Peringatan Global Tiger Day 2025 Angkat Tema Berbagi Ruang Harmonis Manusia dan Harimau

July 24, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com — Global Tiger Day, atau Hari Harimau Sedunia, diperingati setiap 29 Juli oleh masyarakat dunia untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi harimau. Tema peringatan tahun 2025 adalah “Harmonious Coexistence between Humans and Tigers” atau “Hidup Berdampingan Secara Harmonis antara Manusia dan Harimau”. Tema ini menekankan pentingnya hubungan saling menghormati antara manusia dan harimau. Manusia perlu berbagi ruang hidup yang cukup sehingga harimau tidak merasa terancam dengan adanya aktivitas manusia.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna, mengatakan Harimau sumatra saat ini berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut Daftar Merah IUCN—yang berarti sangat terancam punah jika tidak ada intervensi konservasi yang efektif,” ujarnya dalam rilis yang diterima redaksi pada Rabu (23/7/2025).

Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) adalah satu-satunya subspesies harimau yang tersisa di Indonesia, setelah harimau bali dan harimau jawa dinyatakan punah.

Dolly Priatna, yang juga akademisi di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menjelaskan, masa depan harimau sumatra sangat bergantung pada luas dan kualitas habitatnya yang terus menyusut. Untuk meminimalkan risiko kepunahan, diperlukan pendekatan konservasi yang bisa diterima masyarakat, termasuk melalui penguatan kearifan lokal yang telah hidup dan berkembang di masyarakat adat. Cerita-cerita dan keyakinan lokal ini berperan penting dalam membentuk perilaku pelestarian hutan dan satwa.

Kisah-kisah dan kepercayaan lokal di atas menunjukkan bahwa harimau sumatra bukan sekadar satwa liar, tetapi juga simbol spiritual, leluhur, dan pelindung. Kearifan lokal tersebut dapat menjadi landasan kuat untuk memperkuat pendekatan konservasi berbasis budaya.

“Masa depan harimau sumatra tidak hanya bergantung pada penegakan hukum dan pengelolaan habitat, tetapi juga pada pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai lokal yang telah lama hidup berdampingan dengan harimau,” pungkas Dolly. Mari kita jaga hutan, lestarikan budaya, dan hidup harmonis bersama harimau.

Sementara itu, Ketua Forum HarimauKita, Iding Achmad Haidir menjelaskan tema Global Tiger Day 2025 di Indonesia adalah Harimau Sumatra, Harimau Indonesia, HarimauKita: Aksi Nyata Pelestarian Harimau Bersama Masyarakat, Pemerintah, dan Pelaku Usaha.

Dalam rangka mendukung Forum HarimauKita yang merayakan Global Tiger Day 2025 dengan berbagai kegiatan di beberapa daerah secara simultan, Belantara Foundation berpartisipasi aktif memberikan penyadartahuan dan edukasi terkait kearifan lokal tentang harimau sumatra, salah satunya melalui penyebaran siaran pers kepada jurnalis dan media massa. (vb/yul)

 

 

Belantara Foundation Peringati Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia 2025

June 22, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Riau — Belantara Foundation mengajak mitra sektor swasta Jepang menanam bibit pohon secara simbolis di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH), Provinsi Riau pada Selasa, 17 Juni 2025.

Aksi tanam pohon ini terselenggara atas kerja sama dengan Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Minas Tahura serta Kelompok Tani Hutan yang menjadi mitra Tahura SSH. Jenis bibit pohon yang ditanam antara lain adalah ramin (Gonystylus bancanus) dan gaharu (Aquilaria malaccensis), yang keduanya termasuk dalam kategori spesies pohon langka yang perlu dilestarikan.

“Penanaman ini merupakan salah satu bentuk aksi nyata kerjasama multipihak dalam upaya pemulihan atau restorasi hutan yang terdegradasi,” ujar Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna.

Dr. Dolly mengatakan restorasi ekosistem merupakan salah satu isu global yang penting saat ini. Sidang Majelis Umum PBB telah mendeklarasikan the UN Decade on Ecosystem Restoration untuk mensinergikan upaya restorasi ekosistem secara masif pada ekosistem yang rusak dan terganggu pada periode 2021-2030.

Dunia telah menargetkan pemulihan seluas 1,5 miliar hektar lahan terdegradasi pada 2030. Restorasi ekosistem dianggap sebagai salah satu langkah strategis untuk memitigasi perubahan iklim, meningkatkan ketahanan pangan, menjaga suplai air, serta melindungi keanekaragaman hayati.

