Kaltim Jadi Pusat Sastra Serumpun, Tiga Negara Berkumpul dalam DSBK XVI

June 9, 2025 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

SAMARINDA — Kota Samarinda, Kalimantan Timur, kembali dipercaya menjadi tuan rumah perhelatan sastra internasional, Dialog Serantau Borneo Kalimantan (DSBK) ke-XVI, yang akan digelar pada 18–20 Juni 2025. Ini menjadi kali kedua Provinsi Kalimantan Timur menjadi tuan rumah setelah sukses menggelar DSBK X pada 2011 lalu.

Ajang tahunan ini mempertemukan para sastrawan dari tiga negara serumpun—Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia—dengan menghadirkan sekitar 200 peserta, mulai dari sastrawan, akademisi, jurnalis, hingga pegiat seni dan budaya.

Ketua Umum Dewan Kesenian Daerah Provinsi Kaltim, Syafril Teha Noer, menegaskan pentingnya kegiatan ini dalam pengembangan bahasa, sastra, dan budaya di wilayah Kalimantan.

“Pada penyelenggaraan DSBK yang ke-XV di Brunei Darussalam pada Agustus 2023 lalu. Kaltim diminta menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan DSBK ke-XVI tahun 2025 ini,” ujar Syafril dalam konferensi pers di Harris Hotel, Jalan Untung Suropati, Samarinda. Senin (9/6/2025).

Ia menekankan, DSBK ke-XVI bukan hanya forum dialog, tetapi juga momen penting untuk memperkuat jejaring sastrawan antarnegara. “Kegiatan DSBK ke-XVI ini dimulai dari seminar sastra yang akan berlangsung pada 18 Juni 2025, dan akan menghadirkan para penyaji makalah dari negara sastrawan,” terang Syafril.

Rangkaian acara juga mencakup muhibah budaya ke Museum Mulawarman di Tenggarong, wisata susur Sungai Mahakam, pameran buku, parade sastra, serta bedah buku antologi puisi bertajuk Jejak Perigi di Tanah Melayu.

“Kita juga akan melakukan bedah buku analogi Jejak Perigi di Tanah Melayu (kumpulan puisi peserta yang mengirim),” jelasnya.

Penelaah Teknis Kebijakan Balai Bahasa Provinsi Kaltim, Amien Wangsitalaja, menilai DSBK sebagai upaya konkret untuk mendekatkan sastra dengan masyarakat.

“Kenapa sastra terasing? Sebab jarang ada seremoni yang membuat masyarakat tahu akan sastra. Meski hakekatnya sastra bukan seremoni seperti budaya, akan tetapi sastra juga bisa memiliki ruang di masyarakat,” kata Amien.

Lebih dari sekadar bentuk tulisan, sastra menurut Amien adalah renungan yang memperkaya jiwa dan membuka ruang pemahaman atas keragaman bahasa dan budaya.

“Dengan sastralah jiwa kita kaya. Kita juga lagi mencoba menggabungkan dua gaya pengucapan bukan hanya dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam bahasa melayu,” tutupnya. (yud)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.