ArabicChinese (Simplified)EnglishFrenchGermanIndonesianKorean

Belantara Foundation Gandeng Peneliti BRIN dan Akademisi Lakukan Kajian Keanekaragaman Fauna Burung

March 24, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Riau — Menurut dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia, IBSAP 2025-2045, Indonesia merupakan rumah bagi 1.883 spesies burung atau setara dengan 18,6%  dari total seluruh spesies burung yang ada di dunia.

Salah satu wilayah di Pulau Sumatra yang menjadi habitat penting bagi kelangsungan hidup burung liar yaitu Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB), Provinsi Riau. Hasil kompilasi dari beberapa studi yang dilakukan sejak tahun 2011 oleh para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), diketahui paling sedikit terdapat 199 spesies fauna burung yang hidup di bentang alam yang ditetapkan sebagai salah satu cagar biosfer di Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2009 ini.

Stasiun Penelitian Humus merupakan sebuah laboratorium alam di zona inti Cagar Biosfer GSK-BB yang dikelola secara bersama oleh Belantara Foundation dan APP Group. Kawasan hutan rawa gambut sekunder yang luasnya sekitar 2.000 hektar ini memang diperuntukan bagi para peneliti dan akademisi yang berminat melakukan kajian tentang ekosistem dan keanekaragaman hayati hutan rawa gambut.

Pada 7-14 Februari 2025 lalu tim peneliti dari Belantara Foundation berkolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas, melakukan sebuah kajian keanekaragaman fauna burung di areal batas antara hutan alam dan hutan tanaman di Stasiun Penelitian Humus Cagar Biosfer GSK-BB ini.

Salah satu anggota tim peneliti Dr. Dolly Priatna mengatakan selain untuk melihat efek tepi dan hubungan antara habitat hutan alam dan hutan tanaman bagi komunitas fauna burung, kegiatan ini juga bertujuan untuk pemutakhiran data jenis burung yang ada di Cagar Biosfer GSK-BB, khususnya di Stasiun Penelitian Humus.

“Fauna burung memiliki peran yang amat penting bagi kelangsungan sebuah ekosistem, karena mereka dapat membantu dalam pemencaran biji (seeds dispersal) dari berbagai jenis pohon hutan, serta berfungsi sebagai pengendali hama tanaman pertanian (biological control)”, ujar Dolly yang merupakan Direktur Eksekutif Belantara Foundation.

“Dengan mengetahui potensi jenis burung yang hidup di Stasiun Penelitian Humus ini, kita dapat memanfaatkannya sebagai salah satu bahan monitoring, evaluasi, serta pengelolaan jangka panjang kawasan cagar biosfer ini,” tandas Dolly, yang juga merupakan pengajar pada Program Studi Manajemen Lingkungan di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Berdasarkan hasil inventarisasi jenis burung di zona hutan alam (HA), zona hutan tanaman (HT), dan zona transisi antara HA dan HT menggunakan metode titik hitung (Point Count) dan jaring kabut (mist net), dijumpai 87 jenis burung.

Berdasarkan status konservasinya, terdapat 14 jenis burung yang masuk ke dalam kategori jenis burung dilindungi pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri LHK No.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Jenis-jenis burung tersebut yaitu burung cangak laut (Ardea sumatrana), alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), takur ampis sumatra (Calorhamphus hayii), kipasan belang (Rhipidura javanica), tiong emas (Gracula religiosa), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus) dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).

Berdasarkan status keterancaman, terdapat satu jenis burung, yaitu julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), yang berstatus terancam punah atau Endangered (EN) berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah organisasi internasional yang sejak 1948 menjadi otoritas global mengenai status alam dan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindunginya.

 Mengacu pada daftar merah tersebut, terdapat enam jenis burung, yaitu betet ekor panjang (Psittacula longicauda), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), dan kacamata biasa (Zosterops melanurus), yang berstatus rentan terhadap kepunahan atau Vulnerable (VU).