Dengan tema “Pulihkan Lahan, Buka Peluang”, Peringatan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia yang jatuh pada 17 Juni 2025 ini menjadi sebuah momentum penting dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat global untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.

Lebih lanjut, Dolly, yang juga merupakan pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menjelaskan  “Forest Restoration Project: SDGs Together!” adalah program pemulihan hutan yang terdegradasi.

Kegiatan ini diharapkan dapat membantu upaya mengembalikan fungsi pengaturan tata air dan iklim mikro pada ekosistem hutan, mengurangi resiko kerusakan lingkungan seperti erosi dan tanah longsor, tercemarnya sumber air, turunnya muka air tanah, kebakaran lahan, serta polusi udara.

Pemulihan hutan terdegradasi juga dapat memperbaiki kualitas lingkungan, termasuk kualitas udara, kualitas air, pohon, tanah, dan populasi satwa liar beserta habitat alaminya. Tidak hanya mendukung pemulihan hutan terdegradasi,, program ini juga akan mampu mendorong peningkatan sosial-ekonomi masyarakat lokal secara berkelanjutan

“Sesuai dengan misi dari Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nation Sustainable Development Goals (UN SDGs) yaitu no one left behind dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, kami menggunakan pendekatan kolaborasi multipihak, salah satunya dengan menggandeng sektor swasta dari Jepang untuk mendukung gerakan pemulihan hutan terdegradasi di Pulau Sumatera khususnya di Provinsi Riau,” tegas Dolly yang juga​ anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.

Representative Director APP Japan Ltd., Tan Ui Sian mengatakan pihaknya akan lebih gencar mengajak multi-stakeholders di Jepang untuk mendukung Forest Restoration Project: SDGs Together ini. Saat ini, program tersebut berfokus untuk mendukung SDGs ke 12 yaitu memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.

Target SDGs ke 13 yaitu mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya dan target SDGs ke 15 yaitu melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem serta target SDGs ke 17 yaitu menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.

“Kerja sama dengan KPHP Minas Tahura telah memasuki tahap ke-5 dan bagi kami telah memberikan nilai tambah lebih besar untuk mengembangkan program dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di Jepang. Kami berharap dapat mengajak multi-stakeholders dari mancanegara lebih luas lagi untuk mendukung program Forest Restoration Project: SDGs Together,” tandas Tan.

Senada, Kepala KPHP Minas Tahura, Sri Wilda Hasibuan, S.Sos., M.Si., menuturkan kawasan Tahura SSH merupakan kawasan konservasi alam yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1999. Tahura SSH memiliki luas kawasan lebih dari 6.000 hektar. Sayangnya, saat ini sebagian besar wilayah tersebut telah mengalami deforestasi dan degradasi akibat aktivitas ilegal seperti perambahan lahan, pembalakan liar dan lain sebagainya.

“Kami terus melakukan pengawasan dan pemulihan fungsi kawasan Tahura SSH melalui program perlindungan dan restorasi hutan yang terdegradasi. Program ini bertujuan untuk memulihkan kawasan hutan yang terdegradasi agar dapat berkontribusi pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta mendukung pemenuhan Nationally Determined Contribution (NDC) Pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon di Provinsi Riau,” pungkas Sri.(*/rls)

 

Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Mendukung Ekonomi Sirkular, Mitigasi Perubahan Iklim dan Kesejahteraan Masyarakat

May 11, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Bogor — Belantara Foundation bekerja sama dengan Program Studi (Prodi) Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyelenggarakan seminar nasional yang dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Episode 12 (BLS Eps.12). Acara ini mengangkat tema “Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Mendukung Ekonomi Sirkular, Mitigasi Perubahan Iklim dan Kesejahteraan Masyarakat” pada Kamis, 8 Mei 2025.

Seminar Nasional – BLS Eps. 12 secara luring dipusatkan di Auditorium Lantai 3 Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring melalui aplikasi Zoom dan live streaming Youtube Belantara Foundation. Lebih dari 1.100 peserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang digelar secara hybrid tersebut.

Kegiatan ini juga didukung oleh Prodi Biologi FMIPA, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan, Bank Sampah Digital, dan Bank Sampah Induk New Normal, serta menggandeng empat universitas yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Syiah Kuala, dan Universitas Tanjungpura.

