ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Dosen KPI UINSI Ajak Masyarakat Cerdas Bermedia Sosial

November 24, 2022 by  
Filed under Religi, Sosial & Budaya

Share this news

SAMARINDA – Komisi Informatika dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia wilayah Kalimantan Timur menggelar Talkshow Literasi Media Sosial yang diikuti puluhan peserta dari berbagai organisasi keagamaan di Samarinda di Hotel Senyiur jalan Pangeran Diponegoro, Samarinda, Rabu, (23/11/2022).

Talkshow literasi media sosial berbasis Islam Wasathiyah cerdas dalam bermedia sosial ini, menghadirkan dua dosen Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Sitti Syahar Inayah dan Herman A Hasan sebagai narasumber.

Dengan mengangkat tema Jaga Dunia Maya, Jaga Akhlak Bangsa, Sitti Syahar Inayah yang juga dosen Komunikasi Penyiaran Islam Pascasarjana UINSI Samarinda menyampaikan materi Cerdas Bermedia Dengan Cara Menjadi Awam.

Inayah menyampaikan, menurut Syekh Imam Al-Gazali, belajar harus memiliki Imsak (menahan diri). “Berbicara tentang cerdas bermedia, saya mencoba menawarkan pandangan Syekh Imam Al-Ghazali. Yang mana disampaikan untuk menjadi cerdas, kita harus menjadi awam,” ucapnya.

Inayah menyampaikan, kalimat yang kontradiktif ini memunculkan pertanyaan bagaimana mungkin seseorang dapat menjadi cerdas dengan tetap dalam keadaan awam.

Dia menambahkan, makna kecerdasan yang didapatkan melalui proses menahan diri untuk tidak membahas konteks yang tidak dipahami.

“Konteks aktualisasinya saat ini adalah kapasitas penyampaian yang harus dikontrol dalam bidang yang tidak dipahami,” tambahnya.

Ia menggambarkan, seorang ahli tafsir yang membahas tentang komunikasi akan memberikan kesan yang kurang tepat. Artinya, seseorang akan lebih tepat berbicara sesuai dengan kompetensi bidangnya. Sehingga makna awam yang dimaksud, terkait konteks diluar bidang yang dikuasai.

Menurut Inayah, sifat wasathiyah tidak hanya menawarkan pemahaman keadilan. Namun juga menghargai sesama untuk tidak masuk pada ranah keilmuan yang lain. Menahan diri menjadi sangat penting di era digital.

Ia menyampaikan pendapat Tom Nichols melalui buku The Death of Expertise yang menyebutkan era digital saat ini telah melahirkan fenomena matinya kepakaran.

“Semua berlomba-lomba menjadi pakar di era digital, hanya dengan membaca,” tambahnya.

Diungkapkan,  90 persen sajian media sosial memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Namun masih banyak dikonsumsi oleh banyak orang, sehingga bijak bermedia sosial dapat menjadi kontrol diri.

Hal senada disampaikan Herman A Hasan, ia mengatakan pentingnya pemahaman dan membedakan informasi hoaks sebagai keamanan digital. Dia mengatakan, saat ini bentuk hoaks yang paling mudah diterima terkait tulisan 62.10 persen, gambar 37.50 persen dan video 0.40 persen.

“Saat ini banyak orang yang enggan melakukan check terkait kebenaran berita. Hal ini bisa disebabkan berita yang di dapat disebarkan oleh orang terpercaya,” ucapnya.

Herman menjelaskan, penyebaran informasi dilakukan oleh orang yang dianggap berkompeten akan mudah dipercaya. Sementara pada era digital, data informasi sangat mudah dipalsukan. Dia mengimbau peserta, untuk dapat melakukan sharing informasi sebelum sharing. Dan mengajak masyarakat menjadi Mujahid melawan berita hoax.

“Contohnya, saat ini banyak pengguna whatsapp melakukan share informasi menggunakan foto orang lain. Sehingga ketika melihat foto yang dikenal sebagai orang yang memiliki kompeten, kita akan lebih mudah percaya. Padahal data tersebut palsu,” ujarnya.(ria)

 


Share this news

Respon Pembaca

Silahkan tulis komentar anda...





Redaksi menerima komentar terkait artikel diatas. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak tidak menampilkan komentar jika mengandung perkataan kasar, menyinggung, mengandung fitnah, tidak etis, atau berbau SARA.