ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Perlu Dirintis Kampung Sehat Penyandang Disabilitas Mental

October 11, 2022 by  
Filed under Kesehatan

Share this news

BANJARBARU – Persoalan Pelik adanya pihak keluarga yang membuang para penyandang disabilitas mental atau yang sering diistilahkan dengan ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) menjadi persoalan tersendiri yang harus bisa diberikan pemahaman kepada semua pihak.

Sebagaimana diceritakan Menteri Sosial RI Tri Rismaharini, saat menyampaikan sambutan di Panti Pangudi Luhur Bekasi Jawa Barat saat Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) melalui hibrid Kamis, (6/10/2022) banyak orang yang membuang keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.

“Ada satu kasus, penyandang disabilitas mental ini sudah kembali sehat, sudah bisa menghitung, sudah bisa berjualan bahkan memiliki tabungan hingga Rp60 jutaan. Namun saat kami lakukan reunifikasi, atau diantarkan pulang ke keluarganya justru pihak keluarga menolak, tetapi duit tabungannya malah diambil,” papar Risma yang saat menjadi Walikota Surabaya pernah menampung lebih 3.000 penyandang disabilitas mental ini.

Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial memiliki Sentra-sentra (dulu diistilahkan Balai) yang tersebar di seluruh Indonesia dengan 31 Sentra sebagai unit pelaksana teknis untuk merehabilitasi penyandang disabilitas mental ataupun korban NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Bahan atau Zat adiktif lainya).

Namun tidak serta merta mereka mengambil penderita disabilitas tersebut dijalanan. Sebagaimana dijelaskan Badriyah, Kepala Sentra Budi Luhur Banjarbaru, Sabtu, (8/10/2022) sebagai Unit Pelaksana tehnis Kementerian Sosial yang membawahi Kabupaten/Kota di provinsi Kalimantan Selatan, sebagian kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Tengah antara lain Kabupaten/Kota Barito Selatan, Barito Timur, Barito, Kapuas, Katingan, Murung Raya, Pulang Pisau dan Kota Palangkaraya. Dan seluruh kabupaten/Kota di provinsi Kalimantan Utara (Kabupaten Bulungan, Tana Tidung, Nunukan, Malinau dan Kota Tarakan).

Badriyah – Kepala Sentra Budi Luhur Banjarbaru

“Kami bisa menerima penyandang disabilitas mental tapi kudu tenang dulu, setelah dirawat di RS Jiwa,” jelasnya.

Dijelaskan Badriyah, Kenapa sentra tidak langsung mengambil ODGJ, karena agar Dinas Sosial (Dinsos) di Kabupaten/Kota punya tanggungjawab terhadap permasalahan di wilayahnya.

“Kami bisa merawat ODGJ setelah tenang, dan punya penanggung jawab ketika OGDJ kami kembalikan lagi selepas masa rehabilitasi. Namun kebanyakan mereka ditolak warga,” jelasnya.

Nah semestinya Pemda c.q. Dinas Sosial (Dinsos) punya solusi penanganan pasca rehab. Misal dengan menyiapkan rumah untuk menampung ODGJ yang ditolak oleh keluarganya ataupun masyarakatnya.

Adanya penolakan reunifikasi ini membuat pemikiran Kepala Sentra Budi Luhur Banjarbaru memiliki gagasan untuk membangun “Kampung Sehat Mental”.

Kasus bebas pasung di Kabupaten Kapuas (6/10/2022) lalu, Dinsos bertanggungjawab untuk mengurus jika mereka dipulangkan pasca rehabilitasi.

Kemarin buka pasung kedua, ia sempat emosi saat keluarganya “menolak” jika yang bersangkutan dikembalikan.

“Sedih campur marah saya pak. Keluarga saja mau membuang, apalagi tetangganya, nungguin ke rumah sakit saja, ibu dan kakaknya tidak mau, dengan berbagai macam dalih. Rada tersulut sama keluarganya saya kemaren pak. Padahal sudah saya sampaikan, bahwa kemensos nanti akan beri bantuan UEP (Usaha Ekonomi Produktif-red),” jelas Badriyah.

Di Kapuas ada rumah singgah untuk penampungan ODGJ walaupun sifatnya sementara.

Kemaren Pak Kadisnya (Kepala dinas sosial kabupaten kapuas Budi Kurniawan-red) antusias saat saya akan dukung beberapa item bantuan untuk rumah singgah dan edukasi buat warga terkait cara memperlakukan ODGJ di wilayahnya. “Kami siap nampung untuk ODGJ setelah selesai rawat inap RSJ, sepanjang selesai rehab ada yg bertanggung jawab nerima kembali. Karena untuk reunifikasi, bisa dicover dari anggaran Sentra,” tandasnya.

Di Sentra Budi Luhur Banjarbaru hingga saat ini ada 8 orang yang dibuang keluarganya. Kami enggak bisa melacak karena mereka tidak bisa komunikasi. Ada satu yang bagus komunikasinya, tapi nggak mau menyebutkan asalnya. Sehingga mereka tetap tinggal di Panti Sentra Budi Luhur.

“Maka dari itu kita ke depan perlu dipikirkan membuat perkampungan penyandang disabilitas mental. Jadi penyandang yang tidak diterima keluarganya kita tempatkan dalam satu tempat terpusat, beri bantuan ekonomi produktif agar ada mata pencaharian, seperti hidup layaknya sebuah perkampungan. Karena selama di Sentra Budi Luhur mereka dilatih ekonomi kreatif, seperti membuat telor asin, produk olahan makanan roti lewat atensi kreasi tata boga. Jadi jika sudah normal bisa berusaha mandiri,” ucap Badriyah.(mun)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.