ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Penyaluran Zakat Tanpa Izin Dapat Menimbulkan Penyelewengan

March 22, 2023 by  
Filed under DPRD Kaltim

Rusman Ya;qub

SAMARINDA – Zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam dalam memberikan sebagian rezekinya untuk orang yang membutuhkan. Namun, saat ini banyak pegiat zakat yang beroperasi tanpa memiliki izin resmi, yang dapat menimbulkan kekhawatiran masyarakat terkait kemungkinan penyelewengan dalam penyaluran zakat. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Rusman Ya’qub, mengungkapkan keprihatinannya.

“Kami perlu lembaga yang bertugas mengawasi dan mengontrol lembaga-lembaga zakat,” ujarnya, Selasa (21/3/2023).

Rusman menekankan bahwa Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim memiliki tugas untuk memantau dan mengawasi proses penyaluran zakat di masyarakat. Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pembentukan Lembaga Amil Zakat (LAZ) harus memiliki izin resmi.

“Mungkin karena tingginya kepedulian antar masyarakat, beberapa lembaga penyalur zakat dibentuk tanpa izin resmi,” tambahnya.

Rusman menyatakan bahwa meskipun niat dari lembaga zakat tersebut baik, kemungkinan penyalahgunaan dana zakat masih sangat memungkinkan terjadi. Oleh karena itu, perlu ada dasar yang memiliki kewenangan untuk mengontrol hal tersebut agar dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya penyelewengan. Menurutnya, Kementerian Agama dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Rusman menegaskan, LAZ yang tidak terdaftar dapat menimbulkan penyelewengan dalam pengumpulan dan penyaluran zakat, sehingga dapat memicu keresahan masyarakat dan merugikan LAZ resmi yang telah ada. Oleh karena itu, diperlukan operasi penertiban terkait LAZ yang tidak memiliki izin resmi.

“Saya berharap pemerintah daerah dan Kementerian Agama tidak bersikap pasif. Mereka harus bergerak sebelum ada aduan,” tutupnya. (rhiea/adv)

Kominfo Kaltim Gelar Literasi Digital Antihoaks

April 5, 2022 by  
Filed under Kalimantan Timur

SAMARINDA – Dinas Kominfo Kalimantan Timur menggelar Literasi Digital Antihoaks menggandeng organisasi Gerakan Antihoaks Jurnalis Kaltim. Pekan tadi (30 dan 31 Maret 2022) dua acara digelar, dengan audiens siswa-siswi SMK Negeri 18 Lempake Samarinda dan SMA Negeri 13 Samarinda.

“Tahun ini tema kita menangkal hoaks menjelang 2024. Kita mengantisipasi menjelang tahun politik tahun 2024 akan lebih banyak hoaks bertebaran dan membanjiri media-media sosial kita,” kata HM Faisal, Kepala Dinas Kominfo Kaltim, Senin (4/4/2022).

Menurut Faisal, perang terhadap hoaks harus dari hulunya. Yaitu dengan mencerdaskan pengguna internet disemua lapisan. Upaya pencerdasan bermain media sosial itu dapat dilakukan dengan memperbanyak kegiatan literasi digital antihoaks.

“Kita mengajak semua pihak yang punya kepedulian menjaga media sosial dari penyebaran hoaks untuk aktif dalam literasi digital antihoaks,” ujar Faisal. Dia bersyukur dalam hal literasi digital, Kaltim termasuk tiga besar terbaik secara nasional pada tahun 2021 lalu.

Acara Literasi Digital Antihoaks di dua sekolah juga menghadirkan narasumber anggota DPRD Kaltim Rusman Ya’qub yang juga anggota Komisi IV membidangi pendidikan. Rusman menyampaikan materi terkait peran politik generasi muda dan ancaman terhadap negara akibat penyebaran hoaks.

Narasumber lainnya Charles Siahaan, Ketua Antihoaks Jurnalis Kaltim dan Tri Wahyuni, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Kaltim. Umumnya siswa-siswi menyambut antusias dan banyak di antaranya baru menyadari bahaya dan ancaman terhadap warga jika memproduksi dan menyebarkan hoaks.

