ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Sebanyak  4.303 TK2D Jadi PPPK

September 12, 2024 by  
Filed under Kutai Timur

Share this news

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kutim Misliansyah

SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) telah menunjukkan komitmen serius dalam menyelesaikan masalah tenaga kerja honorer atau Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D). Sebanyak 4.303 TK2D yang tersisa dipastikan akan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2024. Langkah ini mengakhiri era tenaga honorer di Kutim. Sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kutim Misliansyah, dalam keterangannya pada Rabu (11/9/2024), menegaskan bahwa formasi PPPK tersebut telah diterima secara resmi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

“Minggu lalu kita menerima formasi rinci sebanyak 4.303 PPPK dari Kemenpan-RB. Sebelumnya, kita sudah diberi kuota global pada Maret 2024, tetapi kali ini sudah spesifik. Ini merupakan komitmen Bupati Kutim (Ardiansyah Sulaiman) untuk mengangkat seluruh TK2D menjadi PPPK tahun ini,” kata Misliansyah di ruang kerjanya di Kantor BKPSDM Kutim.

Sesuai arahan Pemerintah Pusat, 2024 menjadi tahun terakhir bagi keberadaan tenaga honorer di seluruh Indonesia. Mulai tahun ini, seluruh pegawai akan berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun PPPK.

“Seluruh PPPK yang akan diangkat ini berstatus penuh waktu, bukan paruh waktu. Ini dilakukan karena anggaran untuk gaji dan tunjangan mereka telah dihitung dan dianggap mencukupi oleh Pemerintah Daerah,” ungkap Misliansyah yang karib disapa Ancah.

Meskipun ada anggapan bahwa tes PPPK hanya formalitas, Ancah menegaskan bahwa setiap proses tetap harus dilalui dengan cermat. Tes tersebut masih menjadi bagian penting dari tahapan pengangkatan, terutama untuk memastikan kelengkapan data dan proses administrasi berjalan sesuai aturan pusat.

“Sebutan formalitas itu kurang tepat, karena tetap ada tahapan pendaftaran dan seleksi yang harus diperhatikan. Memang, di Kutim kemungkinan besar prosesnya aman karena jumlah TK2D kita sesuai dengan formasi. Namun di daerah lain yang jumlah honorer melebihi kuota, tetap ada kompetisi,” jelasnya.

Keberlanjutan pengangkatan PPPK ini juga didukung oleh komitmen keuangan Pemerintah Daerah. Menurut Ancah, sebelum pengajuan formasi ke Kemenpan-RB, Pemkab Kutim telah melakukan koordinasi dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk memastikan ketersediaan anggaran.

“Kemenpan-RB memberikan formasi ini setelah melihat bahwa keuangan daerah mampu membiayai gaji dan tunjangan. Gaji PPPK di seluruh Indonesia disesuaikan dengan golongan, tetapi insentif di Kutim termasuk yang cukup besar, sekitar Rp4 juta per bulan,” lanjutnya.

Terkait jadwal pelaksanaan tes PPPK, Pemkab Kutim masih menunggu pengumuman resmi dari Kemenpan-RB. Namun, biasanya setelah formasi diterima, jadwal tes akan segera menyusul. Pemkab Kutim sendiri akan menggelar Rapat Koordinasi Kepegawaian dalam waktu dekat untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

“Jangan sampai formasi yang telah diterima harus dikembalikan karena ada TK2D yang tidak lulus tes. Kami sangat berharap seluruh TK2D mempersiapkan diri sebaik mungkin dan mengikuti arahan dari kasubag umum agar proses pendaftaran dan pemberkasan berjalan lancar,” imbuhnya.

Langkah besar ini merupakan wujud nyata dari komitmen Pemkab Kutim untuk memberikan kepastian status kepegawaian bagi ribuan tenaga kontrak yang telah lama mengabdi. Dengan pengangkatan ini, Kutim menjadi salah satu daerah yang siap mengakhiri era honorer, sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi nasional. (**)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.