ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Etika Profesi Hukum mempengaruhi Hubungan Antara Hakim dan Jaksa *)

October 11, 2024 by  
Filed under Opini

Share this news

Pendahuluan

Etika adalah konsep mengenai perilaku baik atau buruk seseorang, Sementara itu, moral berkaitan dengan tindakan baik atau buruk individu tersebut. Etika mengacu pada gagasan dan idealisme tentang perilaku yang diinginkan atau baik, serta selalu menawarkan contoh perilaku yang patut ditiru. Sedangkan, moral mengevaluasi pelaksanaan dari contoh-contoh yang diajukan oleh etika, memiliki relevansi penting dalam kasus Akil Mochtar. Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar seharusnya berperilaku sesuai dengan standar etika yang tinggi, karena posisinya menuntut keteladanan dalam menjaga keadilan. Etika mengacu pada gagasan tentang perilaku yang diinginkan, di mana seorang hakim dituntut untuk menjaga integritas dan independensi dalam setiap keputusannya. Namun, dalam kasus Akil Mochtar, etika ini dilanggar ketika ia menerima suap terkait sengketa Pilkada.

Maria Celi Hunyang

Pelaksanaan moralitas dalam konteks ini adalah tindakan nyata dari prinsip-prinsip etika yang seharusnya dijalankan. Akil Mochtar seharusnya menjadi contoh dari etika profesi hukum dengan menolak segala bentuk tekanan eksternal, seperti suap. Namun, ia gagal menjalankan moralitas tersebut, yang berarti ia tidak mempraktikkan keteladanan yang seharusnya dijalankan oleh seorang hakim yang beretika.

Kasus ini menggambarkan dengan jelas bagaimana pelanggaran terhadap etika profesi tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan, tetapi juga mencederai integritas lembaga peradilan itu sendiri. Pelanggaran yang dilakukan Akil Mochtar melibatkan banyak pihak, termasuk advokat, politisi, dan pengusaha, yang semuanya terlibat dalam pengaruh buruk terhadap proses peradilan. Ini menunjukkan betapa pentingnya etika dalam menjaga hubungan yang bersih dan profesional antara berbagai pihak dalam sistem hukum.

Pengaruh pada Etika Profesi Hukum:

  1. Hakim: Akil Mochtar, sebagai hakim dan Ketua MK, dianggap melanggar kode etik hakim yang mengharuskan independensi, integritas, dan tidak terlibat dalam korupsi atau menerima suap. Dalam profesi hakim, menjaga integritas sangat penting karena mereka adalah penentu keadilan dan harus bebas dari pengaruh eksternal.
  2. Jaksa: Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bertindak sebagai penegak hukum. Jaksa yang terlibat memiliki peran penting untuk menjaga integritas proses penuntutan, terutama ketika menuntut seseorang yang berada dalam posisi kekuasaan seperti Akil Mochtar. Kasus ini menunjukkan pentingnya hubungan yang jelas dan etis antara jaksa dan hakim, karena integritas jaksa dalam menuntut juga diawasi secara ketat.

Etika Profesi:

  • Etika Hakim: Hakim dituntut untuk menjaga objektivitas dan tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan pihak lain. Pelanggaran etika oleh Akil Mochtar menunjukkan bagaimana kerentanan terhadap suap bisa merusak sistem peradilan.
  • Etika Jaksa: Jaksa, di sisi lain, harus mengawasi dan menuntut pelanggaran hukum tanpa diskriminasi, termasuk ketika yang terlibat adalah seorang hakim. Etika profesi jaksa menuntut agar jaksa bertindak sesuai hukum tanpa tekanan eksternal.

Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam etika dan moral adalah perilaku seseorang dalam profesinya. Karena profesi adalah pekerjaan yang melibatkan keahlian teoritis dan teknis yang harus didasarkan pada kejujuran, kepercayaan masyarakat yang memerlukan bantuan dari profesional ini sangat besar untuk menerapkan keadilan. Oleh karena itu, individu yang mengemban profesi dituntut untuk memenuhi persyaratan tertentu agar benar-benar bekerja secara profesional di bidangnya. Profesi yang berkaitan dengan hukum, yang semakin dikenal di era digital ini, meliputi hakim, jaksa, advokat, notaris, dan berbagai unsur lembaga yang memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang. Para profesional hukum ini adalah pejabat umum dalam bidang mereka masing-masing. Karena itu, tugas utama mereka adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam menjalankan profesinya, para profesional hukum ini dipandu oleh aturan-aturan dalam arti luas, termasuk aturan hukum (perundang-undangan) serta norma-norma etika dan moral profesi (kode etik profesi). Akibatnya, tanggung jawab profesional mereka meliputi tanggung jawab hukum dan moral dalam pelaksanaan tugasnya.

