Sistem Pembayaran Digital sebagai Katalis Pertumbuhan Nasional

July 26, 2025 by  
Filed under Opini

Share this news

Oleh: Dedy Mainata*

Era digital tidak sekadar menandai perubahan teknologi. Ia adalah transformasi struktural yang mengubah cara kita hidup, bekerja, dan bertransaksi. Dalam konteks perekonomian, sistem pembayaran digital menjadi tulang punggung infrastruktur baru yang menopang aktivitas ekonomi, sekaligus memperluas inklusi keuangan dan mempercepat pertumbuhan. Indonesia, dengan potensi demografi digitalnya yang besar, tengah menyaksikan loncatan sejarah dalam lanskap sistem pembayarannya.

Bank Indonesia melaporkan bahwa per April 2025, volume transaksi pembayaran digital telah mencapai 3,79 miliar kali, tumbuh 31,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui kanal digital banking bahkan menembus Rp6.721,57 triliun, naik 16,63 persen secara tahunan (year-on-year).

Peningkatan ini tidak hanya mencerminkan perubahan preferensi konsumen, tetapi juga menandai pergeseran fundamental dalam struktur ekonomi nasional menuju ekosistem berbasis efisiensi dan kecepatan.

Salah satu inovasi paling monumental dalam sistem pembayaran Indonesia adalah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Pada kuartal pertama 2025, tercatat 2,6 miliar transaksi QRIS dengan total nilai mencapai Rp262,1 triliun, melibatkan lebih dari 56 juta pengguna. Sebanyak 38,1 juta merchant telah mengadopsi QRIS, dan menariknya, 92 persen di antaranya adalah pelaku UMKM. Dengan kata lain, QRIS tidak hanya mendorong digitalisasi, tetapi juga menjadi jembatan antara sektor informal dengan ekosistem keuangan formal.

Di sisi lain, keberadaan BI-FAST yang merupakan sistem transfer dana real-time milik Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan. Hingga Mei 2025, BI-FAST mencatat 393,73 juta transaksi senilai Rp969,43 triliun, tumbuh hampir 40 persen dibanding tahun sebelumnya.

Transfer dana yang sebelumnya mahal dan lambat kini dapat dilakukan dalam hitungan detik dengan biaya sangat rendah. Ini memberikan efek domino, yaitu memperlancar arus kas rumah tangga dan pelaku usaha, menekan biaya ekonomi, dan memperkuat efisiensi nasional.

Lebih dari sekadar mempermudah transaksi, digitalisasi sistem pembayaran memperkuat tata kelola ekonomi secara menyeluruh. Data transaksi digital memberi Bank Indonesia dan otoritas fiskal kemampuan untuk memantau perilaku konsumsi masyarakat secara real-time, merespons inflasi secara lebih presisi, dan membentuk kebijakan berbasis data yang akurat.

Selain itu, digitalisasi memperluas basis pajak karena jejak transaksi yang tercatat secara sistematis, membantu upaya penertiban ekonomi bayangan (shadow economy) yang selama ini sulit dijangkau.

Namun demikian, tantangan yang dihadapi juga tidak kecil. Indeks literasi keuangan nasional memang telah meningkat menjadi 65,43 persen pada tahun 2024, namun artinya lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia masih belum memiliki pemahaman memadai tentang layanan keuangan digital. Ketimpangan literasi ini berisiko melahirkan kelompok rentan terhadap penipuan daring, penyalahgunaan data, dan eksklusi digital.

Selain itu, keamanan siber menjadi isu yang semakin krusial. Di tengah derasnya arus transaksi dan data, serangan digital pun meningkat. Regulasi perlindungan data pribadi yang kuat, standar enkripsi tinggi, serta edukasi publik mengenai keamanan transaksi harus menjadi agenda utama dalam pembangunan sistem pembayaran digital yang berkelanjutan.

Langkah Indonesia untuk memperluas QRIS lintas negara, seperti kerja sama dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura adalah terobosan strategis. Ini bukan hanya soal kemudahan transaksi wisatawan, tapi juga pembentukan ekosistem pembayaran regional yang terintegrasi, memperkuat arus perdagangan dan pariwisata di kawasan Asia Tenggara. Dalam jangka panjang, langkah ini akan memperbesar peluang ekonomi digital lintas batas dan meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam kancah regional.

Sistem pembayaran digital bukan semata alat transaksi. Ia adalah instrumen strategis pembangunan. Di tangan yang tepat dengan regulasi yang adaptif, infrastruktur yang andal, dan literasi yang merata, sistem ini akan terus menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi, penguat keadilan finansial, dan penopang daya saing nasional.

Indonesia telah memulai langkah besar. Kini saatnya memastikan bahwa semua elemen bangsa, baik itu pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat berjalan serentak, agar ekonomi digital benar-benar menjadi milik semua, bukan hanya milik mereka yang melek teknologi. Karena di era ini, pertumbuhan ekonomi tak lagi digerakkan oleh sekadar modal dan tenaga kerja, tapi oleh kecepatan, konektivitas, dan kepercayaan: semuanya kini ada di ujung jari.*

*) Dedy  Mainata adalah Staf Pengajar pada Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris  (UINSI) Samarinda.


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.

  • vb

  • Pengunjung

    901047
    Users Today : 367
    Users Yesterday : 3380
    This Year : 749423
    Total Users : 901047
    Total views : 9573867
    Who's Online : 47
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-06