Jelai Kaltim Dibidik Jadi Komoditas Ekspor Bernilai Tinggi

December 4, 2025 by  
Filed under Kalimantan Timur

Share this news

SAMARINDA – Upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memperluas sumber pangan lokal kembali mengerucut pada satu komoditas yang selama ini nyaris terpinggirkan, jelai atau jelay. Tanaman yang dulu lekat dengan ritual adat Dayak itu dinilai memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpotensi menjadi pangan unggulan baru, sejalan dengan dorongan hilirisasi pertanian dalam agenda Jospol.

Alih-alih hanya menjadi bahan upacara adat, jelai kini mendapat perhatian karena peluang ekspornya terbuka lebar. Harga jual di Jepang dapat mencapai Rp400-450 ribu per kilogram, jauh lebih tinggi dibandingkan sejumlah komoditas pangan lokal lainnya.

Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Kaltim, Kosasih, mengatakan, jelai memiliki kandungan nutrisi yang kuat, terutama karbohidrat, sehingga layak diposisikan sebagai pangan alternatif bernilai komersial.

“Saya mengembangkan jelai itu sejak lama. Di kampung sering disebut hanjeli. Nutrisinya luar biasa, karbohidratnya tinggi, dan ini pangan lokal yang sebenarnya sudah lama ada,” ujarnya, Rabu (3/12/25).

Ia menambahkan, kebutuhan jelai di Jepang justru meningkat karena digunakan sebagai bahan sashimi dan sushi, membuat komoditas ini masuk kategori premium.

“Di Jepang harganya bisa Rp400.000 sampai Rp450.000 per kilogram. Di sana itu dipakai untuk menu premium,” jelasnya.

Kosasih menuturkan, ia pernah mengembangkan jelai di Bogor, Kaltim, hingga Kalteng, dan hasilnya selalu menunjukkan prospek yang baik. Bahkan, ia menyebut ada konsumen yang merasakan manfaat kesehatan dari konsumsi jelai.

“Dulu saya kemas seperempat kilo, jual Rp25.000 dan laku. Bahkan ada profesor yang rutin makan jelai dan gula darahnya membaik,” tambahnya.

Meski menjadi bagian dari tradisi Dayak, jelai mulai jarang dikenal generasi muda. Padahal, menurut Kosasih, tanaman ini bisa menjadi komoditas penting dalam ketahanan pangan daerah.

“Dulu acara-acara adat seperti Hudoq selalu pakai jelai. Sekarang generasi muda mulai lupa. Ini yang harus kita kenalkan lagi,” katanya.

Pada kerangka Jospol, hilirisasi pertanian menjadi salah satu prioritas utama. Jelai dinilai cocok dimasukan pada program diversifikasi pangan, pengembangan ekonomi desa, hingga industri olahan lokal.

Ia menegaskan, Kaltim memiliki banyak potensi yang bisa dikelola menjadi sumber pangan alternatif.

“Potensi kita banyak. Ada jelai, pisang kepok, singkong, jagung. Kalau dikelola serius, kita tidak perlu bergantung penuh pada beras. Jelai bisa jadi alternatif pangan unggulan,” ujarnya.

Dirinya berharap pemerintah daerah, pelaku usaha, hingga kelompok tani dapat melihat peluang ini secara lebih serius dan memberikan ruang bagi jelai untuk berkembang bukan hanya sebagai komoditas adat, tetapi juga produk ekonomi strategis.

“Ini pangan lokal kita. Dan ini bisa jadi peluang ekonomi besar bagi petani,” pungkasnya. (yud)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    898663
    Users Today : 1363
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 747038
    Total Users : 898663
    Total views : 9536413
    Who's Online : 27
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05