Rusman Ya’qub mengingatkan para siswa tentang kondisi masyarakat pengguna internet yang aktif di media sosial. Saat ini, menurutnya masih ada polarisasi dua kubu berbeda yang selalu saling menghujat dan berlawanan. Dua kubu itu yang dulu dikenal dengan istilah kubu cebong dan kubu kampret. Pembentukan kubu-kubu ini sebagai buah dari persaingan politik Pemilihan Presiden yang telah berlangsung sejak erah tahun 2014 silam.

“Kubu cebong itu pendukung Pak Jokowi dan kubu kampret itu pendukung Pak Prabowo. Ini sampai sekarang masih berkelahi di media sosial. Gak ada habis-habisnya. Padahal, yang bersaing dalam Pilpres sudah berdamai. Pak Prabowo menjadi menterinya Pak Jokowi,” cerita Rusman.

Setelah Prabowo Subianto bergabung dalam kabinet Presiden Joko Widodo, istilah kampret berubah menjadi kadrun. Kubu-kubu ini yang berkelahi ini kemudian saling serang menyerang dan diantaranya menggunakan narasi-narasi hoaks. Bahkan kuat dugaan ada yang menunggangi untuk mengambil kesempatan kelompok tertentu untuk kepentingan kelompoknya.

Rusman Ya’qub mengajak para pelajar untuk jeli-jeli saat menerima pesan di berbagai platform media sosial. Jika menemukan judul-judul berita yang provokatif, sebaiknya menahan diri untuk tidak menyebarkannya lagi ke orang lain. Dia mengajak para pelajar untuk disipilin melakukan konfirmasi atau tabayun, jika menemukan pesan-pesan berupa teks, foto maupun video di berbagai media sosial.

Sementara Tri Wahyuni mengajak para pelajar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Pelajar harus mengetahui bahwa jejak digital dalam internet itu tidak bisa dihapus. Karena sewaktu-waktu jika memang ada yang membutuhkan bisa dilacak kembali, meski secara pandangan mata sudah dihapus dari dinding akun medsos.

Beberapa perguruan tinggi dan juga perusahaan besar, menurut Tri Wahyuni, sudah ada yang menyertakan persyaratan pencantuman akun media sosial sebelum diterima masuk kuliah atau kerja. Dari media sosial itu tim seleksi mempelajari karakter orang tersebut sehingga akan berpengaruh pada diterima atau tidaknya masuk perguruan tinggi atau kerja.

“Jadi, waspada dengan jejak digital ini,” ucap Tri Wahyuni.

Narasumber lainnya, Charles Siahaan memberikan materi mengenai sejarah hoaks yang beredar di seluruh dunia. Menurut Charles yang juga Pemred media siber Beritakaltim itu, hoaks sudah ada sepanjang peradaban. Bahkan sejak zaman nabi Adam dan Hawa, di mana datangnya rayuan untuk memakan buah khuldi. Saat itulah hoaks diproduksi pertama oleh iblis.

Charles memberikan gambaran tentang ancaman yang harus diterima para produsen dan penyebar hoaks. Selain karena menyebarkan hoaks adalah perbuatan iblis yang pasti membuat orang berdosa, perbuatan itu juga mengakibatkan seseorang bisa masuk penjara.

“Sebab ada undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE atau informasi dan transaksi elektronik,” ucap Charles.

Hal lainnya dari penyebaran hoaks, menurut Charles, merugikan diri sendiri karena baik menerima / mendownload maupun menyebarkan pesan hoaks, menghabiskan kuota internet.

“Jadi, untuk apa menyebarkan hoaks. Selain dosa dan terancam masuk penjara, juga menghabiskan kuota,” ujarnya.

Kegiatan Literasi Digital Antihoaks sebelumnya juga digelar dalam acara talkshow yang berlangsung di arena pameran Kaltim Fair di hall Bigmal Samarinda. Pembicara menghadirkan anggota DPRD Kaltim Rusman Ya’qub, Charles Siahaan, Tri Wahyuni serta Kepala Dinas Kominfo Kaltim dan seorang akademisi dari Unmul Silviana Purwanti. (*)