ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Arca Dwarapala Terbesar Di Indonesia Diekskavasi

July 5, 2022 by  
Filed under Serba-Serbi

Share this news

MALANG – Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa timur melakukan ekskavakasi atau penggalian sekitar arca Dwarapala yang ada di Candirenggo Komplek percandian Singosari untuk menemukan kedudukan yang sebenarnya mengingat kondisi saat diduga berbeda dengan aslinya.

Ketua Tim ekskavasi dari Balai pelestarian Cagar Budaya ( BPCB ) Jawa Timur , Albertus agung widi, bersama 6 orang anggotanya  mengungkapkan BPCB Jawa timur melakukan ekskavasi ini untuk mengetahui kedudukan dan struktur arca sebenarnya terutama yang sebelah selatan. Dari beberapa hari penggalian ditemukan adanya landasan arca yang diduga bukan aslinya alias buatan baru. Oleh karena itu menguatkan bahwa posisi arca dwarapala yang selatan tidak sama dengan yang utama cara menghadapnya.

“Kami melakukan ekskavasi untuk menentukan posisi yang benar seperti apa. Hal ini sebagai penentuan arkeologi yang didukung data dan artefak serta fakta yang sebenarnya ” ungkap Agung, Minggu ( 3/6/2022)

Ukurannya Dwarapala  sangat besar setinggi 370 cm dan  lebar 225 Cm serta tebal 198 cm menjadikannya sebagai arca Dwarapala terbesar di Indonesia. Perwujudannya digambarkan menyeramkan dengan badan yang besar, mata melotot, taring menyeringai dan berbagai perhiasan penuh ornamen tengkorak. Ini merupakan penggambaran raksasa menakutkan, tak segan untuk mengusir makhluk yang hendak berbuat kejahatan. Arca tersebut menjadi penjaga kawasan percandian di Candirenggo, Singosari, Malang.

Arca Dwarapala Singosari berjumlah sepasang. Satu arca berada di sebelah utara menghadap ke timur. Tampaknya inilah posisi arca yang masih menempati orientasi aslinya.

Pasangannya yang berada 30 meter di selatan telah berganti posisi menghadap ke utara. Pergeseran arca tersebut tidak diketahui sejak kapan terjadi, tetapi sangat mungkin ketika Pemerintah Hindia Belanda mengangkat arca yang pada abad 19 Masehi masih terpendam separuhta  tubuh.

“Hasil ekskavasi di arca selatan ini, posisi pendestal atau pangkon arca sudah bukan yang asli. Artinya  adanya perubahan sehingga patut diduga sudah dilakukan perubahan posisi, Sehingga tidak sama dengan yang utara,” ungkap Agung.

Disebutkan keletakan orientasi arca ini menarik dikaji sebab berlawanan arah dengan Candi Singosari yang menghadap ke barat. Peletakan umum dwarapala dalam konteks bangunan suci biasanya berada di depan candi searah hadap dengan bangunan yang dijaganya.

Masyarakat sekitar meyakini bahwa arca raksasa tersebut menjaga tanah lapang di belakangnya yang disebut sebagai “Alun-alun Singosari”.

Pendapat lainnya diungkapkan Agus Aris Munandar dalam bukunya “Arkeologi Pawitra” bahwa arca tersebut bukanlah menjaga bangunan suci Singosari, akan tetapi menjaga Gunung Arjuno – Welirang yang menjadi kahyangan dewa.

Dengan demikian ukuran arca yang besar sangat lumrah sebab menjadi penjaga gunung suci yang besar pula. Gunung tersebut memiliki konsep filosofi yang sama dengan candi sebagai rumah dewata.

Dwarapala pada mulanya merupakan Yaksa, sebangsa makhluk halus penguasa tanah yang ditakuti manusia di India. Ia kemudian dipuja sebagai pelindung kesuburan tanah guna mendatangkan sumber kehidupan.

Saat agama Hindu dan Buddha berkembang di India, makhluk tersebut disejajarkan dengan kelompok setengah dewa, setingkat di bawah dewata. Ia ditugaskan mendampingi para dewata. Sebab itulah pada masa selanjutnya penggambarannya diletakkan di depan bangunan suci sebagai penjaga. Sesuai tugasnya, yaksa tersebut diberi nama  Dwarapala, Sang Penjaga Pintu atau Penjaga Arah.

