ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Gubernur Inginkan Pusat Rehabilitasi Narkoba Kaltim Segera Beroperasional

July 4, 2013 by  
Filed under Kalimantan Timur

Share this news

SAMARINDA – vivaborneo.com, Gubernur Kaltim, H Awang Faroek Ishak menginginkan pusat rehabilitasi ketergantungan narkoba Kaltim segera beroperasional. Masalahnya, penanganan kasus korban pengguna narkoba hingga saat ini masih ditampung di lembaga pemasyarakatan (Lapas) bersama dengan  kasus lainnya. Padahal untuk penanganan pengguna narkoba.  

Dikatakan, setiap mengunjungi Lapas sebagian besar penghuninya adalahpengguna narkoba. Kedepan diharapkan tidak ada lagi kondisi seperti itu dijumpai, jika pusat rehablitasi yang dibangun di Kaltim segera beroperasio,” harap Gubernur Faroek melalui Asisten II Sekprov Kaltim, HM Sabani saat menerima kunjungan kerja rombongan Badan Narkotika Nasional (BNN) ke Pemprov Kaltim, di Ruang Rapat Gubernuran Kaltim, Samarinda, Kamis (4/7).

Rombongan jajaran BNN dipimpin Kepala BNN, Komjen Pol Anang Iskandar. Hadir saat itu jajaran pejabat terkait lingkup Kaltim, Kapala BNNP Kaltim, Kombes Pol Maridup Samosir Pakpahan beserta jajaran, Kapolda Kaltim, Brigjen Pol Dicky Atotoy, Kapolresta Samarinda,  Kombespol Arief Prapto Santoso, dan yang mewakili Danrem 091/ASN serta Kajati Kaltim.

Menurutnya, percepatan operasioanal pusat rehablitasi tersebut dinilai merupakan bentuk komitmen Pemprov Kaltim memerangi penyalahgunaan dan peredaran narkoba di kaltim. Terlebih informasi Kepala BNN menyebut bahwa sakarang penanggulangannya sudah harus menggunakan paradigma baru. Yakni lebih menitik beratkan tindakan memutus rantai peredarannya dengan menyembuhkan pengguna melalui rehabilitas.

Karenanya, pihaknya menaruh harapan besar kunjungan kerja BNN memberi pencerahan terhadap upaya antisipasi perang melawan narkoba. Apalagi seperti diketahui Kaltim punya prestasi buruk dalam penyalahgunaan dan peredaran narkoba yang menduduki peringkat tiga nasional setelah DKI dan Kepri dengan prevalensi 3,1 persen atau sekitar 77.884 orang dari 4 juta pengguna se Indonesia. Sehingga kondisinya menghawatirkan dan perlu dikhawatirkan.

“77.884 orang itu baru yang teridentifikasi. Belum lagi yang tidak teridentifikasi. Karenanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menjadi maslaha menghawatirkan yang butuh tindakan penaggulangan tepat secara terpadu lintas sektor terkait,”katanya.

Sebab untuk mewujudkannya tidak bisa sendiri. Tapi harus sinergi antar kelembagan lantaran kondsi letak geografis Kaltim yang luas dan berbatasan dengan negara tetangga.
Pihaknya juga berharap kunjungan kerja tersebut dapat menumbuhkan langkah menururnkan prestasi buruk tersebut secara progresif.

“Jika tidak bisa secara progresif, paling tidak secara bertahap. Yang jelas harus ada upaya nyata untuk menurunkan peringkat tersebut,” katanya.

Sementara Komjen Pol Anang Iskandar menjelaskan, paradigma baru dimaksud intinya menyeimbangkan tindakan hukum bagi pengedar dan produsen dengan upaya penyembuhan melalui rehablitasi. Sebab perang melawan narkoba melalui pendekatan hukum sudah mulai ditinggalkan lantaran keberhasilannya sudah mulai diragukan, sehingga gunakan paradigma baru menyembuhkan pengguna.

“Jika pengguna yang 4 juta itu sudah nol, maka tidaka akan ada yang beli narkoba. Pada saat itu produsen dan pengedar narkoba akan terjerembab lantaran sudah tidak ada yang membeli,” katanya.

Secara teknis sesuai peraturan perundang-undangan terkait tindakan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara penanganan, yaitu melalui tangkap paksa pengguna dengan bekerjasama aparat keamanan untuk kemudian menjalani hukuman rehabilitasi dab secara sadar melapor ke layanan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang ditetapkan di masing-masing daerah.

“Tangkap tetap semangat, tapi rehabilitasi juga sama semangatnya,” sebutnya. Kedepan pihaknya juga berangan-angan agar tempat rehabilitasi medis dan sosial bagi pengguna disetiap instansi untuk penaggulangan pekerja yang terjerumus menjadi pengguna narkoba. Jangan sampai sudah jadi korban, harus menerima hukuman dari instansi bersangkutan karena menjadi pengguna. Tindakan seharusnya menyembuhkan, bukan dipecat,” serunya.

Sementara Brigjen Pol Dicky Atotoy mengaku sepakat bersinergi antar intitusi melaksanakan paradigma baru tersebut. “Jika hanya melalui pendekatan hukum bisa bertambah. Saya sependapat tindakannya menyembuhkan pengguna. Tapi tetap pengejar produsen dan pengedarnya,” katanya seraya menyebut Polri sejauh ini masih menggunakan pendekatan hukum.

Pihaknya mengaku pendekatan hukum yang selama ini dilakukan belum optimal. Semakin banyak ditangkap, tapi tidak mengurangi pengguna narkoba. Di kaltim setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Setiap tahun kenaikannya sekitar 800 pelaku.

“Sekarang sudah 1.100 an lebih kenaikannya. Karenanya kita sepakat bersinergi menggunakan pendekatan paradigma baru dimaksud,” tukasnya. (vb/arf)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.