Selain itu, Terdapat enam jenis burung yang masuk kategori hampir terancam punah atau Near Threatened (NT), antara lain alap-alap capung (Microchierax fringilarius), perenjak jawa (Prinia familiaris), cipoh jantung (Aegithina viridissima), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), ciung air pongpong (Mabronous ptilosus), dan sempur hujan darat (Eurylaimus ochromalus).

Berdasarkan status perdagangan internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), terdapat sembilan jenis burung masuk ke dalam Appendix II, yaitu daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi akan terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Jenis-jenis burung tersebut adalah alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), tiong emas (Gracula religiosa), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).

Tak kalah penting, terdapat lima jenis burung migran yang berhasil diidentifikasi, yaitu burung kirik-kirik laut (Merops philippinus), bentet loreng (Lanius tigrinus), baza hitam (Aviceda leuphotes), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), dan sikatan bubik (Muscicapa dauurica).

“Cagar Biosfer GSK-BB merupakan sebuah bentang alam penting sebagai persinggahan, sebagai tempat mencari makan dan istirahat berbagai jenis burung migran, di saat musim dingin di belahan bumi bagian utara,” ucap Dr. Wilson Novarino, seorang peneliti burung senior dari Universitas Andalas.

Adi Susilo, peneliti ekologi senior dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan bahwa sangat penting menjaga keutuhan blok-blok hutan alam di dalam areal hutan tanaman, karena dapat berfungsi sebagai stepping stone bagi jenis-jenis burung yang memiliki jelajah luas. “Blok-blok hutan alam di dalam hutan tanaman ini juga sangat berpotensi dalam meningkatkan keanekaragaman fauna burung di wilayah tersebut,, pungkas Adi.(vb/*)

 

 

 

PKM Kolaborasi Universitas Pakuan – Belantara Foundation Hasilkan Situs Quiz Game

February 11, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Bogor  — Indonesia dikenal sebagai Megabiodiversity Country, yaitu salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) sangat tinggi. Sebagai salah satu negara besar beriklim tropis, dari seluruh kekayaan kehati daratan dunia, Indonesia memiliki 9,7 persen tumbuhan berbunga; 14 persen satwa mamalia; 8,7 persen satwa reptilia; 6,3 persen satwa amfibi; 18,6 persen fauna burung,  serta memiliki 8,9 persen ikan air tawar yang ada di dunia.

Hal ini tidak lepas dari posisi geografis dan sejarah geologis Indonesia yang menjadikan bentang alam Indonesia terbagi menjadi tujuh wilayah ekoregion dengan tingkat endemisitas tinggi. Tidak kalah penting, Indonesia juga memiliki 22 tipe ekosistem alami dengan 98 tipe vegetasi alami.

Lebih lanjut, ditilik dari kekayaan kehati yang ada di lautan,  di Indonesia hidup 16 persen spesies ikan laut dunia; 38,9 persen spesies mamalia laut; 56,6 persen reptilia laut, serta 10,5 persen spesies karang yang ada di dunia. Tingginya kekayaan kehati ini juga didukung oleh posisi geografis Indonesia yang berada di tengah-tengah Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), yang merupakan pusat kehati laut dunia.

Untuk membantu upaya pelestarian kekayaan kehati yang menjadi asset bangsa Indonesia ini, diperlukan adanya inisiatif untuk mendukung upaya yang telah dilakukan pemerintah seperti penyadar-tahuan dan edukasi tentang kehati bagi siswa-siswa sekolah di tingkat SLTA, baik melalui sosialisasi, pengamatan langsung yang interaktif, serta melalui media sosial dan “Quiz Game” berbasis website.

Quiz Game untuk pendidikan berbasis web site adalah platform interaktif yang dirancang untuk meningkatkan pembelajaran melalui format kuis yang menarik. Quiz dikemas dalam bentuk dimana siswa menjawab pertanyaan pilihan ganda dalam batas waktu tertentu, yang bertujuan untuk mempertahankan minat belajar siswa selama online. Pendidikan kehati yang interaktif melalui Quiz Game ini diluncurkan di SMAN 1 Sukaraja, Kabupaten Bogor, pada Kamis (6 Pebruari 2025) lalu.

