Kasus DBD di Kaltim Jadi Sorotan

nyamuk aedes aegypti
SAMARINDA – Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur (Kaltim), dr. Jaya Mualimin, mengungkapkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi perhatian utama, terutama dengan tingginya curah hujan yang memicu peningkatan habitat nyamuk. Dalam pertemuan di Hotel Mercure Samarinda. Selasa (3/12/24).
“Kita harus gencarkan penerapan 3M Plus, yaitu menguras, menutup, dan mendaur ulang, ditambah langkah-langkah lainnya seperti memastikan lingkungan bebas genangan air. Selain itu, kami mendorong setiap rumah memiliki Juru Pemantau Jentik (Jumantik) agar masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan sekitar,” ujar dr. Jaya.
Menurut data Dinas Kesehatan Kaltim, wilayah dengan kasus DBD tertinggi adalah Kutai Kartanegara, Balikpapan, dan Samarinda. Meski demikian, angka kematian akibat DBD di provinsi ini masih di bawah ambang batas nasional, yaitu 0,21 persen.
“Kami bersyukur fasilitas kesehatan di Kaltim sudah cukup baik, sehingga angka fatalitas (case fatality rate) dapat ditekan. Standar keberhasilan adalah di bawah 0,5 persen, dan kita berhasil mencapai angka tersebut,” jelasnya.
Wilayah dengan kasus terendah berada di Mahakam Ulu, yang masih masuk zona hijau. Namun, terdapat beberapa daerah dengan tingkat kasus tinggi, bahkan mencapai 300 per 100.000 penduduk.
Selain upaya pencegahan, Dinas Kesehatan juga terus mendorong vaksinasi DBD sebagai langkah proteksi. Vaksinasi saat ini diprioritaskan untuk anak-anak usia di bawah 12 tahun, namun rencana perluasan untuk dewasa sedang disiapkan.
“Kami mengimbau masyarakat yang memenuhi syarat untuk segera mendaftarkan diri di puskesmas terdekat. Vaksinasi ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh, khususnya pada kelompok umur yang rentan terkena DBD,” tambahnya.
Dr. Jaya juga meminta dukungan dari media untuk menyosialisasikan pentingnya pencegahan DBD dan vaksinasi kepada masyarakat.
“Media punya peran penting untuk mengedukasi masyarakat. Dengan informasi yang benar, kita bisa memutus mata rantai penularan nyamuk,” tutupnya.
Pemprov Kaltim berharap upaya terpadu ini dapat menekan kasus DBD dan memastikan kesehatan masyarakat tetap terjaga di tengah tantangan cuaca yang berubah-ubah. (yud/adv)
Universitas Mulawarman Latih Kader Posyandu Lansia
SAMARINDA – Tim dosen Universitas Mulawarman (Unmul) melaksanakan pelatihan coaching kader posyandu lansia. Pelatihan ini melibatkan peran aktif kader kesehatan lansia, dosen dan mahasiswa Universitas Mulawarman.
Ketua Tim Pengabdian Masyarakat, Bahtiar menyampaikan kader diberikan pelatihan mengelola posyandu lansia sesuai standar dan pelatihan keterampilan layanan home visit. Ini merupakan kegiatan pengabdian masyarakat kepada kader posyandu lansia dan merupakan salah satu bentuk Tri Darma perguruan tinggi yang dilaksanakan tim pengabdian masyarakat Universitas Mulawarman dengan dana hibah pengabdian masyarakat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek RI.
Dijelaskan Bahtiar, pelatihan kepada kader posyandu lansia ini merupakan bentuk peningkatan kapasitas, kemampuan dan keterampilan bagi kader agar bisa lebih baik lagi. Kader merupakan salah satu ujung tombak kesehatan di masyarakat sehingga mereka perlu diberikan pembimbingan dan pengetahuan tentang manajemen pengelolaan posyandu yang selama ini masih sangat jarang diberikan kepada para kader kesehatan.
“Terselenggara atas dukungan anggota tim, yaitu Khumaidi dan Andi Ismail Lukman, sehingga pengabdian tersebut berjalan lancar dan sukses,” kata Bahtiar.