Pengelolaan sampah merupakan isu global yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan. Menurut Global Waste Management Outlook 2024, sampah global yang tidak terkelola dengan baik sebanyak 38%, sehingga memberikan berkontribusi negatif terhadap Triple Planetary Crisis, yaitu perubahan iklim (climate change), kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan polusi (pollution) atau timbulan sampah.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna, pada sambutannya menyatakan bahwa strategi terpadu dalam pengelolaan sampah menjadi sebuah keharusan agar dukungannya terhadap mitigasi perubahan iklim dan upaya meningkatkan ekonomi masyarakat lebih efektif.

“Pengelolaan sampah berkelanjutan bukan sekadar kewajiban lingkungan, tetapi juga merupakan langkah strategis menuju masa depan yang tangguh dan rendah karbon yang dapat menguntungkan semua orang baik di tingat lokal maupun global. Mari kita bekerja sama, berbagi pengetahuan, dan menerapkan solusi inovatif dalam membangun ekonomi sirkular, untuk merawat Bumi kita, sekaligus membantu membuka peluang untuk kesejahteraan masyarakat”, tandas Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Ditambahkan Dolly, kombinasi strategi yang perlu dijalankan meliputi kampanye kesadaran publik, inovasi teknologi, reformasi kebijakan, serta partisipasi aktif dari masyarakat luas.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut., MP., yang diwakili oleh Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular, Agus Rusly, S.PI.,M.Si., mengatakan perlunya meningkatkan kesadaran seluruh individu yang masih aktif dan produktif

“Kita semua adalah emitter, penghasil sampah, serta memiliki tanggung jawab untuk mengelola sampah yang dihasilkan. Permasalahan sampah dapat berakibat lebih dalam dan meluas. Sampah dapat memperparah pemanasan global (global warming) karena menghasilkan gas rumah kaca. Sampah dapat mengganggu ekosistem dan makhluk hidup di dalamnya serta dapat menjadi polutan yang berdampak pada kesehatan dan kualitas lingkungan hidup,” ujarnya.

Untuk memahami permasalahan tersebut, pengarusutamaan prinsip pengelolaan sampah tidak boleh lagi kumpul, angkut dan buang, melainkan mampu merefleksikan konstelasi pengelolaan yang menerapkan sampah berdaya guna hingga praktik ekonomi sirkular berjalan secara efektif.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/) tahun 2023, timbulan sampah nasional di Indonesia sebanyak 56,63 juta ton/tahun dengan capaian pengelolaan sampah nasional tahun 2023 adalah sebesar 39,01 persen atau 22,09 juta ton/tahun dan sebesar 60,99 persen atau 34,54 juta ton/tahun tidak terkelola. Selain itu, terdapat 550 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia, sebanyak 306 atau sekitar 54,44 persen di antaranya masih menerapkan open dumping (penimbunan terbuka).

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Pakuan, Prof. Dr. rer.pol. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc., IPU, Asean Eng., APEC Eng., pada keynote speech-nya menegaskan saat ini Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah, terutama di daerah perkotaan dan pesisir.

“Pengelolaan sampah berkelanjutan hanya bisa terwujud jika: Pertama, ada komitmen regulatif dan politis dari pemerintah; Kedua, ada perubahan perilaku di tingkat individu dan komunitas; ketiga, terbangunnya kemitraan lintas sektor yang aktif dan setara; serta keempat, berkembangnya inovasi teknologi dan bisnis yang mendukung ekonomi sirkular,” ujar Prof. Didik.

Sementara itu, Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut, Salli Atika Noor Rahma menyatakan kunci utama dalam aksi pengurangan dan penanganan sampah adalah generasi muda. Permasalahan sampah berasal hampir dari seluruh aktivitas yang kita lakukan.

“Oleh karenanya, kita harus berinovasi dan berpartisipasi aktif dalam menanganinya. Perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat khususnya generasi muda, merupakan hal yang sangat penting karena generasi muda dapat menjadi agen perubahan dengan memilah sampah di rumah dan mengolah sampah menjadi hal yang memiliki nilai tambah,” ujarnya.

CEO Bank Sampah Digital, Desty Eka Putri Sari menekankan kesadaran masyarakat masih menjadi tantangan terbesar. Banyak yang belum memahami bahwa sampah bukan hanya limbah, tetapi juga bisa menjadi sumber penghasilan dan solusi bagi lingkungan. “Saya percaya, jika dikelola dengan baik, sampah bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari sesuatu yang lebih bernilai”, tegasnya.