Etika profesi hukum memiliki peran penting dalam membentuk hubungan antara hakim dan jaksa. Keduanya diharapkan bertindak dengan integritas, kejujuran, serta profesionalisme dalam menjalankan tugas mereka. Etika ini membangun kepercayaan yang diperlukan untuk kolaborasi yang efektif dalam proses peradilan. Jaksa, sebagai penegak hukum, harus menghormati independensi hakim dan tidak mencoba memengaruhi keputusan mereka, sementara hakim harus menjamin keadilan dalam setiap putusan, tanpa dipengaruhi oleh tekanan dari luar.

Kode etik dari setiap profesi mengatur perilaku untuk menjaga martabat serta kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Etika profesi hukum berperan penting dalam membangun hubungan antara hakim dan jaksa. Keduanya dituntut untuk memiliki integritas, kejujuran, dan profesionalisme, yang menjadi landasan moral dalam pelaksanaan tugas mereka. Etika ini membantu membangun kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan menjamin bahwa keadilan ditegakkan dengan adil. Hubungan yang baik antara hakim dan jaksa, yang didasari oleh saling menghormati dan komunikasi yang efektif, sangat penting dalam mewujudkan penegakan hukum yang optimal.

Etika profesi hukum berperan krusial dalam membangun hubungan antara hakim dan jaksa. Dalam konteks ini, etika tidak hanya mencakup norma-norma moral tetapi juga kode etik yang mengatur perilaku profesional. Keduanya diharapkan memiliki integritas, kejujuran, dan komitmen terhadap keadilan, yang merupakan landasan untuk menciptakan sistem peradilan yang efektif dan dipercaya oleh masyarakat.

Hubungan antara hakim dan jaksa sangat dipengaruhi oleh etika profesi hukum. Etika ini menuntut hakim dan jaksa untuk saling menghormati dan bekerja sama demi penegakan hukum yang adil. Kemandirian moral dan integritas menjadi kunci dalam menghadapi tantangan hukum, sehingga keduanya dapat menjalankan fungsi masing-masing tanpa terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau tekanan eksternal. Dengan demikian, etika profesi hukum tidak hanya menjaga martabat profesi tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.

Kesimpulan

Kasus Akil Mochtar adalah contoh nyata yang mengilustrasikan pentingnya etika profesi hukum dalam menjaga hubungan yang profesional antara hakim dan jaksa. Pelanggaran etika yang dilakukan oleh Akil Mochtar, seorang Ketua Mahkamah Konstitusi, mengganggu integritas sistem peradilan secara keseluruhan. Akil Mochtar terbukti menerima suap dalam penanganan sengketa Pilkada, yang menunjukkan bahwa ketika seorang hakim melanggar kode etik, keadilan yang seharusnya dijaga malah dikorbankan demi kepentingan pribadi.

Pelanggaran ini menyoroti pentingnya etika dalam mengatur perilaku hakim dan jaksa. Ketika etika profesi dilanggar, seperti dalam kasus ini, hubungan yang seharusnya didasarkan pada saling menghormati dan kepercayaan rusak, yang pada akhirnya merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Seorang hakim yang seharusnya independen dan objektif menjadi rentan terhadap tekanan dan pengaruh eksternal, sementara jaksa yang bertugas untuk menuntut keadilan juga menghadapi tantangan dalam menjaga proses peradilan yang bersih.

Kasus Akil Mochtar menggambarkan bagaimana pelanggaran etika profesi hukum dapat merusak dasar moral yang seharusnya mendukung integritas sistem peradilan. Dengan tidak adanya keadilan dan transparansi, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum akan menurun. Oleh karena itu, kasus ini mempertegas pentingnya penerapan etika profesi yang ketat, baik untuk hakim maupun jaksa, demi menjaga keadilan yang adil, transparan, dan bebas dari pengaruh eksternal. (*)

*) Maria Celi Hunyang  lahir di Keliwai, Kalimantan Timur, 31 Maret 2004. Penulis memulai pendidikannya dari TK Pertiwi Keliwai dan dilanjutkan di SDN 08 Long Iram, kemudian menempuh pendidikan di SMPN 1 Long Iram, dan jenjang selanjutnya ke SMAN 1 Long Iram. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan S1 Jurusan Ilmu Hukum di Universitas Mulawarman Kota Samarinda Kalimantan Timur angkatan 2022.


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.