ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Sekar Kedaton, Orkes Tradisi Rasa Global

June 10, 2015 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

JIKA mendengar kata chacha, bossa, latin, samba, pastinya kita terbayang dengan seni luar negeri, karena genre musik tersebut bukan lahir di Indonesia apa lagi di Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.

Orkes Sekar Kedaton dibawah pimpinan Syaiful Anwar (pemain Bongo/tengah) saat tampil Resepsi EIFAF 2015, di Pendopo Odah Etam, Selasa (9/6)

Sedangkan musik khas Kutai, salah satunya adalah irama Tingkilan, yang berasal dari alat musik Gambus Kutai.

Di ibu kota kabupaten Kukar yaitu Tenggarong, terdapat grup musik memainkan Tingkilan yang bisa dikolaborasikan dengan irama chacha, bossa, latin dan samba. Terkadang, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu Kutai namun bisa diiringi musik asal luar negeri tersebut.

Sekar Kedaton, demikian nama grup musik tersebut. Sekar Kedaton tidak asing lagi  pada kalangan kerabat kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan masyarakat sekitarnya.

HR Syaiful Anwar Ketua Orkes Sekar Kedaton menjelaskan, nama grup musik yang dipimpinnya berarti Bunga Keraton, sedangkan kedaton maknanya adalah kedato’an artinya tempat memberi petuah, nasehat atau pembinaan. Bila Kedaton di berikan  pada suatu tempat rumah atau gedung, maka tempat itu di gunakan tempat bermusyawarah bagi keluarga kesultanan.

“Bila nama tersebut di berikan pada suatu komunitas seni, maka komunitas itu bertugas untuk membina, mengembangkan, melestarikan, menjaga dan melindungi khasanah budaya para leluhur,” ujar seniman paruh baya yang lebih akrab disapa H Nueng tersebut saat ditemui usai penampilannya pada Resepsi EIFAF 2015, di Pendopo Odah Etam, Selasa (9/6).

Dikatakannya, sejak 1950-an komunitas Seni Sekar Kedaton telah membina berbagai kegiatan seni yang diantaranya, seni musik, seni tari, seni drama yang di pimpin langsung oleh Sultan Kutai Kartanegara AM Parikesit. Pada masa itu, saban malam minggu selalu di laksanakan pagelaran pada sebuah gedung yang disebut Istana, dan sekarang gedung tersebut di beri nama Putri Junjung Buyah atau gedung wanita. Hingga tak heran Sultan Kutai Kartanegara Ing Matadiupra HAM Salehuddin II juga sesekali bergabung bermain musik bersama sekar kedaton, yakni memainkan ‘drum’.

Setelah Kesultanan tidak lagi menjadi penguasa tunggal di daerah, serta berbagai kondisi dalam negri yang tidak menentu serperti terjadinya peristiwa G 30 S PKI tahun 1965, hal itu mempengaruhi pengembangan seni budaya pada Kesultanan Kutai Kartanegara, termasuk Sekar Kedaton yang perlahan tenggelam.

“Hingga pada 3 November 2012  kami bagian dari anak cucu kerabat Kesultanan menghidupkan kembali komunitas yang kami beri nama Sanggar Seni Budaya Kelasik Sekar Kedaton,” ujarnya.

Sejak berdirinya komunitas tersebut, menurut H Nueng pihaknya baru dapat mengembangkan seni musik, sedangkan seni tari klasik dan tari pesisir serta upacara-upacara adat sedang dalam proses pengembangan. Hal tersebut karena segala keterbatasan, sehingga belum dapat memenuhi peralatan yang di butuhkan seperti seperangkat gemelan dan lainnya.

Kenapa memainkan musik yang berasal dari luar negeri? Nueng menjawab memang sejak awal Sekar Kedaton ada, sudah memainkan genre musik global, bahkan Jazz yang dipadukan dengan Tingkilan untuk mengiringi berbagai lagu, termasuk lagu Kutai.

“Ini merupakan cara untuk melengkapi warna musik di Kutai tanpa meninggalkan tradisi, bahkan kita main dengan potongan pakaian adat,” ujarnya.

Saat ini genre musik orkes Sekar Kedaton yang mengusung irama  global yang tenar dibawah tahun 1970 tersebut, kini memiliki tempat tersendiri di Kukar.   Sekar Kedaton kerap mengisi acara – acara besar, misalnya saja penyambutan tamu kehormatan Pemkab Kukar, acara-acara penting lainnya, hingga menghibur pesta pernikahan.

Menurut H Nueng, Gubernur Kaltim H Awang Faroek pernah mengatakan Sekar Kedaton satu-satunya orkes di Kaltim yang membawakan irama kelasik, dan jika mendengar musiknya, bisa mengembalikan bayangan kenangan masa lalu.

Saat ini Sekar Kedaton dengan 24 personel termasuk keroncong Tingkilan,  kegiatannya masih ditangani secara swadaya dan mandiri, belum pernah mendapat bantuan dari Pemerintah.

“Kami juga tidak mencari materi lewat orkes ini, tapi niat kami murni untuk menghibur, membina kebersamaan dalam membangun dan melestariakn kesenian,” ungkapnya.

Selain musik, Sekar Kedaton juga memiliki sanggar tari yang saat ini anggotanya terdiri dari 38 pelajar, dan 20 penari senior. Latihan tari dilaksanakan empat kali seminggu di sekretariat Sekar Kedaton.

“Sebenarnya kami kewalahan menerima anak-anak yang ingin bergabung, karena keterbatasan tempat latihan dan peralatan,” katanya.

Meski dengan keterbatasan, H Nueng bertekad mewujudkan misi Sekar Kedaton yaitu menghimpun generasi muda sebagai generasi penerus perjuangan para leluhur untuk mempertahankan nilai-nilai serta mengembangkan, menjaga, melindungi dan melesatrikan seni budaya bangsa, menuju masayarakat sejahtera melalui pembangunan ekonomi kreatif. (hayru/vb)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.