ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Mengingatkan Kematian Sebuah Nasehat

December 11, 2020 by  
Filed under Opini

Share this news

DIRIWAYATKAN oleh Muslim bahwa Abu Hurairah berkata, “Nabi berziarah ke kubur ibunya. Beliau menangis, dan orang-orang di sekitar beliau juga ikut menangis. Beliau bersabda, Aku minta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan baginya, tetapi Dia tidak mengizinkan aku. Lalu, aku minta izin kepada-Nya untuk berziarah ke kubur ibuku dan Dia memberikan izin kepadaku. Oleh sebab itu, berziarahlah ke kubur, karena ia dapat mengingatkan kematian.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (sebuah hadits dhaif) dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda, “Aku pernah melarang kalian dari ziarah kubur. Maka, berziarah kuburlah kalian, karena hal itu dapat membuat kamu zuhud terhadap dunia dan mengingat akhirat.

Berdasarkan kesepakatan para ulama, ziarah kubur bagi kaum laki-laki itu hukumnya boleh. Tetapi, mereka berbeda pendapat tentang masalah ini bagi kaum wanita. Bahkan, bagi kaum wanita yang masih muda, hukumnya haram.

Ada juga yang berpendapat boleh hukumnya ziarah kubur bagi semua kaum wanita, asalkan mereka tidak berbaur dengan kaum laki-laki. Menurut pendapat ini, sabda Nabi, “Berziarah kuburlah kalian”, adalah bersifat umum. Mengenai ziarah kubur pada waktu atau di tempat yang bisa menimbulkan fitnah akibat berbaurnya kaum laki-laki dan wanita, hal itu tidak diperbolehkan dan tidak halal. Tetapi, misalkan ada seorang laki-laki sedang ziarah kubur, dengan tujuan mendapatkan pelajaran dari padanya, lalu secara tidak sengaja pandangan matanya tertumbuk pada seorang wanita sehingga menimbulkan fitnah atau sebaliknya, maka masing-masing jelas berdosa sekaligus mendapatkan pahala.

Menurut sebagian ulama, kutukan Nabi saw. terhadap wanita-wanita yang berziarah kubur itu berlaku sebelum beliau memberikan kemurahan kepada umatnya untuk berziarah kubur. Setelah kemurahan beliau berikan, hal itu mencakup kaum laki-laki dan kaum wanita. Jadi, pendapat pertama yang telah disampaikan itulah yang paling sahih.

Diriwayatkan oleh Ali bin Abu Thalib r.a. bahwa sesungguhnya ia pergi ke suatu kuburan. Setibanya di sana, ia berkata, “Wahai para penghuni kubur, kabarkan kepada kami tentang kalian, atau kami yang akan mengabarkan kepada kalian. Kalau kabar dari kami ialah, harta kalian sudah dibagikan, istri-istri kalian sudah menikah lagi, dan orang-orang miskin sudah diberi tempat tinggal oleh kaum selain kalian.”Demi Allah, seandainya mereka bisa menjawab, mereka akan mengatakan, “Bagi kami, bekal yang paling baik hanyalah takwa.”

Sungguh indah apa yang dikatakan oleh Abul Atahiyah, “Heran aku kepada manusia Seandainya mereka mau introspeksi diri, melihat, dan melewatkan dunia pada yang lain, mereka akan tahu bahwa dunia itu hanyalah sebuah jembatan Tidak ada kebanggaan sejati kecuali kebanggaan orang-orang yang bertakwa Kelak ketika Allah mengumpulkan semua mahluk di padang mahsyar mereka akan tahu bahwa bertakwa dan berbakti adalah simpanan yang terbaik. Aku heran pada orang yang begitu sombong padahal besok ia akan dikubur tanpa punya kuasa untuk menyegerakan yang diharapkan dan menangguhkan yang ditakuti semua yang ia usahakan berpindah pada orang lain.”