Sejalan dengan Desty, Ketua Bank Sampah Induk New Normal, Yasra Al-Fariza mengemukakan sampah tidak sekadar barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Lebih dari itu, sampah memiliki nilai ekonomi.

“Kami terus memberikan edukasi dan penyadartahuan kepada masyarakat. Mulai dari  mengurangi dan memilah sampah serta mendaur ulang sampah, budidaya maggot hingga mengadakan pelatihan membuat produk kerajinan tangan dari sampah”, tandas Yasra.

Penggiat Advokasi Lingkungan sekaligus Aktor, Ramon Y. Tungka mengatakan generasi muda harus tergerak mencegah kerusakan lingkungan dengan memulai aksi-aksi kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, ikut memilah sampah rumah tangga dan menjaga kebersihan saluran air. “Mulai menggunakan tumbler dan membawa tas dari rumah setiap belanja itu harus jadi gaya hidup sehari-hari”, ujar Ramon.(*/yul/foto:istimewa)

 

 

Belantara Foundation Beri Pelatihan Penggunaan Buku Ajar Gajah Sumatra untuk Guru Sekolah Dasar

April 25, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Belantara Foundation menyelenggarakan pelatihan penggunaan pendamping buku ajar tentang gajah sumatra untuk guru tingkat sekolah dasar (SD). Buku ini masuk dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) di Aula Kantor Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan pada Selasa, 22 April 2025.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas guru tentang gajah sumatra beserta habitatnya. Tujuan lainnya yaitu untuk memberikan kiat-kiat terkait cara penyampaian materi ajar mengenal gajah sumatra yang telah dituangkan oleh praktisi konservasi ke dalam buku pendamping kepada siswa SD kelas IV-VI.

Buku yang dicetak oleh IPB Press ini diserahkan secara resmi oleh Direktur Belantara Foundation dan disaksikan oleh Camat Air Sugihan, Bapak Ardhiles Siahaan, S.IP., kepada perwakilan lima sekolah dasar antara lain SD Negeri 1 Desa Sukamulya, SD Negeri 1 Desa Jadi Mulya, SD Negeri 1 Desa Srijaya Baru, SD Negeri 1 Desa Banyu Biru, SD Negeri 1 Sido Makmur Desa Simpang Heran, yang merupakan sekolah yang ada di lima desa di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten OKI.

Setiap sekolah mendapatkan masing-masing 30-45 eksemplar buku sehingga total kurang lebih 170 eksemplar buku yang diberikan Belantara Foundation, sebagai buku inventaris setiap sekolah. Buku-buku ini akan digunakan dalam pembelajaran di setiap sekolah, dan akan disimpan di ruang perpustakaan masing-masing sekolah setiap selesai kegiatan belajar mengajar.

Belantara juga memberikan buku tersebut kepada Camat Air Sugihan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, Perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Kapolsek Air Sugihan, Ketua Forum Desa Kecamatan Air Sugihan, serta para perwakilan perusahaan pemegang konsesi kehutanan di Lanskap Padang Sugihan.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna saat memberikan sambutan pada acara penyerahan buku mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu fokus utama dari program Living in Harmony (Kita Bisa Hidup Berdampingan).

Living in Harmony adalah sebuah program kolaboratif yang diinisiasi oleh Belantara Foundation, yang bertujuan untuk mendorong hidup berdampingan atau koeksistensi, serta terwujudnya harmonisasi antara manusia dengan gajah liar yang hidup pada sebuah ekosistem yang sama di Lanskap Padang Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. Program ini telah berjalan sejak tahun 2022.

Lebih lanjut, Dolly, menuturkan buku berjudul Mengenal Gajah Sumatra ini ditulis sebagai upaya untuk mengajak anak-anak sejak usia dini, yang masih duduk di bangku sekolah tingkat dasar, untuk lebih mengenal gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) dan habitatnya.

“Dengan cara yang informatif dan mudah dipahami, buku ini membahas karakteristik, habitat, perilaku, sejarah, serta peran penting gajah sumatra di alam, terutama di Lanskap Padang Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan,” ucapnya.

Buku ini dirancang untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, yang dikemas sebagai “Buku Pendamping Teks Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) Berbasis Lingkungan”, yang diperuntukkan bagi siswa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.

