ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Ayah Wajib Beri Nafkah Anak Usai Bercerai

July 24, 2024 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

SAMARINDA– Ketua Pusat Bantuan Hukum Justitia Kaltim sekaligus Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Samarinda Fatimah Asyari, SH., M.Hum soroti fenomena perceraian yang marak terjadi di Kalimantan Timur. Perceraian yang menjadi permasalahan sosial seharusnya mendapat perhatian khusus Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dampak perceraian faktanya memunculkan banyak persoalan yang penting untuk diperjuangkan.

“Kalau ayahnya bekerja dan berpenghasilan, wajib dia memberikan nafkah,” ucap Fatimah, Rabu, (24/07/2024)

Fatimah mengatakan, pada pasal 41 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah tetap bagi ibu atau bapak melaksanakan kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, khususnya dalam tanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak menjadi tanggung jawab suami.

“Kalau terjadi perceraian, nafkah itu menjadi tanggung jawab suami. Jadi kalau belum mampu menunaikan gak perlu banyak tingkah,” ucapnya sambil tertawa, saat dijumpai dikediamannya.

Fatimah Asyari

Fatimah mengatakan, dampak perceraian bukan hanya dialami suami atau istri, namun juga berdampak pada anak. Risiko dan dampak perceraian yang terjadi pada perempuan dan anak yang paling banyak terjadi terkait pemenuhan kebutuhan ekonomi, dalam berbagai kasus, banyak suami yang melepaskan tanggung jawabnya terkait kewajibannya memenuhi hak nafkah anak.

“Kebanyakan, ketika sudah bercerai suami lepas tanggungjawab. Apalagi kalau melihat kondisi ibu yang mandiri secara ekonomi. Padahal itu salah, dan bisa diajukan kembali gugatan hak anak,” tambahnya

Fatimah mengatakan, dalam putusan pengadilan, apabila tergugat masih tidak menjalankan hasil putusan dengan baik maka pemerintah bisa saja menjadi jembatan untuk mempertegas melalui eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht). Hal tersebut dibenarkan Kepala Unit Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kholid Budhaeri, dirinya mengatakan melalui hasil persidangan ketika tergugat masih enggan melaksanakan tanggungjawab dapat dilaporkan kepada pihak perusahaan tempat tergugat bekerja.

“Bahkan dalam beberapa kasus, perusahaan justru melakukan pemecatan terhadap tergugat. Mungkin salah satu pertimbangannya karena pekerja tersebut dianggap tidak tanggungjawab, keluarga saja bisa lalai, gimana tanggung jawab pekerjaan,” pungkasnya.(Ria)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.