ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Masyarakat Adat Kampung Intu Lingau Bantah Rusak Situs Sejarah

July 7, 2024 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

SENDAWAR – Masyarakat adat Kampung Intu Lingau, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) membantah berita di media sosial tentang perusakan hutan lindung dan situs bersejarah di wilayah tersebut.

Berita tersebut sempat menimbulkan opini publik. Para ahli waris kawasan Batu Apoy dan tokoh masyarakat adat setempat akhirnya  angkat bicara untuk membantah isu yang beredar di media sosial tersebut.

Sinar, salah satu ahli waris kawasan Batu Apoy yang berstatus hutan adat di kampung tersebut  memaparkan, masyarakat hukum adat merupakan subjek dari hak ulayat yang mendiami suatu wilayah tertentu.

“Hutan adalah salah satu sumber kehidupannya yang merupakan objek dari hak ulayat,” kata Sinar, Jumat (5/7/2024).

Dikatakan, Hutan adat adalah hutan desa yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Hak ulayat merupakan hak yang melekat sebagai kompetisi yang khas pada masyarakat, berupa wewenang, kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku ke dalam maupun keluar.

“Bahkan sudah dari jaman nenek moyang kami, hutan adat ini kami kelola untuk berkebun/berladang, bercocok tanam dan lainnya. Jadi tidak ada statusnya masuk hutan lindung,” ujar Sinar.

Sinar sangat menyayangkan ulah media yang menuding para ahli waris kawasan Batu Apoy melakukan aktivitas yang dikatakan merusak situs bersejarah. Menurutnya,  situs yang menjadi sorotan publik itu, hanya sebuah batu gamping atau batu kapur, yang disebut masyarakat setempat yaitu Batu Apoy.

Hal yang sama diterangkan Midi Lembaga Adat Kecamatan Nyuatan. Sejak dahulu di kawasan hutan adat Intu Lingau memang banyak ditemukan bongkahan batu kapur yang besar. Bisa dilihat dari erupsi atau proses alam sehingga bebatuan kapur ini terbentuk sedemikian rupa.

“Itulah kenapa kawasan ini disebut Batu Apoy,” katanya.

Menurutnya, jika batu kapur seperti itu diklaim sebagai situs bersejarah, maka ada ratusan batu serupa bisa kita temui yang tersebar hampir di seluruh area kawasan ini.

Kendati demikian Midi yang juga ahli waris kawasan Batu Apoy juga membantah kawasan itu disebut situs bersejarah suku Dayak Tinok Meramai. Apalagi kawasan hutan tersebut dikelola untuk berladang, berkebun dan bercocok tanam, disebut kawasan hutan lindung.

“Jika ingin pembuktian, kami punya surat-suratnya dan kami memang ahli waris kawasan Batu Apoy,” tukas Midi diamini Rogos tokoh masyarakat setempat.

Sebagai tokoh masyarakat adat yang telah dituakan warga setempat, Midi mengaku pihaknya sangat mengerti situs bersejarah. Jika benar itu situs bersejarah dan masuk dalam kawasan hutan lindung, tidak mungkin warga sekarang maupun terdahulu tidak akan merambah kawasan hutan tersebut. Warga  tidak mungkin berani menebang kayu, berladang dan bertani apabila itu situs bersejarah.

“Si hutan tersebut terdapat pohon buah warisan leluhur yang merupakan warisan dari orang tua terdahulu. Bohong kalau itu adalah situs sejarah dan kawasan hutan lindung,” pungkasnya. (*/arf)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.