Untuk mengajak para siswa melihat kehidupan nyata gajah sumatra di alam, buku ini juga diperkaya dengan galeri potret kehidupan gajah sumatra saat ini. Buku ini sangat cocok bagi para pelajar sekolah tingkat dasar dan masyarakat umum yang ingin mengenal lebih dalam tentang kehidupan gajah di Pulau Sumatra”, ujar Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Pada waktu yang sama, Plh. Kepala Seksi KSDAE dan Perubahan Iklim, Dinas Kehutanan Sumatera Selatan, Bapak Silvan A. Rahmana, S.Hut., M.Si., mengatakan pendidikan terkait satwa, tumbuhan, dan lingkungan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan nilai-nilai lokal.

“Buku ini diharapkan dapat membekali siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) terutama yang berada di kelas IV, V, dan VI tentang pentingnya menjaga gajah sumatra dan habitatnya, terutama yang hidup di sekitar mereka. Hal ini merupakan salah satu langkah penting dalam upaya penguatan penyadartahuan dan edukasi tentang gajah sumatra pada anak-anak sejak usia dini,” tegas Silvan.

Dalam sambutannya, Camat Air Sugihan, Bapak Ardhiles Siahaan, S.IP., mengatakan sangat mengapresiasi upaya-upaya yang dilakukan oleh Belantara Foundation bersama mitranya dalam mewujudkan masyarakat dengan gajah liar hidup berdampingan secara harmonis, salah satunya dengan mengadakan pelatihan penggunaan pendamping buku ajar tentang gajah sumatra bagi guru-guru SD di Kabupaten OKI.

“Kami sangat berharap, para guru SD yang mengikuti pelatihan ini dapat menjadi agen penyebarluasan informasi dan memberikan pemahaman bagi siswa di sekolah masing-masing tentang gajah sumatra beserta habitatnya khususnya yang ada di wilayah Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten OKI,” tegas Ardhiles.

Sementara itu, Kepala SD Negeri 1 Desa Srijaya Baru, Ibu Cak Mudilah, S.Pd., saat mengikuti kegiatan ini mengatakan pihaknya menyambut baik atas program dari Belantara Foundation bersama para mitranya yang akan menambah literasi dan pengetahuan siswa tentang gajah sumatra dan habitatnya terutama yang ada di sekitar mereka.

Buku berjudul Mengenal Gajah Sumatra ini dikemas dengan berbagai ilustrasi menarik dan dilengkapi dengan lembar aktivitas siswa berupa ayo diskusi, ayo membaca, ayo bercerita, ayo menulis, dan ayo latihan.

“Harapannya dapat memudahkan siswa dalam mengingat pembelajaran, serta memudahkan para guru mengukur pemahaman siswa selama kegiatan belajar. Sehingga, akan tumbuh rasa cinta dan sayang terhadap gajah sumatra, sehingga akhirnya gajah sumatra dapat diterima sebagai bagian dari kehidupan mereka dalam sebuah ekosistem yang harmonis dan berkelanjutan”, ucap Cak Mudilah.(*/yul)

 

Belantara Foundation Gandeng Peneliti BRIN dan Akademisi Lakukan Kajian Keanekaragaman Fauna Burung

March 24, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Riau — Menurut dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia, IBSAP 2025-2045, Indonesia merupakan rumah bagi 1.883 spesies burung atau setara dengan 18,6%  dari total seluruh spesies burung yang ada di dunia.

Salah satu wilayah di Pulau Sumatra yang menjadi habitat penting bagi kelangsungan hidup burung liar yaitu Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB), Provinsi Riau. Hasil kompilasi dari beberapa studi yang dilakukan sejak tahun 2011 oleh para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), diketahui paling sedikit terdapat 199 spesies fauna burung yang hidup di bentang alam yang ditetapkan sebagai salah satu cagar biosfer di Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2009 ini.

Stasiun Penelitian Humus merupakan sebuah laboratorium alam di zona inti Cagar Biosfer GSK-BB yang dikelola secara bersama oleh Belantara Foundation dan APP Group. Kawasan hutan rawa gambut sekunder yang luasnya sekitar 2.000 hektar ini memang diperuntukan bagi para peneliti dan akademisi yang berminat melakukan kajian tentang ekosistem dan keanekaragaman hayati hutan rawa gambut.