Peluncuruan dilakukan secara bersama Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unpak, Dr. Dolly Priatna, dan Kepala Sekolah SMAN 1 Sukaraja, Dra. Emi Rosmiami, MPd., yang dihadiri oleh perwakilan Belantara Foundation, mahasiswa Unpak, serta para guru dan ratusan siswa SMAN 1 Sukaraja.

Peluncuran situs Quiz Game Kehati ini merupakan rangkaian program penyadar-tahuan dan edukasi peningkatan literasi keanekaragaman hayati bagi siswa SLTA, sebagai bagian dari implementasi Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa Universitas Pakuan sejak Oktober 2024 di SMAN 1 Sukaraja, Kabupaten Bogor.

PKM yang mengajak para siswa untuk mengenal dan memahami keanekaragaman hayati ini, dilakukan melalui berbagai kegiatan, yakni kuliah umum, identifikasi jenis hayati di sekitar sekolah, lomba poster dan konten reels Instagram tentang pelestarian kehati, serta permainan interaktif melalui Situs Quiz Game Kehati karya dosen dan mahasiswa Universitas Pakuan.

Dr. Dolly Priatna yang menjadi Ketua kegiatan PKM Hibah Internal Unpak pada sambutannya mengatakan bahwa SMAN 1 Sukaraja Kabupaten Bogor dipilih menjadi lokasi kegiatan karena SMAN 1 Sukaraja merupakan sekolah penerima Penghargaan Adiwiyata. Namun, di sisi lain pengetahuan dan pemahaman tentang keanekaragaman hayati yang dimiliki siswanya masih kurang dan perlu ditingkatkan.

Dolly, yang juga Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan menyatakan, “kegiatan peluncuran situs Quiz Game Kehati ini merupakan langkah strategis untuk mendorong peningkatan pengetahuan para siswa melalui cara yang menyenangkan dan aplikasi teknologi yang mudah diakses”.

“Kami percaya bahwa mempelajari pengetahun keanekaragaman hayati yang amat kompleks, harus melalui cara yang bisa menjadi pengalaman menarik dan menyenangkan. Kami yakin Quiz Game Kehati yang kami luncurkan ini akan menjadi sebuah cara yang efektif bagi siswa sekolah dan masyarakat umum yang tertarik mempelajari dan memahami keanekaragaman hayati Indonesia,” ujar Dolly, yang juga merupakan pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Sekolah SMAN 1 Sukaraja, Kabupaten Bogor, Dra. Emi Rosmiami, MPd. mengatakan, sangat menyambut baik kerjasama Universitas Pakuan dan Belantara Foundation dalam rangkaian kegiatan edukasi literasi keanekaragaman hayati di sekolah kami.

Seusai kegiatan, Isnaeni Fazriah, salah satu siswa SMAN 1 Sukaraja, Kabupaten Bogor, menyampaikan bahwa program edukasi ini sangat menarik. Kami bisa belajar banyak tentang  keanekaragaman hayati, ekosistem, dan sebagainya. “Sekarang kami mulai faham tentang pentingnya keanekaragaman hayati dan kami berharap bisa mengambil peran untuk melestarikannya,” jelas Isnaeni.

Hari ini merupakan momentum yang tepat. Diny Hartiningtiyas, yang mewakili Belantara Foundation, mengatakan bahwa kegiatan ini juga dikemas sebagai  bagian dari perayaan Hari Reverse the Red 2025, yang dirayakan di seluruh dunia pada tanggal 7 Februari 2025 oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, kebun binatang, akuarium, kebun raya, komunitas, dan lembaga lainnya.

Tujuan dari Reverse the Red adalah untuk mendorong gerakan global melalui kerja sama dan tindakan strategis untuk memastikan kelangsungan hidup spesies dan ekosistem alami.

