ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

“Bapak Hati Nurani Keadilan”

July 15, 2022 by  
Filed under Opini

Share this news

Catatan Rizal Effendi

Kajati Kaltim meresmikan Rumah Restorative Justice di 8 wilayah se Kaltim

MENYAMBUT Hari Kejaksaan atau Hari Bhakti Adhyaksa, 22 Juli 2022, Jaksa Agung Prof Dr H Sanitiar Burhanuddin, SH, MM, MH, layak disebut “Bapak Hati Nurani Keadilan.” Berkat dia pencari keadilan yang membutuhkan hati nurani mendapatkan tempat baru. Tempat itu sekarang diwujudkan dengan pendirian rumah keadilan atau Rumah Restorative Justice (RRJ)  di seluruh kejaksaan negeri di Indonesia.

Khusus di Kaltim, Kepala Kejaksaan Tinggi Kaltim Deden Riki Hayatul Firman, Rabu (18/5) lalu, telah meresmikan 8 RRJ di wilayahnya. Selain RRJ Kejari Samarinda, juga RRJ di Kejari Balikpapan, Paser Penajam Utara (PPU), Paser, Kutai Timur, Bontang, Kutai Kartanegara, dan Berau.

“Rumah Restorative Justice adalah salah satu gagasan utama Kepala Kejaksaan Agung RI ST Burhanuddin dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan hukum yang hakiki,” kata Deden.

Saya lihat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Balikpapan Ardiansyah bersama wali kota meresmikan RRJ di Taman Baca Manggar, Balikpapan Timur. “Kita mulai dari sini, nanti kita bentuk juga di kecamatan lain,” jelasnya.

Ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah, 10 September 2021, Jaksa Agung Burhanuddin mengungkapkan tragedi hati nurani ketika nenek Minah dan kakek Samirin harus mendekam di balik jeruji besi sebagai terpidana.

Nenek Minah yang didakwa melakukan pencurian tiga biji kakao kemudian divonis 1 bulan dan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Sedang kakek Samirin divonis bersalah 2 bulan dan 4 hari karena mencuri getah yang harganya sekitar Rp 17 ribu.

“Tuntutan dari kasus Nenek Minah dan Kakek Samirin telah mengusik rasa keadilan banyak pihak, banyak kalangan yang akhirnya mempertanyakan di mana letak hati nurani pada aparat penegak hukum,” kata Burhanuddin.

Ia menyadari kasus ini terjadi karena upaya penegakan hukum selama ini masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas normal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat. Karena itu perlunya diterapkan mekanisme penegakan hukum berbasis keadilan restoratif.

Pendekatan hukum tanpa dibawa ke meja hijau atau restorative justice dapat dilakukan dengan mengedepankan pendekatan mediasi antara pelaku dengan korban.

Kejaksaan Agung sendiri telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tidak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

Sampai bulan Mei lalu, Kejaksaan Agung telah menghentikan seribu lebih perkara tindak pidana umum melalui pendekatan restorative justice.

Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana, pendekatan hukum tanpa sampai ke meja hijau, selain pertimbangan bukan tindak pidana berat dan baru pertama kali, juga mempertimbangkan faktor masyarakat yang secara ekonomi kurang beruntung atau merupakan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga.

Dengan restorative justice, menjadi solusi juga untuk mengurangi jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yang saat ini sudah over penghuni. “Penerapan praktik keadilan restoratif membawa konsekuensi mengurangi napi di Lapas,” katanya.

Ia menjelaskan karena penyelesaian perkara dengan prinsip keadilan restoratif memperoleh respons positif  masyarakat, sehingga perlu dilembagakan oleh Kejaksaan dengan membentuk atau mendirikan RRJ.

Di RRJ itu, dilakukan musyawarah antara pihak tersangka dan keluarga tersangka dengan pihak korban dan keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat dan aparat penegak hukum. Dengan cara perdamaian seperti ini, resistensi tidak terjadi dan sebaliknya kedamaian dan keharmonisan tetap terjaga di masyarakat.

Harapan Jaksa Agung, RRJ bisa juga dikembangkan seperti balai desa atau bale banjar, tempat urun rembuk semua permasalahan masyarakat untuk mencapai keadilan dan kemakmuran.

Selain di wilayah tindak pidana umum, Jaksa Agung Burhanuddin juga menerapkan restorative justice dalam kasus narkoba. Sudah dikeluarkan pedomannya No 18 Tahun 2021. Salah satu pertimbangannya melihat Lapas sudah melebihi kapasitas (overcrowding) dan sebagian besar adalah napi tindak pidana narkoba.

“Lebih baik mereka direhabilitasi. Itu sejalan dengan semangat keadilan restoratif dan mengedepankan asas kemanfaatan (doelmatigheid),” kata Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada Gatra.com.

Selain kasus narkoba, Jaksa Agung juga menerapkan kebijakan ini dalam kasus tindak pidana korupsi dengan nominal kecil, sekitar Rp 50 juta ke bawah. “Menurut hemat saya akan lebih tepat jika pendekatannya mempergunakan instrumen finansial saja,”  kata Burhanuddin, yang 17 Juli ini tepat berusia 68 tahun.

Dari layar televisi, saya menyaksikan betapa cerahnya wajah seorang lelaki paruh baya asal Pangkalpinang, Bangka Belitung, yang lepas dari jeratan hukuman penjara berkat diterapkannya program keadilan restoratif.

Lelaki berinisial RC ditangkap gara-gara mencuri HP untuk keperluan anaknya di sekolah. Kajari Pangkalpinang, Jefferdian melihat perkara ini memenuhi syarat diselesaikan di luar persidangan. Syukur pemilik HP mau memaafkan, sehingga perdamaian bisa dilakukan.

Selain bebas dari hukuman penjara, RC juga  dihadiahi satu HP dari Kajari untuk anaknya yang sangat membutuhkan. “Saya menghargai korban mau memaafkan dan pelaku juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” kata Jefferdian.

Sambil menangis dan meminta maaf, RC memeluk erat sang Kajari. “Terima kasih, Pak, maafkan saya, maafkan saya,” katanya sesenggukan. Tuhan memberkahi kita semua. Dirgahayu Hari Kejaksaan ke-66. Selamat berulang tahun ke-68 “Bapak Hati Nurani Keadilan.”(*)


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.