DP2PA Sosialisasikan Pencegahan Kekerasan & Pernikahan Anak di SMKN 12 Samarinda

July 22, 2025 by  
Filed under Kalimantan Timur

Share this news

SAMARINDA – Upaya pencegahan kekerasan dan pernikahan usia anak kembali menjadi fokus perhatian di Kota Samarinda. Bertempat di SMK Negeri 12 Samarinda, Loa Buah, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda menggelar sosialisasi untuk para siswa, Senin (22/7/2025).

Hadir membuka kegiatan, Kepala DP2PA Samarinda Ibnu Araby. Ia didampingi Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DP2PA, Awe Ului beserta jajaran staf bidang perlindungan perempuan serta mahasiswa magang yang saat ini tengah praktik di DP2PA.

Dua narasumber dihadirkan untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada para siswa. Endro S. Efendi yang dikenal sebagai praktisi hipnoterapi dan pemerhati isu perlindungan anak, bersama Siti Aminah, seorang aktivis kesehatan masyarakat yang konsen pada isu perempuan dan anak.

Kepala SMKN 12 Samarinda, Prianto, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini di sekolah yang dipimpinnya. Ia mengakui pihak sekolah masih sering menghadapi persoalan kekerasan di lingkungan peserta didik.

“Terima kasih kepada DP2PA yang telah memberikan kesempatan bagi kami. Walaupun kami belum memiliki aula dan harus menggunakan ruang praktik, kami sangat bersyukur karena kegiatan edukatif seperti ini sangat bermanfaat bagi siswa,” ujar Prianto.

Dalam sambutannya, Ibnu Araby menegaskan pentingnya kesadaran bersama dalam upaya perlindungan anak. Menurutnya, Samarinda kini memang telah mengalami banyak kemajuan, namun tantangan kekerasan terhadap anak dan remaja tetap tinggi, terutama dengan pengaruh media sosial.

Berdasarkan data dari Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tercatat 123 kasus kekerasan di Samarinda dengan 166 korban, terdiri dari 16 laki-laki dan 159 perempuan dewasa. Sedangkan kekerasan terhadap anak mencapai 101 kasus, dengan korban laki-laki 16 orang dan perempuan 85 orang.

“UPTD kami mencatat ada 126 kasus kekerasan anak yang ditangani. Ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Persoalan kekerasan selalu bermula dari keluarga. Jangan salahkan sekolah, guru, atau lingkungan. Orang tua harus menjadi pihak utama dalam pola asuh dan perhatian pada anak,” tegas Ibnu.

Ia juga menyoroti masalah pernikahan dini yang kerap terjadi karena kehamilan di luar nikah dan persoalan ekonomi. Sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2019, usia minimal menikah adalah 19 tahun, tetapi usia idealnya adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

“Pusat Pembelajaran Keluarga kami sudah menangani sekitar 50 calon pengantin yang masih di bawah umur. Menikah di usia muda sangat berisiko tinggi terhadap KDRT, stunting, bahkan ketidaksiapan psikologis. Selain itu, kekerasan seksual pada anak juga seringkali dilakukan oleh orang terdekat di dalam keluarga,” jelasnya.

Ia berharap edukasi seperti yang dilakukan di SMKN 12 ini bisa menjadi gerakan berkelanjutan di sekolah-sekolah lain. Selain pemerintah, masyarakat juga harus berperan aktif dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan praktik pernikahan usia dini.

“Kami ingin ini jadi langkah awal perubahan bagi masyarakat. Semua harus bersama-sama membangun kesadaran agar anak-anak kita tumbuh dalam lingkungan yang aman dan sehat,” tutupnya. (esf)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    900058
    Users Today : 2758
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 748434
    Total Users : 900058
    Total views : 9558104
    Who's Online : 31
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05