Mengurai Perselingkuhan dari Sisi Psikologis

December 20, 2025 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

SAMARINDA — Perselingkuhan terus menjadi fenomena yang hampir tak pernah surut dalam dinamika relasi antarmanusia. Bukan hanya sebagai masalah sosial, perilaku ini menyimpan kompleksitas psikologis yang mendalam, tak sekadar soal tindakan fisik di luar komitmen, tetapi juga interaksi emosi, motivasi, dan dinamika relasional yang berlapis.

Aktivis psikologi, Ilma Nuraeni, menyatakan  perselingkuhan harus dilihat dari dua perspektif utama, motif di baliknya dan aksi yang dilakukan. Menurutnya, tindakan perselingkuhan bagaikan “puncak gunung es”, yang tampak hanyalah bagian kecil dari keseluruhan struktur yang lebih besar di bawah permukaan.

“Perselingkuhan tidak terjadi begitu saja. Selalu ada dorongan psikologis yang mendahuluinya, baru kemudian diwujudkan dalam tindakan,” ujarnya.

Di Indonesia sendiri, perselingkuhan sering dikaitkan dengan keretakan hubungan yang berujung pada perceraian. Meskipun faktor-faktor lain seperti pertengkaran, ekonomi, dan kekerasan juga memengaruhi perceraian, perselingkuhan tetap menjadi salah satu pemicu utama dalam banyak kasus.

Menurut Ilma, salah satu motivasi kuat di balik perselingkuhan adalah ketidakpuasan emosional. Ketika kebutuhan untuk didengar, dihargai, atau dirasakan penting tidak terpenuhi dalam hubungan, seseorang sering mencari “cermin emosional” di luar relasi utamanya. Ini serupa dengan analogi “tabungan emosional” yang habis, sehingga seseorang mencari setoran baru di luar akun utama.

Faktor lain juga ikut mempengaruhi,  termasuk kejenuhan hubungan, komunikasi yang buruk dan minimnya kedekatan emosional, kebutuhan validasi diri yang tidak terpenuhi, tserta tekanan sosial dan eksposur media sosial yang memperlihatkan citra hubungan ideal tanpa konteks nyata.

Dampak perselingkuhan tak hanya dirasakan oleh pelaku dan pasangannya, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental secara signifikan. Penelitian menunjukkan korban sering mengalami, penurunan kepercayaan diri dan self-esteem, depresi dan kecemasan, gangguan stres pasca trauma relasional, keraguan tentang hubungan masa depan
hingga trauma interpersonal yang menimbulkan ketidakpercayaan mendalam.

Selain itu, studi menunjukkan, perselingkuhan juga dapat berdampak pada kualitas hubungan baru dan persepsi terhadap pernikahan secara keseluruhan  banyak korban melaporkan perasaan tidak aman atau penghindaran terhadap komitmen jangka panjang setelah mengalami pengkhianatan emosional.

Ilma menegaskan, perselingkuhan bukan sekadar dosa moral, tetapi fenomena kompleks yang harus dilihat dengan pendekatan psikologis dan empati. Komunikasi yang terbuka, kepercayaan yang diperkuat, serta intervensi profesional seperti terapi pasangan atau konseling relasional dapat membantu pasangan memperbaiki dinamika hubungan  meskipun tidak semua hubungan dapat diselamatkan.

“Perselingkuhan seharusnya dipandang tidak hanya sebagai pelanggaran komitmen, tetapi juga sebagai alarm bahwa ada kebutuhan emosional yang belum terpenuhi,” tutup Ilma. (intan)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    980591
    Users Today : 5077
    Users Yesterday : 4848
    This Year : 828966
    Total Users : 980590
    Total views : 10103467
    Who's Online : 193
    Your IP Address : 216.73.216.188
    Server Time : 2025-12-20