi modal masa depan pembangunan Kalimantan Timur.

Keberadaan Terminal Senipah yang kokoh berdiri diharapkan akan mampu membangkitkan semangat kebanggaan masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitar terminal. Sejak 40 tahun silam, masyarakat telah bangga menjadi bagian pemilik kekayaan migas di bumi  Indonesia tercinta.(yuliawan andrianto – www.vivaborneo.com)

 


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.