Menurut para ulama, hati tidak dapat mengambil manfaat dari ziarah kubur, apalagi hati yang keras. Karenanya, bagi yang memiliki hati seperti itu sebaiknya ia mengatasinya dengan empat hal :

Pertama, rajin mengaji di majelis-majelis taklim untuk mendengarkan nasihat, pelajaran, peringatan, cerita orang-orang saleh, dan lain sebagainya. Hal itu bisa melunakkan hati.

Kedua, mengingat kematian sebagai suatu peristiwa yang pasti akan melenyapkan semua kenikmatan, memisahkan dari keluarga serta handai taulan, dan membuat anak-anak menjadi yatim.

Suatu hari ada seorang wanita mengadu kepada Aisyah r.a. tentang hatinya yang keras. Aisyah memberinya saran, “Sering-seringlah mengingat kematian, niscaya hatimu akan lunak.” Setelah menuruti saran tersebut, hati wanita itu menjadi lunak. Beberapa hari kemudian ia kembali menemui Aisyah untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.

Menurut para ulama, mengingat kematian itu dapat mencegah dari maksiat, membuat hati yang keras menjadi lunak, menghilangkan rasa gembira terhadap dunia, dan menganggap remeh semua musibah yang terjadi di dunia.

Ketiga, menunggui orang yang sedang dalam keadaan kritis. Dengan menyaksikan keadaan orang yang sedang mengalami sakaratul maut, lalu membayangkan apa yang nanti akan terjadi setelah ia mati dan bagaimana nasibnya, hal itu akan membuat jiwa orang tidak tertarik pada kenikmatan dunia, membuat hati menjadi selalu gelisah memikirkannya, membuat mata enggan tidur, membuat enggan memanjakan tubuh, membangkitkan etos beramal saleh, dan menambah semangat untuk lebih tekun beribadah kendatipun harus bersusah payah.

Dalam kitab Zawaid az-Zuhdi karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal hal. 330, diceritakan bahwa pada suatu hari Hasan al-Bashri menjenguk orang sakit yang sedang mengalami sakaratul maut. Setelah memperhatikan bagaimana susah payahnya orang itu saat nyawanya hendak dicabut, ia pulang ke rumah dengan wajah pucat pasi, bukan dengan wajah yang berseri-seri saat ia berpamitan hendak berangkat. Bahkan, ketika disuguhi makan, ia menolak dengan alasan sama sekali tidak sedang berselera. Ketika ditanya alasannya, ia mengatakan, “Demi Allah, aku baru saja melihat sebuah peristiwa kematian. Aku berjanji akan selalu melakukan amal untuk menghadapinya sampai aku bertemu Allah nanti.”

Ketiga hal tersebut patut diperhatikan sekaligus dipraktekkan oleh orang yang hatinya keras. Untuk menghilangkan dosa, ia harus meminta pertolongan berupa obat yang cocok dengan penyakitnya, dan yang sekaligus dapat mengatasi fitnah-fitnah setan yang kerjanya memang ingin menyesatkan manusia. Jika mujarab, itulah yang diharapkan. Tetapi, jika tidak mujarab bahkan semakin menjadi-jadi, maka terapi terakhir (keempat) harus diterapkan.

Keempat, ikut menyaksikan pemakaman jenazah di kubur. Hal ini merupakan cara yang lebih efektif daripada cara yang pertama dan kedua tadi. Oleh karena itulah, Rasulullah bersabda, “Berziarah kuburlah, karena hal itu dapat mengingatkan kematian dan akhirat, serta dapat membuat kamu zuhud pada dunia.” Dengan ikut menyaksikan acara pemakaman jenazah, pertama ia akan mendengar suara azan. Kedua, memberitahukan kepada hatinya ke mana nanti tempat kembali yang abadi. Hal itu diharapkan dapat menimbulkan rasa takut seperti ketika sedang menyaksikan orang yang dalam keadaan kritis, dan berziarah ke kubur orang muslim. Sebab, dengan menyaksikan secara langsung, hal itu akan lebih terkesan.

