Pedagang Seblak Menuai Mimpi,  Harapan yang Hidup dari Gratispol

November 19, 2025 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

SAMARINDA – Senyum itu muncul perlahan, seolah menembus kelelahan yang sudah lama dipikul. Muhammad Aliuddin, pria yang telah berpisah cukup jauh dari bangku kuliah, tiba-tiba merasakan hidupnya punya kesempatan kedua. Semua berawal dari satu kalimat singkat yang disampaikan seorang staf kampus UINSI Samarinda bahwa ada program beasiswa bernama Gratispol.

Kalimat yang bagi Aliuddin bukan sekadar informasi. Bagi Dirinya yang hidup dari dagangan seblak “Jajanan Anack Bapack,” kabar itu layaknya pintu yang terbuka di tengah tembok batas ekonomi.

“Rasanya seperti mendapat secercah harapan,” kenangnya, Rabu (19/11/2025).

Bukan harapan untuk sekadar kembali ke dunia akademis, tetapi harapan bahwa mimpinya tidak harus mundur hanya karena usia atau isi dompet.

Saat dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa Gratispol, ia tidak mengungkapkan panjang-lebar. Ia hanya berkata, “Sangat bahagia sekali.” Namun di balik kalimat pendek itu, ada rasa syukur yang meluap karena program ini bukan hanya mengurangi beban biaya kuliah, tetapi benar-benar menyelamatkan mimpi yang telah lama sengaja ditanggalkan.

Dengan pendanaan yang selama ini menjadi penghalang utama, Ali kini bisa duduk kembali di ruang kelas S2 Program Komunikasi dan Penyiaran Islam UINSI Samarinda, tanpa harus menggadaikan cita-cita pada keterbatasan.

Ali datang dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang sederhana. Dalam pikirannya dulu, melanjutkan jenjang kuliah adalah sesuatu yang rasanya sulit Ia kejar. Terlebih, sudah ada jeda 11 tahun antara dirinya dan pendidikan formal. Usia yang tidak lagi muda membuat mimpi itu terasa semakin jauh.

Ia sempat yakin bahwa pendidikan tinggi hanya milik mereka yang mampu secara finansial. Ia pun memilih berdagang seblak sebagai jalan hidup yang realistis. Namun kini jalan itu berbelok. Dari depan wajan panas, ia justru kembali memeluk ilmu.

“Program ini mengubah ketidakmungkinan menjadi kenyataan,” ucapnya pelan seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Gratispol, baginya, bukan sekadar bantuan pemerintah, tapi bukti bahwa negara hadir memberi kesempatan yang adil untuk belajar.

Kini Aliuddin memikul tekad baru, tidak hanya menyelesaikan studinya, tetapi membawa manfaat dari ilmu yang ia pelajari. Harapannya pun tumbuh untuk generasi berikutnya. Ia berharap Gratispol tidak berhenti pada satu angkatan atau satu periode jabatan.

“Jika program ini konsisten, kita dapat meminimalisir angka pengangguran dan meningkatkan daya berpikir kritis di tengah masyarakat,” tuturnya penuh keyakinan.

Kini di antara aroma cabai dan bumbu seblak yang ia masak setiap hari, ada harapan yang sedang ia ramu. Dari tangan yang terbiasa mengaduk wajan, kini ia juga mengaduk semangat untuk berkontribusi sebagai insan terdidik. Perjalanan ini tidak datang cepat, tidak pula terlambat.

Aliuddin berjalan pada waktunya, dengan Gratispol sebagai jembatan, dan Pemprov Kaltim sebagai kontraktornya serta seblak sebagai saksi bahwa perjuangan tidak pernah mengenal usia. (Adv/diskominfokaltim/yud)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    900226
    Users Today : 2926
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 748602
    Total Users : 900226
    Total views : 9561413
    Who's Online : 44
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05