ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Sandal dan Motor Hilang Diganti

April 9, 2022 by  
Filed under Opini

Catatan Rizal Effendi

LUAR BIASA makmurnya masjid ini. Bayangkan, jamaahnya tak pernah sepi. Pada bulan Ramadan ini meluber sampai ke jalan di atas tiga sampai lima ribu orang. Semua mendapat takjil buka puasa yang disediakan takmir masjid. Bayangkan sibuknya para petugas. Tapi semua berjalan lancar dan nikmat. Semua duduk ceria menyambut buka puasa yang khidmat. Kalau ada yang kehilangan barangnya seperti sandal, sepatu, sepeda ontel,    bahkan sepeda motor, pengurus masjid langsung menggantinya. Rasanya belum ada masjid yang punya program seberani ini.

Itulah Masjid Jogokariyan,  yang lagi viral di media sosial hari-hari ini. Masjid yang dibangun  tahun 1966 itu mengambil nama kampung di mana masjid itu berdiri. Tepatnya di Jalan Jogokariyan 36, Kelurahan Mantrijeron, Kecamatan Mantrijeron, Yogyakarta dekat dengan Pesantren Krapyak. Video yang beredar di medsos memperlihatkan ribuan orang berbondong-bondong ke Masjid Jogokariyan seperti orang mau datang ke stadion menyaksikan pertandingan sepak bola atau menghadiri haul Guru Sekumpul di Martapura.

Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokaryan Ustaz Muhammad Jazir ASP (batik cokelat) bersama Ketua Pembina Yayasan Uniba Dr Rendy Susiswo Ismail (kedua dari kanan) dan pengurus Masjid Uniba Balikpapan lainnya.

Menurut Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokaryan Ustaz Muhammad Jazir ASP, Ramadan tahun ini memang jamaahnya membeludak luar biasa. Pertama, lantaran mereka menyelenggarakan Kampung Ramadan Jogokaryan (KRJ) dengan berbagai kegiatan termasuk ratusan pedagang dan UMKM, yang banyak menarik minat jamaah. Kedua, banyak mahasiswa yang kembali datang ke Yogya karena kuliah tatap muka mulai dilaksanakan kembali sejalan dengan meredanya wabah Covid-19. “Jamaah Masjid Jogokaryan, selain warga setempat juga para mahasiswa dan kaum milenial. Mereka merasa nyaman beribadah di masjid ini,” kata ustaz lulusan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.

Beberapa hari sebelum Ramadan, Ketua Pembina Yayasan Uniba Dr Rendy Susiswo Ismail berkunjung ke sana. “Kebetulan masjid di Uniba sudah hampir rampung pembangunannya, jadi kami belajar manajemen masjid ke Masjid Jogokariyan, biar masjid di Uniba bisa makmur seperti Jogokariyan,” kata Rendy, yang membawa dua pengurus masjid Uniba, Dr Sugianto dan Drs Jaelani, yang juga pengurus Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Balikpapan.

Masjid Uniba yang diberi nama Masjid Amirul Haq dibangun dengan gaya arsitektur klasik dengan dana pembangunan mandiri dan diperkirakan bisa menampung  1.500 sampai 2.000 jamaah.  “Sudah mencapai 80 persen dan tinggal finishing saja. Mudah-mudahan  dapat dipergunakan pada salat Idulfitri tahun ini,” ujar Rendy berharap.

Untuk diketahui, yang datang studi banding ke Masjid Jogokariyan tidak rombongan Rendy saja. Tapi hampir tiap hari ada saja pengurus  masjid dari berbagai  daerah di Indonesia yang datang ke sana. Bahkan tahun lalu serombongan Parlemen Eropa datang ke sini. Juga ulama dari Palestina. Mereka terkagum-kagum melihat keberhasilan pengurus masjid menggerakkan umat untuk beribadah dan memakmurkan masjid. Bayangkan, masjid kelas kampung tapi bisa mendunia ketenarannya.  Masjid Jogokariyan makmur dalam menjalankan manajemen masjid, makmur dalam pengelolaan dan pengumpulan keuangannya, serta makmur dalam membina jamaahnya.

Menurut Rendy,  Masjid Jogokaryan menjadi model pengelolaan masjid seperti dinyatakan dalam Alquran surat Al Maidah ayat 18 – 21 yakni masjid tidak saja sebagai tempat ibadah salat, tetapi juga menjadi sentra membangun kekuatan ekonomi umat. “Tata kelolanya sudah dengan pendekatan manajemen yang modern dan berbasis IT,” tambahnya.

