Perilaku Menyimpang Kian Tampak, Pakar Tekankan Peran Keluarga dan Kontrol Digital

December 20, 2025 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

SAMARINDA — Fenomena perilaku menyimpang yang semakin sering terlihat di ruang publik mendapat perhatian serius dari kalangan akademisi. Ilmuwan psikologi, Ilma Nuraeni, menilai gejala tersebut bukan muncul secara tiba-tiba, melainkan akumulasi dari pergeseran norma sosial, derasnya arus media sosial, serta melemahnya peran keluarga dalam pembentukan karakter anak.

Ilma menjelaskan, norma dan nilai sosial pada dasarnya bersifat dinamis, mengikuti perubahan zaman. Namun, ketika perubahan itu terjadi terlalu cepat tanpa disertai penyesuaian nilai, batas antara ekspresi diri dan penyimpangan menjadi kabur. Kondisi ini diibaratkan seperti kompas yang jarumnya masih bergerak, tetapi arah utamanya mulai sulit dibaca.

Ilma Nuraeni

“Hal-hal yang dulu dianggap tabu atau memalukan, kini justru mendapat ruang apresiasi. Saat masyarakat memaklumi tanpa filter yang jelas, perlahan terbentuk persepsi bahwa semua hal dapat dibenarkan,” ujar Ilma saat diwawancarai melalui sambungan telepon.

Media sosial, lanjut Ilma, berperan sebagai akselerator dalam proses normalisasi tersebut, terutama bagi anak dan remaja. Ia menilai, gawai saat ini bukan sekadar alat komunikasi, melainkan jendela besar yang terbuka lebar ke berbagai nilai, tanpa selalu ada tirai penyaring di dalamnya.

“Banyak orang tua berniat melindungi anak, tetapi pengawasan digital sering kali belum optimal. Tanpa pendampingan, anak menyerap konten mentah-mentah, menirunya, lalu menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar,” jelasnya.

Ia juga menyoroti perubahan standar moral yang dinilai semakin longgar. Menurut Ilma, ukuran benar dan salah kini kerap ditentukan berdasarkan kenyamanan pribadi, bukan kesepakatan nilai bersama. Kondisi ini berisiko membentuk individu yang mudah goyah dalam mengambil keputusan, seperti bangunan tanpa fondasi yang kokoh.

Meski demikian, Ilma menegaskan, perilaku menyimpang bukanlah kondisi yang tidak dapat diperbaiki. Pendekatan edukatif dan rehabilitatif, seperti terapi kognitif perilaku atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT), edukasi literasi gender dan seksual sejak dini, serta penguatan nilai moral dan spiritual, dinilai dapat menjadi langkah perbaikan.

“Kuncinya tetap ada pada lingkungan terdekat, terutama keluarga. Dukungan yang konsisten, disertai pembatasan konten media sosial yang tidak sehat, sangat menentukan arah perubahan perilaku,” pungkasnya.


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    978619
    Users Today : 3106
    Users Yesterday : 4848
    This Year : 826995
    Total Users : 978619
    Total views : 10098569
    Who's Online : 52
    Your IP Address : 216.73.216.188
    Server Time : 2025-12-20