ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Pidato Kebangsaan AHY, Tak Segan Mengapresiasi, Tidak Takut Bersuara Lantang

August 24, 2021 by  
Filed under Serba-Serbi

Agus Harimurti Yudhoyono

JAKARTA – Partai Demokrat secara paralel, di parlemen maupun di ruang-ruang publik juga konsisten untuk terus memberikan masukan-masukan yang konstruktif untuk pemerintah sekaligus menyuarakan harapan dan aspirasi rakyat.

“Semua berdasarkan fakta dan realitas di lapangan. Kami tidak segan untuk memberikan apresiasi, termasuk dukungan penuh, terhadap segala kebijakan yang tepat sasaran, dan berpihak pada rakyat. Tapi, kami juga akan bersuara lantang, termasuk menyampaikan kritik, terhadap hal-hal yang tidak tepat, apalagi menyimpan “bom waktu”,” ucap ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam Pidato Kebangsaan yang disampaikan pada acara Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia yang disiarkan secara daring, Senin (23/8/2021) sore.

Sebagai contoh, lanjutnya sejak awal Demokrat tegas mengingatkan bahwa, dalam menangani pandemi, negara tidak boleh gagal fokus antara “api” dan “asap”. Dalam konteks ini, pandemi Covid-19 adalah apinya, sedangkan tekanan ekonomi merupakan asapnya.

“Jangan kita habis-habisan berupaya menghilangkan asapnya, sedangkan apinya gagal kita padamkan secara total. Selama ada api, selalu akan ada asap. Pada akhirnya, tidak ada yang lebih berharga dari nyawa manusia. Ekonomi bisa dipulihkan secara bertahap, tapi manusia yang mati tidak bisa dihidupkan kembali. Ternyata, apa yang kami ingatkan sejak satu setengah tahun yang lalu itu, sekarang terbukti menjadi nyata. Prediksi kami menjadi fakta,” tegasnya.

Yang sulit diterima, katanya jika dalam menghadapi ancaman serius terhadap kesehatan publik seperti ini, masih ada yang mempertahankan agenda-agenda lainnya; selain tidak relevan, juga sebenarnya masih bisa ditunda, karena tidak mengandung kegentingan yang memaksa.

Misalnya, struktur belanja pemerintah dalam pembangunan infrastruktur ternyata masih lebih tinggi dibanding alokasi anggaran kesehatan. Yang harusnya menjadi prioritas nomor satu adalah meningkatkan kapasitas rumah sakit, beserta segala fasilitas pendukungnya, memperkuat kapasitas tenaga kesehatan, serta menambah pasokan vaksin dan mempercepat distribusinya.

“Kami juga sering memberikan masukan atas berbagai permasalahan terkait kebijakan-kebijakan yang tidak dijalankan secara terintegrasi dan tersinkronisasi dengan baik. Di tingkat pusat, cukup sering terjadi overlapping kewenangan dan kebijakan publik, antar lembaga stakeholder. Kebijakan antara pusat dan daerah, maupun antar daerah satu dengan lainnya, juga seringkali tidak sejalan. Selain membingungkan, hal ini tentu berbahaya, ditambah dengan persoalan-persoalan terkait transparansi dan akurasi data yang menyulitkan diimplementasikannya kebijakan 3T secara efektif dan efisien,” katanya lagi.

Yang tidak kalah penting, sambungnya mereka juga mengingatkan, agar tidak terjadi kesalahan prosedur dan penyalahgunaan kewenangan, atas nama kegentingan penanganan pandemi, yang itu semua berpotensi pada terjadinya kerugian negara. Perppu No. 1, yang kemudian menjadi UU No. 2 tahun 2020, memberikan otoritas penuh dan keleluasaan (bisa dikatakan absolut) bagi pemerintah untuk menggunakan segala sumber daya nasional untuk kecepatan penanganan krisis pandemi.

Namun demikian, katanya segenting apapun keadaan, tata kelola pemerintahan yang akuntabel, serta mekanisme checks and balances, harus tetap dijalankan. “Bagi kami, sikap dan posisi kritis seperti itu adalah sesuatu yang fundamental. Alasan kami sederhana, dan hanya satu, yaitu Partai Demokrat ingin pemerintah sukses, karena jika pemerintah sukses, maka negara dan rakyat kita akan selamat,” katanya. Namun ia menyayangkan, niat baik seperti itu seringkali disalahartikan. Pandangan atau masukan kritis dianggap sebagai bentuk serangan atau gangguan untuk kepentingan politik tertentu. Lebih menyakitkan, jika setiap masukan dan pandangan yang berbeda, dianggap sebagai bentuk perlawanan, dianggap tidak “Merah Putih”.

“Menurut kami,yang tidak “Merah Putih” adalah mereka yang hanya berdiam diri, ketika tahu ada yang keliru di negeri ini, atau mereka yang hanya berdiam diri, menunggu pemimpinnya berbuat salah, dan negaranya gagal. Saya rasa, alasan kami tersebut, sama seperti alasan yang dimiliki oleh berbagai elemen bangsa lainnya, saat menyampaikan pandangan kritisnya, termasuk para insan pers dan media, para mahasiswa dan kalangan kampus, serta para aktivis dari berbagai civil society. Saya juga sangat meyakini bahwa itu juga alasan yang sama yang dimiliki oleh rakyat kita,” imbuhnya.

Dikatakannya, jika memang suara partai politik dianggap mengandung agenda kepentingan politik tertentu, maka mereka berharap para pemimpin dan pemerintah sudi mendengarkan langsung suara hati rakyat di akar rumput. “Sangat manusiawi, jika dalam keadaan yang tak berdaya dan serba tak menentu, rakyat akan mengekspresikan kesedihan, kemarahan, dan kekecewaannya. Oleh karenanya, semoga para pemimpin dan wakil rakyat bisa berbesar hati untuk terus melakukan evaluasi, karena faktanya memang masih cukup banyak hal yang perlu, dan bisa dibenahi, diperbaiki, dan ditingkatkan,” tandasnya.

Ia berharap para pemimpin dan wakil rakyat juga semakin bijak dan sabar untuk terus mengayomi dan mengasihi rakyatnya. “Rakyat yang miskin dan kelaparan, rakyat yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan, rakyat yang hidupnya sulit dalam lilitan utang, rakyat yang frustrasi memikirkan nasib dan masa depannya yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian,” pungkas AHY. (*/adv)