Telok Bangko, Awal Keresahan Menjadi Kelestarian Alam

October 18, 2025 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

Mangrove Telok Bangko

BONTANG– Pada tahun 1997, Telok Bangko adalah wilayah yang sepi dan memprihatinkan. Tinggal seorang diri di sana, seorang laki-laki yang sangat prihatin dengan alam itu, yakni Hadi Wioto. Ia menyaksikan kondisi alam yang sangat kumuh, dipenuhi sampah, dan mengalami abrasi parah. Siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan ini? Pertanyaan itu menggantung di udara, tanpa jawaban pasti dipikirannya.

Wilayah itu sebenarnya sudah dimiliki seorang tokoh tersohor di Kota Bontang dan sempat direncanakan untuk dijadikan tambak. Namun, keberadaan pemukiman serta kontaminasi limbah rumah tangga membuat rencana tersebut batal dan akhirnya lahan itu terbengkalai. Kondisi yang tak terurus membuat rumah-rumah warga sekitar mulai miring akibat abrasi.

Pada tahun 2009, dengan keberanian yang luar biasa, pria itu memutuskan untuk membeli lahan tersebut seharga 1,5 miliar rupiah. Sebuah angka fantastis pada masa itu.

“Jika bukan kita yang mengawalinya, siapa lagi? Jika saya hanya mengharapkan orang lain, siapa yang peduli?” ujarnya dengan penuh tekad.

Langkah berani ini adalah awal dari perubahan besar. Ia tak ingin membiarkan alam rusak tanpa perawatan. Di tengah tantangan besar itu, sinergi antara individu, pemerintah, dan dunia usaha mulai terjalin. Pada tahun 2019, Pupuk Kaltim mulai mencari lahan untuk pembibitan mangrove melalui pemerintah kelurahan setempat. Pemerintah kemudian menghubungi pria itu untuk berdiskusi.

Dengan tegas, ia menolak meminta biaya sewa atas lahan seluas 6 hektar itu selama proses pembibitan berlangsung, asalkan ada komitmen nyata dalam pelestarian lingkungan. Kesepakatan ini menjadi awal kerjasama yang kuat dan berkelanjutan.

Sinergi antara Pupuk Kaltim dan pengelola lahan, Hadi Wioto, terus berkembang. Sarana dan prasarana pendukung pun mulai terbangun dengan baik di kawasan mangrove ini. Manfaatnya sangat terasa, tidak hanya dari sisi lingkungan tetapi juga ekonomi masyarakat sekitar. Hadi bahkan membentuk Kelompok Kerja Telok Bangko yang melibatkan warga sekitar, memberikan mereka peran langsung dalam pengelolaan dan pelestarian lahan mangrove.

Di usianya yang kini 57 tahun, Hadi sudah mengelola kawasan ini sejak berumur 41 tahun. Awalnya, kondisi lokasi penuh dengan sampah dan banyak hewan mati akibat akumulasi limbah yang terbawa pasang surut air laut. Ia pun melakukan edukasi secara intensif kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke laut, meski awalnya banyak yang mengabaikan.

Tidak putus asa, Hadi mengajak anak-anak sekolah dasar di sekitar Telok Bangko untuk belajar langsung di kawasan mangrove sebagai bagian dari mata pelajaran muatan lokal dalam Kurikulum Merdeka. Harapannya, generasi penerus ini akan tumbuh dengan kesadaran lingkungan yang lebih tinggi, sehingga dalam 15 tahun ke depan mereka tidak lagi membuang sampah ke laut seperti kebiasaan orang tua mereka.

Tantangan edukasi juga cukup besar. Banyak orang tua yang masih meyakini bahwa sampah di laut tidak berpengaruh pada kehidupan. “Nenek moyang kami dulu juga membuang sampah ke laut, dan kami masih hidup, ” ujar Hadi menirukan perkataan warga yang acuh tentang sampah.

Namun, upaya terus dilakukan dengan pendekatan yang sabar dan berkelanjutan. Kini, Telok Bangko tak hanya menjadi kawasan pelestarian mangrove yang lestari, tapi juga tempat wisata edukasi yang menarik di Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang. Sinergi yang terjalin antara masyarakat, pemerintah, dan Pupuk Kaltim ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi dapat membawa perubahan positif bagi lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Telok Bangko bukan sekadar nama teluk yang ditumbuhi bakau atau yang dikenal masyarakat sebagai ‘Bangko’ melainkan simbol harapan baru bagi kelestarian alam dan sinergi pembangunan berkelanjutan di Bontang.

Dampak dari kerjasama yang terjadi untuk pelestarian alam ini, membuahkan hasil yang cukup manis bagi pihak Pupuk Kaltim maupun masyarakat sekitar, hal itu diakui oleh Perwakilan Pupuk Kaltim, Asisten vice Presiden Pembangunan Pupuk Kaltim, Ucin Maha Zaki.

Menurut Zaki, awalnya untuk mendukung dekarboksilasi perusahaan, namun saat ini berdampak dengan keseimbangan ekosistem yang ada di pesisir. Cukup banyak biota laut yang tumbuh serta beraktifitas di bawah pohon yang saat ini sangat dilindungi oleh pemerintah dunia.

Lokasi observasi HGB 65 yang merupakan area Pupuk Kaltim, sudah mulai dirasakan masyarakat berkat kerjasama dengan kelompok Toluk Bangko, sejak tahun 2021.

“400 ribu pembibitan mangrove di sepanjang pinggiran di area HGB 65 tersebut, telah tumbuh subur saat ini dan sangat bermanfaat bagi masyarakat, “ ujar Zaki dengan penuh keyakinan.

Dengan tumbuhnya mangrove, menambah biota laut, yang berada dibawah pohon mangrove mulai dari ikan, udang sampai dengan kepiting. Sehingga dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat sekitar area mangrove Toluk Bangko. (39)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    899303
    Users Today : 2003
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 747679
    Total Users : 899303
    Total views : 9546651
    Who's Online : 33
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05