Dalam hadits riwayat Ahmad, Thabrani, dan Hakim, Nabi saw. bersabda, “Berita itu tidak seperti melihat dengan mata kepala sendiri.” Hadits ini hanya diriwayatkan dari Ibnu Abbas saja. Harus diakui bahwa seseorang tidak di sembarang tempat bisa menyaksikan orang yang sedang dalam keadaan kritis, lagi pula terkadang hal itu tidak sesuai dengan kondisi mental orang yang ingin mengobati hatinya setiap saat. Berbeda dengan ziarah kubur yang lebih gampang dan hasilnya pun lebih efektif.

Oleh karena itu, bagi orang yang berziarah kubur, ia harus memperhatikan adab-adabnya. Antara lain yang paling utama ialah niat dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar berkeliling kubur saja, karena hal itu adalah kelakuan binatang. Kita mohon perlindungan Allah daripadanya. Tujuan berziarah kubur ialah mencari keridhaan Allah, memperbaiki hati yang sedang rusak, dan memberikan manfaat kepada si mayat dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an seperti yang insya Allah akan diterangkan dalam pembicaraan nanti. Dilarang berjalan-jalan di kubur atau duduk di atasnya,.harus melepaskan alas kaki seperti yang diterang kan dalam beberapa hadits. Begitu hendak masuk, harus mengucapkan salam terlebih dahulu kemudian mengucapkan, “Salam sejahtera bagian kalian semua para penghuni komplek kaum yang beriman, seperti yang pernah diucapkan oleh Nabi. Dan, ketika sampai di dekat kubur yang dituju, ia pun mengucapkan salam, “Alaikas salam.” diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam kitabnya Jami’ at-Tirmidzi, bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki datang menemui Nabi saw. dan berkata, “Alaikas salam.” Mendengar itu Nabi menegurnya, “Jangan mengucapkan salam seperti itu, karena hal itu adalah salam hormat kepada mayat.”

Termasuk adab berziarah kubur ialah mengucapkan salam dengan posisi menghadap, seperti layaknya kalau sedang berbicara dengan orang yang masih hidup. Selanjutnya ialah berkonsentrasi penuh untuk mengambil pelajaran dari penghuni kubur yang tengah ia ziarahi. Cobalah direnungkan, bagaimana kawan-kawannya yang telah mendahuluinya menghadap Allah. Setelah berhasil mencapai harapan dan mengumpulkan harta, tiba-tiba mereka terputus dari harapannya dan tidak dapat menikmati harta yang telah dikumpulkannya dengan susah payah. Tubuh mereka yang tampan ditimbuni tanah, anggota-anggota tubuh mereka terpisah di dalam kubur, istri-istri yang mereka tinggalkan menjanda, anak-anak mereka menjadi yatim, bahkan mungkin negeri mereka dijajah oleh orang lain.

Renungkan bagaimana nasib orang di dalam kubur yang sedang diziarahinya. Sepasang kakinya rusak. Sambil menangis, ia melihat sekitarnya. la ingin menjerit keras-keras. Tetapi, lidahnya sudah dimakan cacing. la ingin tertawa tetapi giginya sudah rusak dimakan tanah. Yakinlah bahwa kelak keadaannya pasti akan seperti itu. Dengan merenungkan dan mengambil pelajaran darinya, ia akan melepaskan kerakusan-kerakusan keduniaan, lalu tekun berganti melakukan amal-amal untuk kepentingan akhirat. Dengan kata lain, ia bersikap zuhud terhadap dunia, dan konsentrasi melakukan taat kepada Allah Tuhannya dengan hati yang lunak dan segenap anggota tubuh yang khusyu. (Dinukil dari buku Rahasia Kematian Alam Akhirat & Kiamat, karya Imam Al-Qurthubi – vb-munanto)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.