ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Penyandang Disabilitas Miliki Resiko Tinggi Kesehatan Reproduksi

June 24, 2020 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

Samarinda – Penyandang disabilitas merupakan kelompok yang memiliki resiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan reproduksi, misalnya kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan/tidak direncanakan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Kelompok ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena sangat rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Hal ini disebabkan sulitnya penyandang disabilitas mengakses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti infrastruktur fasilitas pelayanan kesehatan yang belum ramah terhadap penyandang disabilitas maupun tenaga kesehatan yang belum sepenuhnya memahami kebutuhan dan tata cara pemberian informasi serta pelayanan kesehatan kepada penyandang disabilitas.

Data dari International Labour Organization (ILO) menyatakan sekitar 15 persen dari jumlah penduduk di dunia adalah penyandang disabilitas. Sekitar 82 persen dari penyandang disabilitas berada di negara-negara berkembang dan hidup di bawah garis kemiskinan dan kerap kali menghadapi keterbatasan akses mulai kesehatan, pendidikan, pelatihan dan pekerjaan yang layak.

“Hampir 785 juta perempuan dan laki-laki penyandang disabilitas berada pada usia kerja, namun mayoritas dari mereka tidak bekerja. Sementara menurut WHO, hampir 10 persen penduduk Indonesia (24 juta) / 8,56 persen adalah penyandang disabilitas,” kata Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad saat membuka Pelatihan Reproduksi Sehat Bagi Perempuan Disabilitas di Samarinda, Senin (22/6/2020).

Halda menambahkan, penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama untuk memenuhi hak kesehatan reproduksi. Hal ini bisa dicapai jika ada standar pelayanan kesehatan reproduksi bagi difabel seperti non disabilitas. Metode pendekatannya harus berbeda, bagaimana cara berinteraksinya. Misalnya tuna rungu pakai bahasa isyarat, pemeriksaan yang perlu disesuaikan dengan kondisi difabel, pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pelayanan KB, kesehatan seksual dan lainnya.

“Jadi, harus menyediakan layanan kesehatan yang komprehensif bagi setiap penyandang disabilitas,” imbuh Halda.

Ia melanjutkan, harus ada tenaga kesehatan yang terlatih memiliki pengetahuan dan keterampilan, etika, dan peka dalam melayani penyandang disabilitas. Lalu, peningkatan anggaran untuk pengembangan layanan kesehatan inklusif disabiltas.

Dengan Pelatihan Reproduksi Sehat Bagi Perempuan Disabilitas yang diinisiasi DKPA Kaltim diharapkan Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas dapat dilakukan melalui upaya komprehensif dari aspek promotif, preventif hingga aspek kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan tersebut berlaku untuk semua jenis ragam penyandang disabilitas baik sensorik, fisik, intelektual maupun mental dengan cara pemberian pelayanan yang disesuaikan untuk setiap ragam disabilitas.

“Hal ini dimaksudkan agar para penyandang disabilitas tetap mendapatkan haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi,” terang Halda.

Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) atau disingkat UNCRPD melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011 Tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

Pemprov Kaltim juga sangat menaruh perhatian kepada para penyandang disabilitas dengan dimasukkannya isu penyandang disabilitas pada misi pertama Gubernur Kaltim. Sejalan dengan hal itu, DKP3A Kaltim pada Tahun 2017 telah membentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIKPPD) Kaltim melalui SK PIKPPD HWDI, Perda Nomor 8 tahun 2018 tentang Penyandang Disabilitas, Perda Nomor 1 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas dan, Pelatihan dan Keterampilan Pemahaman tentang hak disabilitas, pelatihan bahasa isyarat dan training paralegal.

“Baru 12 Provinsi di Indonesia yang mengalokasikan anggaran terkait perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Salah satunya adalah Kaltim. Saya juga mengharapkan, PIKPPD yang menjadi wadah untuk penyandang disabiitas dapat membuat program kegiatan sebagai momen yang tepat untuk mengangkat isu disabilitas. Dengan begitu, isu disabilitas akan mendapatkan perhatian dari banyak pihak.” katanya. (dell)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.