Trauma, Patah Kaki Hingga Tewas Warnai Kasus Kekerasan Anak di Samarinda

November 28, 2025 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

SAMARINDA – Dunia pendidikan di Samarinda kembali diguncang insiden serius. Murid SD di Kawasan Kota Tepian harus naik meja operasi setelah tulang kakinya patah akibat tindakan kekerasan yang dilakukan dua teman sekelasnya. Kasus ini menambah daftar panjang perundungan di sekolah yang belakangan semakin mengkhawatirkan.

Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Kaltim (TRC PPA Kaltim), Rina Zainun mengungkapkan, peristiwa ini bukan kasus tunggal. Beberapa pekan terakhir, Samarinda mencatat tiga kasus kekerasan anak di sekolah. Seorang siswi SMA mengalami trauma mendalam hingga enggan kembali ke sekolah. Ada juga yang mengalami patah kaki bahkan ada siswa yang meninggal dunia akibat dugaan penganiayaan.

Pada kasus patah kaki yang dialami seorang siswa, insiden bermula ketika korban mencoba menenangkan seorang teman yang menangis. Alih-alih mereda, situasi justru berubah brutal. Dua siswa berinisial A dan B tidak terima dengan teguran tersebut. Salah satu dari mereka menampar korban, disusul cekikan dari pelaku lain. Serangan itu memuncak ketika mereka membanting tubuh korban hingga kakinya membentur dinding. Satu pelaku kemudian menindih tubuh korban, dan seketika terdengar bunyi patah yang membuat kaki korban tampak bengkok. Jeritan kesakitan anak 10 tahun itu sontak menggema di dalam kelas.

Rina Zainun mengungkapkan, ketegangan kini berlanjut pada proses mediasi. Meski demikian, hingga saat ini belum menemukan kesepakatan.

“Keputusan damai atau melanjutkan proses hukum berada di tangan keluarga korban,” kata Rina, Jumat (28/11/2025).

Rina menekankan, Tugas TRC PPA memastikan pendampingan penuh bagi korban, baik secara hukum, psikologis, maupun sosial. Namun, ia memberi penegasan sekolah tidak boleh hanya menjadi penonton.

“Kami minta pihak sekolah mengambil langkah nyata. Korban harus dilindungi, dan pelaku harus dibina dengan sanksi yang setara dengan perilaku yang mereka lakukan,” ungkapnya.

Pemberian sanksi bukan semata hukuman, tetapi pendidikan karakter agar anak memahami batasan dan konsekuensi.

“Kalau pelaku tidak mendapat sanksi, mereka bisa tumbuh dengan pikiran keliru bahwa kekerasan itu tidak berakibat apa-apa. Itu berbahaya,” tambahnya.

Pada kesempatan berbeda, Wali Kota Samarinda, Andi Harun menegaskan, setiap siswa yang merasa menjadi korban perundungan harus diberikan sarana pelaporan oleh masing-masing sekolah. Orang tua dari siswa yang melakukan tindakan tersebut akan langsung dipanggil dan diberikan surat pemberitahuan.

Ia juga meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) untuk berintegrasi dengan pihak sekolah, sehingga setiap insiden perundungan dapat segera diteruskan dan ditangani secara cepat.

Andi Harun turut mengajak para guru untuk berkomitmen mewujudkan zero bullying, di seluruh sekolah di Samarinda.

“Satu tindakan tidak kita tindaklanjuti, ingat disitulah kita mulai menghancurkan generasi,” tutupnya. (liesa)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    899145
    Users Today : 1844
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 747520
    Total Users : 899144
    Total views : 9542754
    Who's Online : 20
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05