ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Penataan Ruang Berwawasan Mitigasi Bencana, Minimalisir Dampak Bencana Alam

January 23, 2023 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

Arfan Arlanda (CEO dan pendiri Jejak.in), Yulia Astuti (Divisi Konservasi, Kompas Peduli Hutan (KOMIU) Sigi, Prasinta Dewi (Deputi Bidang Pencegahan BNPB dan Gita Syahrani (Kepala Sekretariat LTKL), saat berdiskusi pada kegiatan Konferensi Nasional Jurnalis Lingkungan Hidup (20/1) di Depok

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebaran kejadian bencana alam di Indonesia selama  1 Januari – 12 Desember 2022 sebanyak 3.350 kejadian yang didominasi cuaca ekstrim, banjir dan tanah longsor.

“Banjir menempati urutan teratas dengan 1.436 kejadian, disusul bencana cuaca ekstrim sebanyak 999, tanah longsor sebanyak 612, kebakaran hutan dan lahan sebanyak 250, gempa bumi sebanyak 26, gelombang pasang dan abrasi sebanyak 22, kekeringan sebanyak 4 dan erupsi gunung api sebanyak 1 kejadian,” ungkap Prasinta Dewi, Deputi Bidang Pencegahan BNPB pada Konferensi Nasional Jurnalis Lingkungan Hidup di Jakarta (20/1/2023) yang mengangkat topik “Mitigasi Bencana Berbasis Konservasi Ekosistem dan Tata Ruang”.

Bencana yang sering terjadi di daerah atau desa terpencil mendorong BNPB untuk berkordinasi dengan pejabat setempat dan secara kontinu melakukan edukasi kepada warga lokal agar mampu melakukan mitigasi bencana. Penataan ruang kawasan rawan bencana terbukti dapat dilakukan melalui pemanfaatan ruang pada level mikro.

Seluruh narasumber dan peserta  Konferensi Nasional Jurnalis Lingkungan Hidup (20/1) berfoto bersama

Sejumlah manfaatnya adalah penghindaran (menghindari pembangunan di daerah rawan bencana), pengamanan (mengamankan daerah terbangun di daerah rawan bencana), pemindahan lokasi (memindahkan lokasi kegiatan budidaya dari lokasi rawan bencana ke lokasi lebih aman), pembatasan intensitas ruang, dan perencanaan lokasi tapak serta konstruksi bangunan.

Upaya ini tentunya membutuhkan peran serta seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah, dan mempercepat adopsi gagasan, mengaktifkan aspek-aspek risiko bencana, serta upaya pencegahan.

Hal tersebut telah dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Siak, yang dilanda kebakaran lahan gambut pada sepanjang periode 2017-2019. Inovasi yang dilakukan adalah dengan membuat sekat kanal di halaman belakang rumah yang juga menjadi habitat ideal untuk ikan gabus berprotein tinggi.

“Jadi upaya penggunaan sekat kanal memberi dua manfaat sekaligus yaitu untuk pembudidayaan ikan gabus, sekaligus membasahi kembali lahan gambut yang kering untuk mencegah kebakaran gambut,” ungkap Drs. H. Alfedri, M.Si, Bupati Siak, Riau.

Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Gita Syahrani mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Siak yang nyata dalam mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan.

“Ekosistem di tiap kabupaten harus tetap terjaga, khususnya terkait kualitas tanah serta air yang baik, sebagai upaya pencegahan sekaligus untuk dapat menghasilkan ekonomi baru. Masyarakat lokal harus didorong dan didukung untuk turut menjaga dan merawat lingkungannya, yang berarti juga melakukan upaya memitigasi bencana, sekaligus menciptakan sumber penghasilan dan meningkatkan kesejahteraan warga,” jelasnya.

Mitigasi bencana dapat berjalan seiring dengan penciptaan nilai ekonomi baru dibuktikan juga oleh PT Alam Siak Lestari (ASL). Komunitas lokal ini menciptakan proyek HEAL Fisheries yang menargetkan sektor kesehatan dan nutrisi dengan valuasi pasar 6,5 Miliar USD secara global, yaitu dengan membangun laboratorium dan pabrik sendiri untuk mengembangkan produk turunan dari komoditas ramah gambut.

Upaya pelestarian alam, mitigasi bencana dan konservasi keanekaragaman fauna juga dilakukan oleh Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU). Di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, KOMIU yang berdiri tahun 2016 ini berinovasi membangun sistem mitigasi berbasis pemulihan ekosistem. Daerah ini terdampak langsung bencana gempa berkekuatan 7,7 SR yang diikuti dengan tsunami dan likuifaksi tahun 2018.

Yulia Astuti, Divisi Konservasi KOMIU Sigi mengatakan penanggulangan bencana tentu tidak bisa berjalan sendiri, demikian pula saat melakukan mitigasi bencana.

“Kami bersama-sama jejaring mitra yang lain, serta Pemerintah Kabupaten Sigi, melakukan penanaman bambu bronjong di aliran sungai. Inisiatif ini bertujuan untuk melindungi dan memperkuat struktur tanah, serta mengurangi gerusan di sekitar tebing sungai,” urainya.

Terobosan-terobosan di atas terbukti mampu mampu meningkatkan ketahanan wilayah secara mandiri, di tataran terkecil.

Seluruh pihak perlu cerdas menyiasati tantangan alam sebagai konsekuensi dari letak Indonesia di pertemuan empat lempeng tektonik (ring of fire/cincin api), berada pada sabuk vulkanik yang membentang dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara hingga Maluku, ancaman erupsi gunung berapi dengan potensi gempa bumi dan tsunami,

Beriklim tropis dengan dua musim yang rawan perubahan cuaca, rentan terhadap bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan), yang juga diperburuk oleh meningkatnya aktivitas ekonomi manusia dan ekploitasi sumber daya alam berskala besar – yang seluruhnya menurunkan daya dukung bumi bagi kehidupan manusia.(*)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.