Untuk menghentikan kepunahan spesies dan ekosistem, dibutuhkan perubahan sistemik. “Itulah sebabnya Reverse the Red menyatukan koalisi mitra yang beragam untuk berkolaborasi, meningkatkan aspirasi dan dampak, serta melibatkan semua lapisan masyarakat, untuk mengambil tindakan demi lestarinya keanekaragaman hayati, termasuk kegiatan yang diselenggarakan oleh Universitas Pakuan dan Belantara Foundation ini,” tegas Diny yang merupakan Program & Fundraising Manager di Belantara Foundation.(*/yul)

 

Belantara Foundation Dukung Pemerintah Mewujudkan Manusia dan Gajah Liar Hidup Harmonis

January 28, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com — Belantara Foundation menyelenggarakan acara peresmian menara pantau gajah liar serta penyerahan sumbangan peralatan mitigasi konflik manusia-gajah. Menara ini diserahkan kepada masyarakat di Desa Jadi Mulya, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan pada Sabtu, 25 Januari 2025.

Sejak 2022, Belantara Foundation menjalankan program Living in Harmony (Kita Bisa Hidup Berdampingan), yaitu sebuah program kolaboratif yang bertujuan untuk mendorong hidup berdampingan. Selain itu terwujudnya harmonisasi antara manusia dengan gajah liar yang hidup pada sebuah ekosistem yang sama di Lanskap Padang Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.

Dalam implementasi kegiatan yang sudah berjalan sekitar 3 tahun ini, Belantara Foundation mendapat pendanaan dari Keidanren Nature Conservation Fund (KNCF) Jepang serta menggandeng Perkumpulan Jejaring Hutan dan Satwa (PJHS), Rumah Sriksetra, Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan. Serta pemangku kepentingan lainnya seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, para perusahaan pemegang konsesi kehutanan dan Pemerintah Desa Jadi Mulya.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna saat memberikan sambutan pada acara peresmian menara pemantauan gajah mengatakan bahwa Lanskap Padang Sugihan di Kabupaten OKI, merupakan salah satu  kantong persebaran gajah yang bukan hanya penting di Sumatera Selatan, tetapi sangat penting di Pulau Sumatera, karena kelompok gajah disini memiliki jumlah populasi yang berpotensi untuk mendukung pelestarian gajah sumatra secara jangka panjang.

“Oleh karena itu, program konservasi gajah sumatra kami lakukan bersama para mitra berfokus pada tiga aspek, yaitu pelatihan mitigasi konflik manusia-gajah, penyadartahuan dan edukasi kepada anak-anak mengenai pelestarian gajah dan ekosistemnya, serta penanaman pakan gajah dan penggaraman tanah untuk memenuhi kebutuhan minaral yang menjadi nutrisi tambahan bagi gajah”, ujar Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Pada aspek mitigasi konflik, diberikan pelatihan kepada masyarakat di lima desa yang diikuti setidaknya 75 orang, dengan tujuan agar masyarakat bisa menangani konflik gajah secara mandiri sebelum petugas berwenang datang.

Lima desa yang menjadi mitra Belantara yaitu Desa Jadi Mulya, Desa Simpang Heran, Desa Banyu Biru, Desa Sri Jaya Baru, dan Desa Suka Mulya. Saat ini telah terbentuk setidaknya tiga kelompok masyarakat yang bertugas sebagai tim mitigasi konflik di Desa Jadi Mulya, Desa Simpang Heran dan Desa Banyu Biru.

Selain meningkatkan kapasitas melalui pelatihan, kami juga mendukung pembangunan infrastruktur berupa dua unit menara pantau gajah di Desa Jadi Mulya dan Desa Simpang Heran, sebagai sarana pendukung dalam mitigasi konflik manusia-gajah. Sebagai tambahan, Belantara Foundation juga menyumbangkan enam unit Handy Talkie, satu unit teropong, serta 31 unit meriam karbit portabel dan 31 unit senter.