Kegiatan itu turut melibatkan mahasiswa Program Studi (Prodi) D3 keperawatan dan S1 Keperawatan, Fakultas kedokteran Unmul.
“Keterlibatan mahasiswa ini sebagai bentuk implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Kolaborasi dilakukan dengan mitra Posyandu Lansia Melati Lempake tepian Kelurahan Gunung Lingai Kota Samarinda,” tuturnya.
Pengabdian tersebut dilaksanakan selama dua hari, pada Kamis (10/10) dan Rabu (16/10) di Posyandu Melati Lempake Tepian yang diikuti oleh 5 orang kader posyandu lansia. Pelatihan hari pertama dimulai dengan pendalaman masalah dengan pendekatan coaching melalui instrumen yang telah diberikan tim pengabdi. Selanjutnya diakhiri dengan menyimpulkan bersama masalah yang akan diatasi bersama agar tata kelola posyandu lansia lebih baik.
Pada pelatihan hari kedua yakni memberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai layanan kunjungan home care melalui kemampuan melakukan pemeriksaan tekanan darah, asam urat, gula darah dan kolesterol. Selain itu, dilakukan pula serah terima alat-alat kesehatan untuk melengkapi sarana dan prasarana posyandu lansia melati lempake tepian.
“Penyediaan alat-alat kesehatan dasar bagi posyandu lansia melati diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan kesehatan di posyandu dan pada saat melakukan kunjungan rumah bagi lansia yang sakit dan tidak mampu berkunjung ke posyandu lansia,” pungkasnya. (**)
Dinkes Kaltim Pastikan Tidak Ada Laporan Kasus Keracunan Jajanan Impor Latiao
SAMARINDA – Menyusul penarikan jajanan impor asal China, Latiao, dari pasaran oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI akibat kontaminasi bakteri Bacillus cereus, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur memastikan belum ada laporan kasus keracunan terkait produk tersebut di wilayah Kaltim.
“Hingga saat ini tidak ada laporan kasus keracunan makanan impor di Kalimantan Timur. Meski demikian, kami tetap meningkatkan pengawasan agar kejadian serupa tidak terjadi di wilayah ini,” ujar Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, Selasa (26/11/2024).

Kelapa Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin
Bakteri Bacillus cereus diketahui dapat menghasilkan racun yang menyerang sistem saraf, menyebabkan gejala seperti mual, muntah, diare, hingga sesak napas. Produk yang terkontaminasi bakteri ini diduga menjadi penyebab beberapa Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di beberapa daerah di Indonesia.
Sebagai langkah antisipasi, Dinkes Kaltim mengandalkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau Early Warning Alert Response System (EWARS) untuk memantau potensi ancaman kesehatan.
“SKDR memungkinkan kami untuk mendeteksi dan merespons lebih cepat jika terjadi kasus yang berpotensi menjadi wabah atau KLB, termasuk keracunan makanan,” jelas Jaya.
Sistem ini dirancang untuk memantau penyakit menular, risiko makanan, serta kondisi lingkungan yang dapat memicu masalah kesehatan masyarakat. Dengan SKDR/EWARS, Dinkes Kaltim optimistis mampu menjaga keamanan pangan dan mencegah ancaman kesehatan di Kaltim.
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan memastikan masyarakat Kaltim terlindungi dari potensi bahaya kesehatan,” tutupnya. (jal)
Dinas Kesehatan Kaltim Dorong Edukasi Gizi Sebagai Solusi Jangka Panjang Cegah Stunting
SAMARINDA – Dinas Kesehatan Kalimantan Timur (Dinkes Kaltim) menegaskan pentingnya edukasi tentang gizi kepada masyarakat, terutama pada keluarga dengan anak-anak usia dini dalam upaya menekan angka stunting. Kepala Dinkes Kaltim, Dr. dr. H. Jaya Mualimin, mengungkapkan, rendahnya kesadaran terhadap pengolahan makanan bergizi menjadi salah satu penyebab utama stunting.
“Banyak keluarga yang masih belum paham cara mengelola makanan bergizi. Hal ini mengakibatkan anak-anak mereka tidak mendapat nutrisi yang cukup meskipun makanannya terlihat sehat,” ujar Dr. Jaya, Selasa (26/11/2024).
