Hasil Temuan Tim Gabungan PBD Tahun 2019, Jadi Dasar Kutim Tolak Usulan Bontang Soal Sidrap

May 27, 2025 by  
Filed under Kutai Timur

Share this news

Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman saat meresmikan jembatan di RT 14 Desa Martadinata sebagai salah satu program peningkatan infrastruktur di Dusun Sidrap.

SANGATTA — Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) dan DPRD pada 2021 secara resmi menolak usulan Pemerintah Kota Bontang untuk mengubah batas wilayah pada segmen Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan. Wilayah yang dipersoalkan meliputi Dusun Sidrap seluas sekitar 164 hektare. Keputusan ini diambil melalui Sidang Paripurna DPRD pada 5 Agustus 2021 dan dituangkan dalam Nota Kesepakatan bersama, seiring dengan hasil investigasi teknis dan administratif yang menguatkan posisi Kutim.

Surat penolakan dengan nomor 100/329/Pem-3 ditandatangani Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman pada 16 September 2021, ditujukan kepada Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) dan ditembuskan hingga ke Kementerian Dalam Negeri. Dalam surat tersebut, Pemkab Kutim merinci tindak lanjut sejak awal munculnya aspirasi sebagian warga Dusun Sidrap untuk bergabung dengan Kota Bontang.

Persoalan ini bermula dari fasilitasi Pemerintah Provinsi Kaltim pada 3 Januari 2019 di Ruang Kerja Gubernur, yang mempertemukan Pemkab Kutim dan Pemkot Bontang. Keduanya sepakat untuk menelusuri lapangan sebelum mengambil sikap. Pelacakan lapangan dilakukan tim gabungan, yakni Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) dari Pemkab Kutim dan Pemkot Bontang, pada 26 Juni 2019. Hasilnya menunjukkan ketidaksesuaian data di atas peta dengan kondisi faktual di lapangan.

Tiga titik koordinat yang seharusnya menunjukkan keberadaan Sungai Guntung, sebagai batas alam, tidak ditemukan keberadaannya. Salah satunya, koordinat 50N X: 550809, Y: 09740, yang semestinya dilintasi Sungai Guntung, ternyata tidak ditemukan sungai yang memotong jalan atau memiliki cabang.

Sementara itu, delapan titik fasilitas publik di Dusun Sidrap, seperti Masjid Muhajirin, TK Madani, Posyandu Taman Gizi, dan SD Sidrap, tidak ada satupun yang dibangun dengan dana APBD Kota Bontang. Hal ini ditegaskan langsung oleh pengurus fasilitas dan warga setempat serta dikonfirmasi oleh Tim PBD Kota Bontang.

Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Kutim Trisno, menegaskan bahwa pihaknya malah menemukan indikasi pelanggaran serius oleh Pemerintah Kota Bontang. Salah satunya, pembentukan enam Rukun Tetangga (RT 19 sampai dengan RT 24) di Kelurahan Guntung yang berada dalam wilayah administrasi Desa Martadinata, Kutim.

“Ini merupakan pelanggaran administrasi kewilayahan. RT-RT tersebut berada di wilayah Kutim, tetapi dibentuk oleh Pemkot Bontang. Ini bukan hal sepele,” tegas Trisno.

Tak hanya itu, Pemkab Kutim juga mencatat indikasi manipulasi data kependudukan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 jo Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Sebagian masyarakat Sidrap teridentifikasi berstatus sebagai warga Kota Bontang, meski secara administratif tinggal di wilayah Kutim.

“Ini bukan hanya soal klaim wilayah, tetapi menyangkut legalitas data dan pelayanan pemerintahan. Pelanggaran seperti ini bisa berdampak sistemik,” lanjut Trisno.

Pemkab Kutim memahami bahwa sebagian warga Dusun Sidrap menginginkan pelayanan sosial yang lebih baik. Itulah alasan utama mereka ingin bergabung dengan Bontang. Namun, menurut Trisno, keinginan itu tidak dapat mengesampingkan prosedur hukum dan aturan yang berlaku.

“Sebab, Pemkab Kutim justru sudah merespons dengan program pemekaran desa, perubahan status kawasan lewat program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), dan mendorong kerja sama pengembangan kawasan agar masyarakat tidak merasa terpinggirkan,” jelasnya.

Penolakan Kutim bukan tanpa dasar. Kajian Teknis yang disusun Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Kutim menyimpulkan bahwa tidak ada urgensi atau dasar kuat untuk mengubah batas daerah. Terlebih, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2005 telah menetapkan batas resmi antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutim.

Isi Nota Kesepakatan antara Pemkab dan DPRD pun jelas, sepakat menolak usulan perubahan garis batas wilayah. Seluruh temuan dan dokumen pendukung telah dikirimkan kepada Gubernur Kaltim serta ditembuskan ke Kemendagri, Ketua DPRD Provinsi, Wali Kota dan DPRD Bontang, serta DPRD Kutim.

“Kita harus membangun pemerintahan berdasarkan aturan. Bukan pada klaim, bukan pada emosi, tapi pada hukum dan fakta,” tutup Trisno.

Kisruh batas Sidrap telah mencuat menjadi isu penting dalam tata pemerintahan daerah di Kaltim. Di tengah dorongan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik, kejelasan batas administratif menjadi fondasi mutlak. Kutim telah menetapkan sikapnya berdasarkan data, hukum, dan kepentingan jangka panjang. Ditambah terus meningkatnya perhatian Pemkab terhadap pembangunan di kecamatan hingga wilayah perbatasan. Termasuk paling anyar, salah satu yang dicanangkan Kutim adalah dimulainya distribusi program Rp 250 juta per RT dengan dukungan kendaraan operasional untuk para Ketua RT. (fj)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.