ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Festival Literasi Dunia

March 5, 2022 by  
Filed under Opini

Share this news

Oleh : Maradona Sirajuddin,S.Pd.,M.Pd

Periode Globalisasi ini dunia pendidikan menjadi salah satu perhatian utama dunia. Peserta didik adalah manusia yang identitas insaninya sebagai subjek kesadaran perlu dibela dan ditegakkan. Melalui proses pendidikan yang bersifat ”bebas dan egaliter”. Peserta didik harus diperlakukan dengan hati-hati, demokratis, bebas melakukan tindakan belajar sesuai dengan karakteristiknya dan kreaktifan siswa menjadi unsur utama dalam menentukan hasil belajar.  Professor Muchlas Samani  UNESA dalam Seminar Nasional mengungkapkan bahwa “hasil penelitian dari Australia menggambarkan bahwa peserta didik yang duduk di kelas 2 Sekolah Dasar saat ini telah tertinggal 8 bulan dari sisi pemahaman materi belajar”. Bertolak dari hasil penelitian ini dapatlah kita renungkan bagaimana kelas-kelas lain yang ada di Indonesia. Masyarakat pembelajar, sekolah, rumah, dan lingkungan sekitar perlu memberikan dukungan dan motivasi yang kuat bagi peserta didik sebagai insan penerus generasi bangsa.

Maradona Sirajuddin,S.Pd.,M.Pd

Secara tidak langsung ketertinggalan ini menjadi objek bagi para mahasiswa dalam melakukan penelitian, baik melalui metode, model, dan aplikasi perangkat pembelajaran yang berbentuk digital. Secara subjektif penelitian mahasiswa cendrung mencari solusi dari prestasi belajar dan atau hasil belajar peserta didik yang masih dibawah kreteria ketuntasan minimal. Dari tahun- ketahun mahasiswa menemui suatu permasalahan yaitu metode dan atau model pembelajaran yang membosankan bagi peserta didik. Bertolak dari hal tersebut mahasiswa melakukan model dan metode pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi belajar dan atau hasil belajar peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian mahasiswa dari hari kehari bulan dan tahun guru cendrung monoton. Hal ini senada dengan ungkapan  Professor Syawal Gultom UNIMED  bahwa saat ini guru yang sudah mendapat sertifikasi hanya 20% yang menjalankan keilmuan profesinya dan hanya 5% yang konsisten.


Bertolak dari The Programme for International Student Assessment (PISA) yang berkedudukan di Paris, Prancis mengungkapkan kemampuan literasi sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara. Skor rata-rata tertinggi dicapai oleh Finlandia  dan terendah dicapai oleh Kyrgyzstan. Kemampuan literasi sains rata-rata siswa Indonesia tidak berbeda secara signifikan dengan kemampuan literasi sains siswa dari Argentina, Brazil, Colombia, Tunisia, dan Azerbaijan. Kemampuan literasi sains rata-rata siswa Indonesia lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kemampuan literasi sains siswa dari Qatar dan Kyrgyzstan. Dua negara yang berada dua peringkat di atas Indonesia adalah Mexico dan Montenegro.

Sementara itu Lembaga Internasional Lainnya yaitu TIMSS (Matematic) di Den Hag Belanda, Pengembangan tes dan angket dipusatkan di Boston, USA; penentuan sampel ditetapkan di Ottawa, Kanada; dan pemrosesan data dilakukan di Hamburg, Jerman, tersebut juga merupakan lembaga yang fokus melakukan penelitian dan fokus pada pengauasaan Matematika pada peserta didik kelas IX. Hasil kajian TIMSS yang diikuti oleh Dari 49 negara yang ikut serta dalam TIMSS, prestasi siswa Indonesia dalam matematika berada di urutan ke-36, dengan skor rata-rata Dalam pencapaian prestasi belajar Matematika, lima urutan terbaik dunia ditempati oleh Taiwan diikuti oleh Korea Selatan, Singapura, Hong Kong, dan Jepang. Kedudukan Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan dengan Siria, Mesir, Aljazair, Columbia, Oman, Palestina, Boswana, Kuwait, Alsavador, Saudi Arabia, Ghana, Qatar, dan Maroko.

Kemampuan literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-48 dari 56 negara. Skor rata-rata tertinggi dicapai oleh Korea dan terendah dicapai Kyrgyzstan. Kemampuan literasi membaca rata-rata siswa Indonesia tidak berbeda secara signifikan dengan kemampuan literasi membaca siswa dari Bulgaria, Serbia, Jordania, Romania, Brazil, Montenegro, Colombia, dan Tunisia. Kemampuan literasi membaca rata-rata siswa Indonesia lebih tinggi secara signifikan daripada kemampuan literasi membaca siswa dari Argentina, Azerbaijan, Qatar, dan Kyrgyzstan.

Berbagai macam persoalan dan tantangan dalam dunia pendidikan yaitu, gender, ekonomi, sosial, imigrasi, anggaran pendidikan, dan indeks bahagia. Tidak hanya itu tidak kalah penting adalah persoalan pendekatan pembelajaran, pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, lingkungan sekitar, dan kompetensi guru satu contoh guru biologi mengajar Fisika dan Kimia dan sebaliknya.
Rekomendasi
 Bertolak dari Singapura peserta didik diwajibkan menyelesaikan bacaan buku minimal 15 buku dalam waktu 6 bulan. Sementara itu di Amerika Peserta didik diwajibkan membaca buku minimal 18 buku dalam 6 bulan. Tidak kalah penting adalah rumah dan sekolah, rumah sebaiknya menyiapkan buku-buku yang sesuai dengan tingkat tumbuh anak. Sementara itu sekolah merupakan tempat harapan bagi orang tua, sebaiknya telah mempersiapkan sarana prasarana yang mendukung terwujudnya minat baca peserta didik. Untuk mereduksi kelemahan literasi pihak terkait dapat membuat sistem kurikulum semacam program wajib baca buku 10 buku pertahun setiap jenjang kelas.

Akhirnya guru hanya bisa merubah letak meja dan kursi dikelas, menempel poster di dinding, para guru tidak bisa memindahkan lingkungan sekitar peserta didik, tidak bisa menganti kepala sekolah, tidak bisa menelfon orang tua yang sedang bercerai untuk rujuk kembali, tetapi hal besar yang bisa dilakukan  yaitu guru dapat mempengaruhi peserta didik di kelas.

*) Penulis adalah Dosen Universitas Mulawarman


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.