Pada 7-14 Februari 2025 lalu tim peneliti dari Belantara Foundation berkolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas, melakukan sebuah kajian keanekaragaman fauna burung di areal batas antara hutan alam dan hutan tanaman di Stasiun Penelitian Humus Cagar Biosfer GSK-BB ini.

Salah satu anggota tim peneliti Dr. Dolly Priatna mengatakan selain untuk melihat efek tepi dan hubungan antara habitat hutan alam dan hutan tanaman bagi komunitas fauna burung, kegiatan ini juga bertujuan untuk pemutakhiran data jenis burung yang ada di Cagar Biosfer GSK-BB, khususnya di Stasiun Penelitian Humus.

“Fauna burung memiliki peran yang amat penting bagi kelangsungan sebuah ekosistem, karena mereka dapat membantu dalam pemencaran biji (seeds dispersal) dari berbagai jenis pohon hutan, serta berfungsi sebagai pengendali hama tanaman pertanian (biological control)”, ujar Dolly yang merupakan Direktur Eksekutif Belantara Foundation.

“Dengan mengetahui potensi jenis burung yang hidup di Stasiun Penelitian Humus ini, kita dapat memanfaatkannya sebagai salah satu bahan monitoring, evaluasi, serta pengelolaan jangka panjang kawasan cagar biosfer ini,” tandas Dolly, yang juga merupakan pengajar pada Program Studi Manajemen Lingkungan di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Berdasarkan hasil inventarisasi jenis burung di zona hutan alam (HA), zona hutan tanaman (HT), dan zona transisi antara HA dan HT menggunakan metode titik hitung (Point Count) dan jaring kabut (mist net), dijumpai 87 jenis burung.

Berdasarkan status konservasinya, terdapat 14 jenis burung yang masuk ke dalam kategori jenis burung dilindungi pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri LHK No.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Jenis-jenis burung tersebut yaitu burung cangak laut (Ardea sumatrana), alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), takur ampis sumatra (Calorhamphus hayii), kipasan belang (Rhipidura javanica), tiong emas (Gracula religiosa), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus) dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).

Berdasarkan status keterancaman, terdapat satu jenis burung, yaitu julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), yang berstatus terancam punah atau Endangered (EN) berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah organisasi internasional yang sejak 1948 menjadi otoritas global mengenai status alam dan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindunginya.

 Mengacu pada daftar merah tersebut, terdapat enam jenis burung, yaitu betet ekor panjang (Psittacula longicauda), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), dan kacamata biasa (Zosterops melanurus), yang berstatus rentan terhadap kepunahan atau Vulnerable (VU).

Selain itu, Terdapat enam jenis burung yang masuk kategori hampir terancam punah atau Near Threatened (NT), antara lain alap-alap capung (Microchierax fringilarius), perenjak jawa (Prinia familiaris), cipoh jantung (Aegithina viridissima), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), ciung air pongpong (Mabronous ptilosus), dan sempur hujan darat (Eurylaimus ochromalus).

Berdasarkan status perdagangan internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), terdapat sembilan jenis burung masuk ke dalam Appendix II, yaitu daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi akan terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Jenis-jenis burung tersebut adalah alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), tiong emas (Gracula religiosa), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).

Tak kalah penting, terdapat lima jenis burung migran yang berhasil diidentifikasi, yaitu burung kirik-kirik laut (Merops philippinus), bentet loreng (Lanius tigrinus), baza hitam (Aviceda leuphotes), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), dan sikatan bubik (Muscicapa dauurica).

“Cagar Biosfer GSK-BB merupakan sebuah bentang alam penting sebagai persinggahan, sebagai tempat mencari makan dan istirahat berbagai jenis burung migran, di saat musim dingin di belahan bumi bagian utara,” ucap Dr. Wilson Novarino, seorang peneliti burung senior dari Universitas Andalas.

Adi Susilo, peneliti ekologi senior dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan bahwa sangat penting menjaga keutuhan blok-blok hutan alam di dalam areal hutan tanaman, karena dapat berfungsi sebagai stepping stone bagi jenis-jenis burung yang memiliki jelajah luas. “Blok-blok hutan alam di dalam hutan tanaman ini juga sangat berpotensi dalam meningkatkan keanekaragaman fauna burung di wilayah tersebut,, pungkas Adi.(vb/*)

 

 

 

Next Page »

  • vb

  • Pengunjung

    899132
    Users Today : 1832
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 747508
    Total Users : 899132
    Total views : 9542101
    Who's Online : 35
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05