ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Kutim Digenjot Jadi Kabupaten Kebudayaan

July 25, 2019 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

SANGATTA-Dinas Kebudayaan (Disbud) Kutai Timur (Kutim) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Kebudayaan melaksanakan seminar bertajuk Pelestarian Budaya Alat Musik Sapeq yang digelar di Ruang Meranti, Kantor Bupati Kutim, Kamis (25/7/2019). Kegiatan selama sehari itu dihadiri langsung Wabup Kasmidi Bulang, Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Dirjen Kebudayaan Nadjamuddin Ramly, Kepala Disbud Yusuf Samuel, dan sejumlah undangan lainnya.

DIGENJOT: Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Dirjen Kebudayaan Nadjamuddin Ramly menandatangani berita acara seminar disaksikan Wabup Kasmidi dan Kepala Disbud Kutim Yusuf Samuel. (Foto: Irfan)

Sejumlah poin positif mencuat dalam seminar yaitu bagaimana menggenjot Kutim menjadi Kabupaten Kebudayaan. Menurut Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Nadjamuddin yaitu Indonesia merupakan negara superpower budaya. Perihal inilah yang menjadi perhatian besar dari daerah untuk terlibat pro aktif dalam penelitian dan seminar-seminar mengenai kebudayaan salah satunya pelestarian alat musik sapeq.

“Ada dua warisan budaya, yakni Intangible cultural heritage dan Tangible cultural heritage. Terlebih Indonesia memiliki 34 Provinsi, 416 kabupaten, 98 kotamadya, 7.094 kecamatan, 8.480 kelurahan dan 74.957 desa. Itu belum jumlah suku sebesar 1.340 dan 719 bahasa daerah, memiliki tiga zona waktu dengan dua musim, yakni musim hujan dan kemarau” ungkapnya.

Alat musik Sapeq merupakan harta benda yang termasuk 819 budaya harta benda budaya, yang sudah ditetapkan sebagai karya harta benda budaya Nasional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan mencatat ada 12.000 karya harta benda. Pada 2019 ini akan ada sekitar 200 hingga 250 yang akan ditetapkan berupa Surat Keputusan oleh pihak Kementerian.

“Warisan Budaya Dunia dari Indonesia sudah ada 5, terakhir ditetapkan di Baku, Azerbaijan pada 6 Juli 2019 lalu, atau tempat dimana peristiwa banjirnya Nabi Nuh terjadi. Kelima warisan budaya dunia tersebut adalah Candi Borobudur, Candi Prambanan, Situs Manusia Purba di Sangiran, Sistem Subak yakni sistem pengelolaan air di Bali, dan sistem pertambangan Batubara jaman kolonial Belanda di Sawah Lunto,” terangnya.

Untuk di Kutim selain alat musik sapeq, keberadaan Goa Karts di Sangkulirang dapat menjadi salah-satu warisan budaya dunia baru. Jika memiliki perhatian pemerintah daerah dalam hal ini Pemkab Kutim, dengan kata lain ada pendanaan yang khusus dari pemerintah kabupaten untuk mengelolanya dengan serius.

“Goa Karst di Kutim dapat jadi warisan budaya dunia ke-6 dari Indonesia, yaitu asal ada pendanaan dan perhatian dari Pemkab Kutim menggunakan APBD. Untuk dikelola dengan baik dan cantik agar makin menarik minat wisatawan lokal dan asing, untuk berkunjung dan memanfaatkannya sebagai bagian dari wisata sejarah,” paparnya.

Sehingga Disbud Kutim harus gerak cepat untuk dapat mewujudkan perihal itu, sehingga pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Kaltim juga harus berkoordinasi dengan pihak-pihak tadi termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menggenjot terwujudnya harapan besar tersebut.

“Saya minta BPCB untuk segera bertindak, ini perintah langsung dari saya sebagai Dirjen Warisan dan Diplomasi,” tegasnya.

Sementara itu, Wabup Kasmidi menyambut baik gelaran kegiatan ini. Pemkab Kutim dalam hal ini mendukung alat musik sampe menjadi warisan budaya tak benda.

“Pemerintahan terus berkomitmen melestarikan, mensosialisasikan, memperkenalkan dan membangun warisan budaya tak benda tak hanya alat musik sampe. Kutim juga punya Lom Plai Muara Wahau , Pelas Tanah Sangatta Utara, hingga Pesta Laut di Muara Bengalon,” pungkasnya. (*/hm13)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.