Seperti dijelaskan Ustaz Jazir, yang menjadi kekuatan kemakmuran masjid ini karena mereka membentuk Badan Usaha Milik Masjid (BUMM). Lalu dibentuk 28 divisi kerja di antaranya biro klinik sampai komite aksi untuk umat. Uang dari infak jamaah dan usaha tidak diendapkan, tapi selalu diputar. Oleh karena itu Masjid Jogokaryan terkenal sebagai masjid yang memelopori program nol saldo alias zero saving.

Ternyata usaha-usaha yang dilaksanakan BUMM Masjid Jogokaryan berjalan lancar, terutama unit usaha Islamic Center dan Hotel Masjid Jogokaryan. Karena itu kesejahteraan pengurus tidak diambil dari infak jamaah, melainkan dari hasil usaha BUMM, yang menghasilkan ratusan juta rupiah. Termasuk juga penggantian barang jamaah yang hilang dan program-program menyejahterakan kaum dhuafa.

Dijelaskan, manajemen Masjid Jogokaryan pada Ramadan tahun ini telah mengganti sebanyak empat pasang sandal milik jamaah yang hilang. Total rupiah yang dikeluarkan sekitar Rp 3,5 juta, karena ada sandal yang harganya Rp 1,25 juta. “Tapi tidak ada masalah, semua diganti. Program ini sudah lama dilaksanakan sejak tahun 2003,” kata Ustaz Jazir.

Setiap 15 hari sekali Masjid Jogokaryan membagi-bagikan paket sembako untuk warga miskin. Bahkan pada masa pandemi kemarin, ada seribu paket yang dibagikan setiap pekan. Maklum banyak warga yang masuk kategori orang miskin baru. Juga ada program perbaikan rumah dan pemberian bantuan modal usaha. Termasuk bantuan anak sekolah dan kesehatan warga.

Dalam sejarahnya, Masjid Jogokaryan didirikan oleh Pengurus Muhammadiyah Ranting Karangkajen dalam rangka memperkuat nilai-nilai keislaman  untuk kaum abangan di sekitar Jogokaryan. Tapi masjid ini tidak menggunakan simbol organisasi dan  dalam melaksanakan ibadah sangat  menghargai perbedaan. Kalau imam subuhnya pakai qunut, kaum Muhammadiyah tidak ada yang mempermasalahkan. Begitu juga sebaliknya. Selain meluruskan kaum abangan, dibangunnya masjid ini juga untuk mengikis mental warga yang tadinya terpengaruh gerakan dan paham komunis. Jogokaryan termasuk basis PKI di tahun 60-an.

Yang unik Masjid Jogokaryan punya program ibadah menyalatkan  orang hidup sejak tahun 2000-an. Maksudnya mengajak orang agar mau salat berjamaah. Sebab hasil pendataan diketahui waktu itu ada sekitar 1.300 warga tidak rajin salat. Makanya salat subuhnya dilakukan dengan sistem undangan seperti acara kendurian, yang ternyata belakangan sangat berhasil.

Sekilas tak ada yang istimewa dari Masjid Jogokaryan. Konstruksi bangunannya  tidak terlalu megah dominan warna hijau. Seperti Masjid As Syuhada di belakang BCA Balikpapan. Tapi Masjid Jogokaryan dibangun di atas tanah seluas 1.478 meter persegi berlantai 3 dan banyak tangganya. Lantai 1 dan 2 sebagai ruang ibadah dan lantai 3 jadi kamar hotel, tempat menginap jamaah yang berkunjung dari luar daerah.

Menurut Jaelani, Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokaryan Muhamad Jazir sudah sering datang ke Kaltim termasuk ke Balikpapan untuk membagi ilmunya. Dia sudah tahu kondisi masjid-masjid di daerah ini termasuk Masjid Agung At Taqwa dan Masjid Beriman Islamic Center, yang masih harus dimaksimalkan pengelolaannya. “Beliau bisa kita undang atau kita studi banding ke Jogokaryan,” katanya.

Ketika saya salat Jumat di Masjid Agung At Taqwa, kemarin, saya membayangkan masjid ini bisa dikembangkan seperti Masjid Jogokaryan. “Pasti bisa asal tata kelola masjid dibenahi dan kompak,” kata Pak Hafni dan Pak Adam Sinte, anggota DPR Kaltim dapil Balikpapan yang memberi semangat kepada saya. Insyaallah.@@@@@