Ayo! Kita Beli Hutan Bukit Soeharto

December 19, 2025 by  
Filed under Opini

Share this news

Catatan Rizal Effendi

LAGI seru di jagat media sosial isu ajakan membeli hutan. Datangnya dari kelompok pelestari lingkungan, Pandawara Group. Mereka melempar ide itu melalui akun Instagram, @pandawaragroup, hari Jumat (5/12) lalu.

“Lagi ngelamun, tiba-tiba aja kepikiran gimana kalo masyarakat Indonesia bersatu berdonasi beli hutan agar tidak dialihfungsikan,” tulis mereka.

Pandawara Group adalah kelompok pemuda inspiratif dari Bandung yang terkenal karena aksi bersih-bersih lingkungan (sungai dan pantai), yang mereka viralkan di medsos. Pandawa berarti lima saudara, sedang wara dalam bahasa Sunda artinya baik. Jadi Pandawara itu adalah “lima kebaikan.”

Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di tepi jalan nasional Balikpapan-Samarinda

Masyarakat terutama warga netizen pasti mahfum. Ide membeli hutan muncul lantaran adanya keprihatinan melihat nasib hutan di Indonesia yang sudah “terjual” dan “tergadai,” hingga menimbulkan bencana dan korban seperti terjadi di Sumatra.

Ternyata ide tersebut disambut antusias dari sejumlah kalangan artis dan pesohor. Penyanyi Vidi Aldiano dan Atta Halilintar tertarik ikut serta. Bahkan aktor Denny Sumargo sudah menyiapkan dana Rp1 miliar pertama untuk membeli hutan tersebut.

“Kalau kemudian akhirnya gagasan ini bisa terwujud, lucu juga ya. Gue punya saham hutan Rp1 miliar dan enggak akan gue tebang sama sekali. Ya karena untuk menjaga hutan kita,” kata Denny, yang akrab dipanggil Densu.

Terinspirasi dari gagasan Pandawara, saya ingin juga mengajukan usul dan mengajak kita semua patungan membeli Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto. Biar menjadi momentum masyarakat khususnya rakyat Kaltim lebih peduli terhadap hutan dan alam di sekelilingnya.

Sehubungan itu, ada beberapa alasan yang bisa menjadi pertimbangan mengapa kita harus membeli dan menyelamatkan Tahura Bukit Soeharto.

Pertama, lokasinya mudah dijangkau. Persis di pertengahan jalan nasional Balikpapan-Samarinda. Kawasan ini sebenarnya masuk wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), tapi lebih dekat dengan Samarinda dan Balikpapan. Malah sekarang masuk dalam kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Jadi mudah dilihat, didatangi dan diawasi.

Kawanan monyet mencari makan di tepi jalan sekitar kawasan Bukit Soeharto

Kedua, potensi hutan Bukit Soeharto sangat istimewa. Karena bagian dari jenis hutan hujan tropis yang kaya dengan pepohonan raksasa jenis Dipterocarpaceae serta satwa liar seperti monyet, orangutan, beruang madu, babi dan payau. Bukit Soeharto bisa menjadi laboratorium alam untuk berbagai penelitian dan pembelajaran lingkungan. Itu sebabnya Fakultas Kehutanan Unmul menjadikan Bukit Soeharto sebagai hutan pendidikan. Menteri LHK Prof Siti Nurbaya juga pernah menyatakan Bukit Soeharto akan menjadi koridor satwa di IKN. Malah di situ ada Wanariset yang menangani peliaran orangutan.

Ketiga, nama Tahura ini diambil dari nama presiden kita ke-2, Soeharto.  Di tahun 1968 dia pernah singgah di sana dalam perjalanan dari Balikpapan ke Samarinda. Ratu Beatrix dari Belanda juga pernah berkunjung. Ratu sangat memuji dan mengagumi keindahan dan keunikan hutan Bukit Soeharto. Presiden Jokowi juga pernah ke Bukit Soeharto ketika menentukan lokasi IKN. Jadi Bukit Soeharto sangat bersejarah dan penting keberadaannya.

Keempat, ini yang harus menjadi perhatian serius buat kita semua.  Meski berada di pinggir jalan dan mudah dijangkau, kondisi Tahura Bukit Soeharto sangat teraniaya dan menuju kehancuran. Baru-baru ini anggota DPRD Kaltim, Abdul Giaz singgah di sana. Dia sempat menyusuri hutan tersebut dan menunjuk beberapa titik hutan di Bukit Soeharto yang dibabat habis lalu dibakar. Padahal di situ ada pengumuman larangan. “Saya sedih,” katanya.

Pada tahun 2019, Doni Fahroni yang saat itu menjadi Kasi Perencanaan Pemanfaatan Hutan UPTD Tahura mengungkapkan, kawasan hutan Bukit Soeharto memang sudah rusak. Dari puluhan ribu hektare luasnya hanya 4.500-an hektare saja yang masih mengandung vegetasi alami sebuah hutan tropis. Sumber lain menyebut 71 persen dari areal Bukit Soeharto dalam kondisi kritis.

Sejak dulu Bukit Soeharto sudah dirambah tangan-tangan manusia. Survei tahun 2008 saja sudah mengetahui ada 32 ribu penduduk tinggal di sana. Apalagi sekarang. Mereka itu tak sekadar tinggal, tapi juga berkebun dan mencari hasil hutan.