Persebaran Dwarapala di Nusantara seiring dengan perkembangan agama Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan di Jawa mengadopsi budaya India mulai dari kesenian hingga arsitekturnya. Walau budaya India diserap dengan baik oleh masyarakat Nusantara, akan tetapi nenek moyang tidak begitu saja menerima pengaruh asing. Mereka menyesuaikan budaya yang masuk dengan identitas serta tradisi yang telah dianutnya, termasuk dalam penggambaran Dwarapala Singosari. Arca tersebut walau digambarkan bengis namun tetap memperhatikan unsur keindahannya. Penggambaran arca natural dengan detail bagian tubuh menyerupai manusia menjadi ciri khas gaya seni Singhasari. Terlebih adanya penciri berupa hiasan demonik berupa kepala tengkorak menguatkan ciri-ciri arca masa Singhasari akhir yang kental dengan unsur Tantrayana. Penggambaran tersebut lah yang membedakan arca Dwarapala Singosari dengan arca Dwarapala di India.

Penggambaran arca Dwarapala Singhasari menunjukkan identitas arca sebagai bagian seni kerajaan. Kelengkapan arca dan pemahatan yang halus menjadi indikator kuat karya tersebut dilakukan oleh pemahat profesional. Arca Dwarapala pertama digambarkan duduk dengan kaki kiri ditekuk ke belakang dan kaki kanan ditekuk ke depan. Tangan kanannya memegang gada yang disandarkan pada paha kanan, sedang tangan kanannya menunjukkan mudra mengusir, ditandai dengan jari telunjuk dan jari tengah diacungkan serta sisanya ditekuk. Arca kedua digambarkan serupa dengan arca pertama, hanya saja terdapat perbedaan pada posisi kaki yang berlawanan dan tangannya tidak melakukan mudra mengusir, melainkan diletakkan di atas lutut.

Arca digambarkan beratribut raya sesuai ketentuannya sebagai Dwarapala. Ia mengenakan tali selempang, kelat bahu, gelang tangan dan gelang kaki dari lilitan ular yang dalam bahasa ikonografi disebut sebagai naga. Terdapat pula kalung yang berupa untaian tengkorak dan manik-manik yang dirangkai indah mengelilingi leher hingga dada. Ikat dadanya digambarkan berupa rangkaian manik-manik dalam bidang berbentuk segitiga. Selanjutnya arca hanya mengenakan pakaian berupa kain sebatas perut hingga lutut. Bagian atas kain dipererat dengan ikat pinggang yang terbuat dari tali yang dihias dengan manik-manik berpadu kepala tengkorak.

Penggambaran tersebut menguatkan posisinya sebagai arca berlanggam kerajaan. Tidak diketahui secara pasti kapan arca Dwarapala dan kawasan percandian Singosari ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Begitu pula dengan alasan masyarakat meninggalkan kawasan tersebut yang masih menjadi misteri.

Kabar tertua dari arca Dwarapala tersebut didasarkan pada laporan Nicolaus Engelhard tahun 1803 sewaktu mengunjungi Singosari. Kala itu kawasan di sekitar arca merupakan hutan jati yang ditumbuhi semak belukar. Begitu pula dengan penggambaran Raffles dalam bukunya History of Java yang memberitakan bahwa pada kawasan hutan tersebut terdapat reruntuhan candi dan arcanya yang masih dikeramatkan penduduk sekitar.

Kini wilayah tersebut kembali hidup dengan ditempati masyarakat baru yang membawa peradaban baru. Mereka hidup berdampingan dengan karya nenek moyang dari masa kuno, abad 13 Masehi.

Kelompok sejarahwan Belanda yakni JL. Brandes bersama HL. Leydie Melville dan  J. Kneebal melakukan kajian terhadap arca Dwarapala tahu  1909.

Hari ini Tim BPCB Jatim akan mengakhiri ekskavasinya , selama 10 melakukan penggalian sekitar Arca Dwarapala  hari sejak 25 Juni 2022. Agung menyebutkan selama penggalian  ada beberapa temuan yakni tembikar dan keramik.

“Tidak utuh, tapi pecahan. Kita kumpulkan untuk diteliti lebih lanjut. Untuk mengetahui paradaban yang ada di zaman kerajaan Singosari,” ungkapnya.

Selama kegiatan ekskavasi arca Dwarapala menarik masyarakat. Setiap hari banyak yang menyaksikan ke lokaai arca yang ada di Jalan Kartanegara Singosari Malang. Termasuk dari komunitas Jelajah Kediri yang ingin melihat langsung proses ekskavasi.

Menurut Doni Wijaksonojati, ekskavasi Arca Dwarapala baginya penting untuk mengungkap keberadaannya,sejarah itu fakta sehingga dengan adanya kegiatan ini akan mengungkapkan posisi dan struktur arca dan adakah hubungannya dengan peradaban di zaman kerajaan Singasari dan tahun berapa pembuatannya.

“Semoga dengan kegiatan ekskavasi oleh tim BPCB Jatim akan menambah cakrawala baru tentang kedudukan dan struktur dwarapala yang terbesar di Indonesia ini ” pungkasnya. (buang supeno) 


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.