Ia menyoroti pentingnya mengajarkan pola makan sehat kepada masyarakat, terutama ibu hamil dan ibu dengan anak usia balita. Menurutnya, salah pengolahan makanan sering kali menghilangkan kandungan gizi penting, sehingga kebutuhan nutrisi anak tidak terpenuhi secara optimal.
“Edukasi ini harus menyentuh hal-hal dasar seperti cara memasak yang benar dan pentingnya bahan makanan berkualitas. Dengan begitu, anak-anak akan tumbuh dengan gizi yang cukup dan risiko stunting dapat ditekan,” tambahnya.
Selain literasi gizi, Dinkes Kaltim juga menekankan pola asuh yang baik, seperti pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama, serta makanan pendamping ASI yang sesuai. Ia juga mengingatkan perlunya menjaga lingkungan rumah yang bersih dan sehat untuk mendukung tumbuh kembang anak.
“Kita perlu pendekatan menyeluruh, mulai dari peningkatan pola pikir hingga pola asuh dan lingkungan. Ketiganya harus berjalan beriringan agar upaya pencegahan stunting lebih efektif,” jelasnya.
Melalui program edukasi gizi yang terus digalakkan diharapkan masyarakat Kaltim dapat lebih sadar akan pentingnya nutrisi dalam mendukung pertumbuhan anak, sehingga generasi mendatang dapat tumbuh lebih sehat dan berkualitas. (adv diskominfo kaltim)
Risiko Stunting Bisa Dideteksi Saat Lahir
SAMARINDA – Stunting, yang sering dianggap hanya sebagai masalah akibat kekurangan gizi setelah lahir, sebenarnya bisa dimulai sejak dalam kandungan. Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur (Dinkes Kaltim) Jaya Mualimin menjelaskan, risiko stunting bisa dideteksi sejak bayi lahir.
“Bayi dengan berat lahir di bawah 2.500 gram atau panjang badan kurang dari 48 cm sudah menunjukkan tanda awal stunting, yang berarti masalah gizi sudah muncul sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan 1.000 hari pertama kehidupan, dimulai dari kehamilan hingga usia dua tahun,” ungkap Jaya Mualimin, Senin (25/11/2024).
Jaya menambahkan, pola makan ibu hamil sangat memengaruhi perkembangan janin. Ibu yang kurang mengonsumsi makanan bergizi atau merokok dapat berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, yang langsung masuk kategori stunting.
“Ibu hamil yang merokok dapat melahirkan bayi dengan berat badan yang tidak optimal. Hal ini meningkatkan risiko stunting sejak lahir. Oleh karena itu, ibu hamil harus menjaga pola makan dan menghindari kebiasaan buruk agar janin dapat tumbuh dengan baik,” tegasnya.
Ia menjelaskan, pengukuran berat dan panjang bayi saat lahir penting untuk deteksi dini potensi stunting. Jika hasilnya di bawah standar, intervensi gizi harus segera dilakukan agar bayi dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhannya selama 1.000 hari pertama kehidupan.
“Masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun adalah masa yang sangat penting. Oleh karena itu, pengukuran berat badan dan panjang bayi saat lahir menjadi langkah awal untuk memantau risiko stunting,” tambah Jaya.
Setelah usia dua tahun, faktor lingkungan lebih berperan, dan intervensi menjadi lebih mendesak pada masa 1.000 hari pertama karena setelah itu pertumbuhan anak lebih sulit diubah. Setelah usia lima tahun, faktor genetik mulai berpengaruh dan stunting tidak lagi diukur dalam survei. Namun, jika anak mengalami stunting sejak dini, dampaknya dapat bertahan seumur hidup.
Ia mengimbau agar masyarakat, terutama ibu hamil, rajin memeriksakan kandungannya dan memperhatikan asupan gizi. Pengukuran berat dan panjang bayi yang sesuai standar akan membantu mencegah stunting sejak awal.
“Kami berharap kesadaran masyarakat meningkat, khususnya ibu hamil, untuk menjaga asupan gizi agar risiko stunting bisa diminimalkan. Dengan deteksi dini dan langkah pencegahan yang tepat, kita dapat menurunkan angka stunting di Kalimantan Timur dan memastikan anak-anak kita tumbuh sehat,” pungkasnya. (jal)