Tahun 70-an masyarakat Bukit Soeharto terkenal sebagai penghasil lada. Sukses dan tiap tahun banyak yang berangkat umrah dan naik haji. Selain lada, ada juga yang menanam buah naga. Turus untuk lada dan buah naga umumnya dari kayu ulin yang mereka tebang semaunya di hutan Bukit Soeharto. Sebagian kayu ulinnya juga dijual ke luar karena harganya mahal. Padahal ulin termasuk jenis kayu yang dilarang ditebang.

Ketika terjadi musim kemarau tahun 1982, 1985, 1993 dan 1998, Bukit Soeharto ikut terbakar. Orang yang melintas di jalan bisa menyaksikan api merambat di mana-mana. Apalagi malam hari. Malah ada yang menjalar di dalam tanah karena ada batu baranya. Sempat ada titik api di lantai hutan berumur lebih 10 tahun.

Sekarang kawasan Bukit Soeharto diamuk dengan perkebunan kelapa sawit dan penambangan batu bara liar. Kabarnya di situ tersimpan 150 juta ton batu bara. Siapa yang tidak ngiler. Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin mengungkap, kerugian negara akibat tambang liar di Bukit Soeharto mencapai Rp5,7 triliun. Bayangkan, lebih dua atau tiga kali APBD Kaltim.

Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Dr Myrna Asnawati Safitri mengakui, Tahura Bukit Soeharto sekarang di bawah kewenangan Otorita IKN. Tetapi saat diterima kondisinya sebagian sudah rusak. Perambahan dan alih fungsi terjadi, selain dijadikan permukiman dan kebun masyarakat, juga ada kegiatan penambangan dan perkebunan sawit illegal. Ada juga jual beli lahan.

Menurut Myrna, sejak 2023 sudah dibentuk Satgas Gabungan dari Otorita IKN bersama Polda, Kodam, Kejati, Kemhut, ESDM dan Dishut. Hasilnya sudah ada penindakan. Tersangkanya diseret ke pengadilan. Khusus perambahan dan jual beli lahan dilakukan pendekatan persuasif. “Jika masih bandel ya kita lanjutkan ke Gakkum,” tandasnya.

Berkaitan dengan hutan pendidikan di Bukit Soeharto, kata Myrna, masih menjadi tanggung jawab Unmul. “Kita sudah berkomunikasi dengan Rektor untuk mencari opsi-opsi solusi terbaik,” jelasnya.

TIDAK MEMUNGKINKAN

Bukit Soeharto dirintis menjadi zona pelestarian sejak era Gubernur Kaltim A Wahab Sjahranie dan Erry Soepardjan pada tahun 1976-1978. Luasnya saat itu ditetapkan 33.760 hektare.

Kemudian atas instruksi Presiden Soeharto, Menteri Pertanian mengeluarkan SK Penetapan No 818/Kpts/Um/II/1982 sebagai Hutan Lindung pada 1982 dengan luas agak lebih kecil yaitu 27 ribu hektare.

Pada 1987, bagian dari kawasan Bukit Soeharto seluas 23.800 hektare diubah statusnya menjadi Hutan Wisata Alam (WA). Belakangan melalui SK Menhut luasnya ditingkatkan menjadi 64.850 hektare.

Setelah puluhan tahun berjalan baru pada tahun 2004 status Kawasan Bukit Soeharto diubah menjadi Taman Hutan Raya dengan luas 61.850 hektare. Kemudian luasan itu bertambah di 2009 menjadi 67.766 hektare berdasarkan SK Menhut No 577/Menhut-11/2009.

Bisakah hutan seperti Tahura Bukit Soeharto kita beli? Sepertinya tidak, meski ada  beberapa negara di antaranya Brazil dan Kosta Rika yang memiliki skema pembelian lahan oleh individu atau komunitas.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Dalam UU No 41 Tahun 199 tentang Kehutanan juga menyatakan bahwa seluruh kawasan hutan dalam wilayah Indonesia berada di bawah penguasaan negara.

Sekarang ini orang hanya bisa memanfaatkan hutan. Dulu izin pengusahaan hutan dinamai izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Tapi sekarang diubah menjadi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).  Sedang mereka yang mengelola tambang bentuk izinnya bernama Izin Usaha Pertambangan (IUP). Untuk izin Perkebunan kelapa sawit dinamai Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B). Rata-rata masa berlaku izin tersebut antara 20 sampai 35 tahun. Dan masih bisa diperpanjang.

Kalau kita tak bisa membeli hutan Bukit Soeharto, apa yang harus kita lakukan? Komitmen kita Tahura Bukit Soeharto harus diselamatkan.  Mungkin tata kelolanya harus diperbaiki. Lebih banyak melibatkan masyarakat dan dunia swasta. Soeharto sudah jadi pahlawan nasional, tinggal bukitnya yang kita butuh para pahlawan lingkungan. Siapa tertarik?(*)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    980620
    Users Today : 5107
    Users Yesterday : 4848
    This Year : 828996
    Total Users : 980620
    Total views : 10103574
    Who's Online : 151
    Your IP Address : 216.73.216.188
    Server Time : 2025-12-20