ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Peluang Pengembangan Rumah Produksi Bersama Disperindagkop dan UKM Kaltim

October 19, 2023 by  
Filed under Kalimantan Timur

Share this news

JAKARTA – Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi (Perindagkop) dan UKM Provinsi Kaltim menjajaki kemungkinan membangun sejumlah Rumah Produksi Bersama (RPB) untuk mewujudkan hilirisasi berbagai produk unggulan di Benua Etam.

Hilirisasi ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk memberikan nilai tambah produk-produk unggulan di Indonesia.

Demi memuluskan rencana tersebut, Kepala Disperindagkop dan UKM Provinsi Kaltim memimpin langsung upaya pengumpulan berbagai informasi terkait RPB atau factory sharing ke Kementerian Koperasi dan UKM, serta para mitra terkait lainnya di Jakarta.

“Kami ingin mengumpulkan banyak informasi terkait rencana RPB ini. Kami ingin memaksimalkan berbagai potensi menjadi produk bernilai tambah dan menguntungkan masyarakat Kaltim,” kata Kepala Disperindagkop dan UKM Kaltim Heni Purwaningsih saat berkunjung ke Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Salah satu produk potensial yang menjadi bagian dari rencana pengembangan RPB ini adalah CPO atau crude palm oil.

Heni menguraikan, selama ini Kaltim menjadi penghasil CPO terbesar secara nasional. Namun sayangnya, CPO yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit di Kaltim itu hanya diperdagangkan dalam bentuk bahan mentah.

Potensi lainnya yang dipunyai Kaltim adalah hasil perikanan. Ikan-ikan yang berasal dari budidaya dan tangkap, lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah.

“Padahal ikan-ikan itu bisa diolah menjadi tepung ikan misalnya,” jelas Heni.

Potensi lainnya antara lain rumput laut, ikan asin dan udang. Ada pula hasil pisang kepok dan karet.

Kementerian Koperasi dan UKM sendiri sudah membangun sejumlah RPB di Indonesia dan menjadi major project.

Tahun 2022 major project pengelolaan terpadu UMKM bersinergi dengan program Bappenas dan kementerian/lembaga terkait lain. Terdapat tiga lokasi  RPB yakni di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) berupa biofarmaka, pengembangan sapi di NTT dan kelapa di Minahasa Selatan.

Sedangkan tahun ini terdapat sejumlah RPB yang sedang dikembangkan. Di antaranya berada di Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Bali, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan NTT.

“Karena itu kami perlu melakukan konsultasi ke sini,” sebut Heni.

Saat kunjungan itu, rombongan Kaltim mendapat penjelasan teknis dari Jafung Ahli Madya Kemenkop dan UKM Hidayat Putra Utama, Analis Kebijakan Muda Rantai Pasok Winda dan   Ratna, Analis Kebijakan Pengembangan Kawasan.

“Rencana hilirisasi lewat RPB yang akan dilakukan Kaltim ini bagus sekali. Apalagi nanti kita juga akan pindah ke IKN. Kita sangat mendukung,”  kata Winda.

Namun demikian, masih banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk dapat membangun RPB ini. Antara lain diperlukan studi keyakan, detail engenering desain (DED) dan komitmen banyak pihak.

Selain studi kelayakan, lahan rencana RPB nantinya pun harus clean and clear. Misal, jika kabupaten yang memiliki lahan, maka usulan ke pusat juga harus dilakukan oleh kabupaten. Lahan yang diusulkan juga harus dilengkapi dengan dokumen (sertifikat lahan) serta beberapa persyaratan lain.

“Harus juga ada sharing APBD. Misalnya, untuk pengurukan lahan, jalan akses, telekomunikasi dan lain-lain,” tambah Winda.

Sementara untuk pengelolaan RPB, disarankan dilakukan oleh koperasi. Hal ini sangat baik sekaligus untuk memberdayakan koperasi setempat.

Bukan hanya membangun pabrik dan sarana pendukung hilirisasi lainnya, hal penting yang seharusnya dikawal sejak awal adalah terkait ekosistem bisnis RPB nantinya.

“Jadi bukan hanya membangun fisiknya, tapi proses ekosistem bisnisnya pun harus dihitung sejak awal. Bukan hanya mendirikan fisik RPB, tapi proses bisnisnya setelah bangunan dan setelah peralatan mesin dipasang,” tambah Hidayat.

Perencanaan kegiatan ini akan diawali pada 2024 untuk melakukan kajian awal dengan melibatkan akademisi Universitas Mulawarman dan TGUP3 Kaltim. Tahun 2025-2026 proses pembangunan RPB dan setelah beroperasi sekitar setahun, selanjutnya operasional akan dipercayakan kepada koperasi.

Selain studi kelayakan, juga diperlukan komitmen dari para pelaku usaha yang akan memanfaatkan dan menentukan pasarnya ke depan.

Kehadiran RPB bukan hanya akan memberi nilai tambah produk-produk unggulan Kaltim, tetapi juga memutus mata rantai produksi dan memecahkan kesulitan UMKM selama ini khususnya terkait konsistensi pemenuhan kebutuhan bahan mentah. (sam)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.