ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Berebut Kuasa di Pinang Babaris

August 11, 2011 by  
Filed under Berita

Share this news

Komplek pertokoan Pinang Babaris di Samarinda adalah yang paling hebat di era 1980-an. Ini lah satu-satunya tempat berbelanja paling representatif yang terdiri dari tiga lantai. Di lantai dasar ada pertokoan dan biskop. Di lantai dua ada perkantoran, termasuk Notaris Laden Mering yang paling terkenal waktu itu. Kemudian di lantai tiga tempat hiburan antara lain Orchild.

Lokasi Pinang Babaris yang kini ditumbuhi semak dan dipagar seng

Lokasi Pinang Babaris yang kini ditumbuhi semak dan dipagar seng

Menjelang berakhirnya masa Hak Guna Bangunan (HGB) yang dipegang Suryadi Tandio , yaitu tahun 1995 banyak yang berpikir di lahan yang assetnya dikuasai Pemerintah Kota Samarinda itu akan berdiri pusat perbelanjaan atau kawasan bisnis yang lebih megah dan menjadi ikon kota Samarinda. Tapi apa lacur, setelah Suryadi Tandio diberi perpanjangan HGB yang kedua dengan masa perpanjangan 20 tahun, dan saat ini sudah berjalan 12 tahun, Pinang Babaris menjadi lahan tidak terurus. Sehingga yang tampak sekarang adalah tumbuhan atau semak yang tingginya sudah melebihi pagar seng yang ada.

Di lahan yang luasnya lebih kurang dua hektar itu, Suryadi Tandio yang juga pemegang hak memasarkan motor Honda, tidak bisa membangun apapun sebab, ada “gugatan” secara informal dari sejumlah alumni Sekolah Rakyat Cina yang tidak rela tanah tanah bekas sekolah tersebut dikelola oleh Suryadi Tandio dan juga tidak rela di lahan itu dibangun kawasan komersial atau pusat perbelanjaan dan hotel. Intinya ada tiga pihak berebut kuasa di Pinang Babaris.

Mengapa di lahan yang sangat komersial itu Pemerintah Kota Samarinda tidak bisa berbuat apapun? Jawabnya, kata seorang warga Samarinda, Heriansyah adalah karena faktor kolusi dan nepotisme dalam perpanjangan HGB yang kembali diberikan kepada Suryadi Tandio. Belum HGB pertama dengan masa kelola 25 tahun habis, sudah terjadi pembicaraan nonformal untuk memberikan kembali perpanjangan ke Suryadi Tandio. Kemudian, pejabat di Pemkot Samarinda juga mengabaikan suara-suara dari etnis Cina Samarinda yang merasa pengambilalihan tanah itu oleh pemerintah adalah tidak sah secara hukum.

Kasus pengambilalihan tanah itu selama orde baru tidak terangkat ke permukaan karena etnis Cina takut dinilai macam-macam. Tapi setelah era reformasi, alumni SR Cina yang dimotori Sindoro melakukan gugatan moral dengan berkirim surat ke berbagai instutusi negara. “Cuma ke Tuhan saja Sindoro tidak bersurat bahwa pengambilalihan tanah itu tidak sah,” kata Heriansyah.

Banyak pihak, termasuk Heriansyah menilai perpanjangan HGB yang kedua kepada Suryadi Tandio sarat kolusi dan nepotisme sebab, saat HGB mau diperpanjang dilakukan secara tertutup dan tidak mengundang banyak pengusaha yang sebetulnya juga punya keinginan diberi izin HGB di tanah tersebut. Akibatnya tidak ada analisa kemampuan keuangan dilakukan sebelum HGB diperpanjang.

Tanpa mengabaikan siapa yang berhak mengelola dan siapa yang merasa diabaikan aspirasinya, kata Heriansyah, kalau di tanah itu dibangun pusat pertokoan dan hotel, minimal akan bisa menyerap sekitar 1000 tenaga kerja. Kemudian pemerintah juga tidak kehilangan pendapatan dari IMB dan retribusi, dan PBB.

