ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Perlindungan Perempuan dan Anak Masuk Program Prioritas

March 21, 2013 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

SAMARINDA–vivaborneo.com, Pemprov Kaltim dalam prioritas pembangunannya berupaya meningkatkan SDM masyarakat, termasuk di dalamnya menyangkut tentang pemberdayaan keluarga, dan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Hal tersebut didasari keprihatinan Pemerintah terhadap berbagai tindakan kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Kemudian dari banyak kasus-kasus yang terjadi tersebut dinilai belum mendapat jaminan perlindungan dari sistem hukum Indonesia terhadap korban kekerasan pada perempuan dan anak.

“Tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan tindakan yang melanggar, menghambat, meniadakan dan mengabaikan hak asasi serta merupakan kejahatan kemanusiaan. Oleh karenanya perlu tindakan pencegahan dengan meningkatkan kualitas SDM pendamping perempuan dan anak korban kekerasan,” kata Gubernur Kaltim, H Awang Faroek Ishak melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Kesra, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pencapaian MDGs, Dwi Nogroho saat membuka Pelatihan Pendamping Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 2013, di Samarinda, Rabu (20/3).

Pelatihan sendiri diselengarakan 20 – 22 Maret 2013 dengan peserta anggota unit-unit pelayanan 14 Kabupaten/Kota se Kaltim. Hadir sebagai narasumber Deputi Perlindungan Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI dan unsur dari Polda Kaltim, RSUD AWS Samarinda, dan P2TP2A Odah Etam Kaltim.

Berkenaan itu, Gubernur menyambut positif penyelenggaraan pelatihan yang digagas Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kaltim tersebut. Melalui pelatihan diharap dapat memberikan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang lebih luas dan memadai tentang pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan.

“Kepada para peserta pelatihan saya harapkan agar dapat mengikuti kegiatan pelatihan ini secara sungguh-sungguh. Jangan segan bertanya atau melakukan sesuatu jika diminta oleh para narasumber atau instruktur,” katanya seraya mencontohkan tindak kekerasan kaum perempuan dan anak dimaksud mereka banyak yang mendapat perlakuan kekerasan sehingga menimbulkan kesakitan, kecacatan fisik dan penurunan kualitas mental.

Selain itu, ada pula perempuan dan anak yang menjadi obyek pemerasan, diperjual-belikan sebagai budak atau pekerja tanpa mendapat imbalan yang layak, masuk dalam perangkap usaha komersialisasi seks, tindak kriminal, pere-daran obat-obat terlarang dan lain sebagainya.

Dengan pengetahuan, pemahaman  dan keterampilan yang baik para pendamping perempuan dan anak korban kekerasan diharapkan dapat mengatasi masalahnya secara sistematis, terarah dan berkelanjutan dengan dukungan dan kerjasama semua pihak terkait.Sehingga dapat melakukan usaha-usaha perlindungan semaksimal mungkin, sehingga tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim dapat diatasi dengan baik.

Kekerasan fisik atau psikis yang dialami korban kekerasan dianggap menyisakan trauma dan merupakan penderitaan berat. Dengan UU dan Peraturan terkait perlindungan perempuan dan anak, Pemerintah menghendaki setiap perempuan dan anak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan.

“Apalagi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) bertentangan dengan UUD 1945, juga termasuk pelanggaran terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus dari muka bumi ini,” timpalnya.

Melihat kondisi itu sudah sepatutnya korban mendapatkan penanganan terpadu meliputi penerimaan pengaduan, pelayanan kesehatan, pelayanan bantuan dan penegakan hukum, rehabilitasi sosial dan pemulangan serta integrasi sosial di dalam sebuah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Unit pelayanan melalui P2TP2A yang sangat penting adalah tersedianya petugas atau pendamping perempuan dan anak korban kekerasan yang terlatih dan terampil, serta mampu memberikan layanan secara profesional kepada korban sesuai hak-haknya, agar mereka dapat pulih dan mampu berperan kembali dalam tanggung jawab dan fungsi lingkungan sosialnya.

Secara tidak langsung dengan adanya penambahan jumlah dan peningkatan kualitas petugas atau pendamping, maka hal itu merupakan bentuk pencapaian target Pemerintah dalam implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Layanan Terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

“Pemprov Kaltim sendiri hingga saat ini telah memfasilitasi terbentuknya 13 P2TP2A di Kabupaten/Kota, di antaranya P2TP2A Provinsi Kalimantan Timur “Odah Etam” melalui SK Gubernur Kaltim No.263/K.365/2009 sebagai bentuk jaminan Pemerintah dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan,” sebutnya. Sedangkan mengenai fasilitasi dan operasional P2TP2A selanjutnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota.

Sementara Kepala BPPKB Kaltim, Hj Ardiningsih mengatakan, Pemprov Kaltim melalui BPPKB Kaltim terus mempersiapkan tenaga pendamping yang diandalkan melalui kegiatan pelatihan seperti yang dilaksanakan kali ketiga pada 2013 ini. “Sebab SDM Kabupaten/Kota kan berganti-ganti. Sehingga mereka yang menggantikan harus diberi pelatihan,” katanya.

Pelatihan sendiri dikhususkan bagi anggota P2TP2A se Kaltim sebagai pelaksana, bukan kepada SKPD terkait. SKPD hanya sebagai mitra bukan pelaksanan agar penangannya lebih konsen.

“Harapan kita unit pelayanan yang dapat memberikan pelayanan terbaik bagi korban. Jangan sampai sudah jadi korban malah di ping pong (diperlakukan layaknya bola tenis meja yang dioper kesana kemari,Red). Tapi harus dilayani mengantar mengikuti semua prosesnya. Ini fungsinya ada pendampingan,” tandasnya. (vb/arf)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.