“Jadi yang rugi bukan hanya Suryadi Tandio dan Pemerintah Kota Samarinda, tapi masyarakat Samarinda juga rugi,” tambah Heriansyah.

Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Samarinda Herry Soesanto juga menyayangkan tersendatnya investasi masuk ke Pinang Babaris tersebut yang sebetulnya bisa juga membuka lapangan kerja di sektor konstruksi selama dua tahun. Kalau investasi masuk, tentu untuk membangunnya diperlukan sekitar 500 tukang selama dua tahun.

“Ya kita menyayangkan ada asset daerah yang potensial tapi tidak dapat memberi nilai tambah kepada daerah,” kata Herry.

Sekarang masa berlaku HGB yang kedua yang diberikan kepada Suryadi Tandio tinggal bersisa delapan tahun. Dengan tenggang waktu yang ada hanya delapan tahun, tentu sebagai seorang pengusaha, Suryadi Tandio tidak mau lagi berinvestasi di lahan Pinang Babaris sebab, modalnya belum kembali, masa HGB nya sudah habis.

Untuk rela melepas begitu saja, Suryadi Tandio tentu tidak mau, apa lagi untuk memperoleh perpanjangan, Suryadi Tandio juga mengeluarkan fulus. Untuk mengurai benang kusut pemanfaatan tanah di Pinang Babaris itu, DPRD Kota Samarinda juga pernah membentuk Pansus Pinang Babaris.

Mantan Ketua Pansus Pinanag Babaris, Agus Suwandi mengatakan, sebetulnya tidak ada yang krusial dalam pemanfaatan tanah tersebut hingga membuat investor takut.

“Saran Pansus dulu adalah meminta Pemkot Samarinda melakukan negosiasi ulang dengan pemegang HGB sekaligus investor, Suryadi Tandio tentang masa berakhirnya HGB,” ujarnya.

Waktu Pansus Pinang Babaris menelusuri HGB Yang diterbitkan Pemkot Samarinda pada tahun 2008, dengan perhitungan pengembalian investasi secara ekonomis memang mau tidak mau HGB nya diperpanjang. Untuk urusan itu Pansus telah menyarankan Pemkot Samarinda dan Suryadi Tandio berunding lagi dan setelah itu diminta ketegasan investor merealisasi apa yang sudah diperjanjikan.

“Tapi melihat hingga kini tidak ada kemajuan apa-apa, berarti saran Pansus Pinang babaris tidak ditindaklanjuti baik oleh Pemkot Samarinda maupun investor, dalam hal ini Suryadi Tandio. Dalam kasus ini saya melihat, Pemkot Samarinda tidak tegas, sedangkan investor kelihatannya juga tidak serius,” papar Agus.

Ketika ditanya bahwa juga ada klaim dari pihak ketiga atas tanah tersebut, Agus Suwandi enggan menanggapi sebab, secara hukum tanah itu adalah asset negara yang dikelola oleh Pemkot Samarinda. Kalau ada pihak ketiga yang menggugat, kata Agus lagi, suruh saja ke pengadilan. Tapi apa yang sudah menjadi keputusan bersama dengan investor harus jalan terus.

“Secara formal, Pemkot Samarinda kan tidak pernah digugat siapa-siapa dalam urusan tanah Pinang Babaris,” ujarnya.

Tentang mau diapakan tanah Pinang Babaris tersebut, Agus Suwandi menyebut bila Pemkot Samarinda dan investor sama-sama tidak serius, jadikan saja lahan Pinang Babaris itu menjadi tempat penampungan PKL yang ada sekarang ini di Jalan Niaga Selatan. Sehingga rencana Pemkot Samarinda meremajakan kawasan Citra Niaga tidak terganggu oleh PKL.

“Lahan eks Pinang Babaris dibersihkan dan diratakan dan dijadikan tempat menampung PKL di Niaga Selatan,” saran Agus Suwandi yang berasal dari Partai Patriot. (vivaborneo/Intoniswan)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.