Dalam aspek penyadartahuan dan pendidikan, Belantara Foundation melibatkan pendongeng untuk melakukan penyadartahuan dan edukasi tentang pentingnya hidup harmonis antara manusia dengan gajah sumatra, melalui cara-cara yang inovatif berupa dongeng menarik yang diikuti lebih kurang 400 siswa dan 60 guru yang berasal dari tujuh Sekolah Dasar (SD) yang ada di lima desa di Kabupaten OKI. Sebagai tindak lanjutnya, kami menyusun buku modul kurikulum muatan lokal untuk siswa SD kelas 4 sampai 6 tentang pelestarian gajah sumatra dan habitatnya.

Aspek ketiga, kami menyiapkan sedikitnya lima tempat menggaram bagi gajah liar di beberapa koridor ekologis di Lanskap Padang Sugihan. Tempat menggaram (salt licks) artifisial ini amat penting bagi gajah sumatra untuk pemenuhan kebutuhan mineral yang menjadi nutrisi tambahan bagi gajah. Tempat menggaram ini akan mendorong gajah untuk tetap berada di dalam koridor, untuk membantu mencegah gajah masuk ke pemukiman masyarakat.

“Kami akan terus mendorong dan mengajak para pihak yang lebih luas lagi, seperti pemerintah, sektor swasta, dan media, untuk bahu-membahu dan berkontribusi pada program mitigasi konflik manusia-gajah. Kami berharap program ini dapat memperkuat program konservasi gajah yang telah dilakukan pemerintah sehingga dapat tercipta harmonisasi dan koeksistensi antara manusia dengan gajah di Lanskap Padang Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatra Selatan,” tegas Dolly.

Pada waktu yang sama, Polisi Hutan Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Sumatera Selatan, Bapak Ruswanto mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik dan mengapresiasi program yang dijalankan Belantara Foundation dan para mitra dalam upaya mitigasi konflik manusia-gajah di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. “Menara pantau gajah yang didirikan serta sumbangan peralatan pendukung mitigasi konflik akan dapat menguatkan sarana dan prasarana serta kesiapan masyarakat desa dalam mengatasi interaksi negatif manusia dengan gajah liar”, ujar Ruswanto.

Lebih lanjut, Ruswanto menegaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, gajah sumatra termasuk ke dalam satwa liar dilindungi. Menurut The International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species (IUCN), saat ini gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) berstatus Critically Endangered (kritis).

“Inisiatif Belantara Foundation dan para mitra ini sangat bagus dan kami berharap program konservasi gajah yang ini dapat mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi konflik manusia-gajah yang ada di Provinsi Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten OKI”, tutup Ruswanto.

Sementara itu, Kepala Desa yang diwakilkan oleh Sekretaris Desa Jadi Mulya, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, Heryanto, S.IP., menjelaskan warga Desa Jadi Mulya merupakan masyarakat transmigrasi yang diprogramkan pemerintah pada 1983 dan pada tahun tersebut belum pernah terjadi konflik antara masyarakat dengan gajah. Hal ini karena pada saat itu gajah sudah digiring ke wilayah selatan lanskap oleh pemerintah melalui  Operasi Ganesha.

Setelah kebakaran hutan yang amat hebat pada 1991 dan 1997, konflik antara masyarakat dengan gajah mulai terjadi karena gajah-gajah yang digiring ke selatan tersebut kembali. Pasca kebakaran hutan di 2015, gajah-gajah liar mulai sering masuk ke area persawahan maupun pemukiman masyarakat terutama pada saat musim tanam padi yang mengakibatkan kerusakan pada area tersebut sehingga masyarakat banyak mengalami kerugian.

“Dengan adanya dukungan dari Belantara Foundation bersama para mitra berupa pembangunan menara pantau gajah serta pendampingan yang konsisten dan berkelanjutan, kami telah mendapatkan banyak sekali manfaat. Manfaat tersebut antara lain menara pantau gajah ini lokasinya diujung desa dan tepat di lokasi keluar – masuk gajah dari hutan ke pemukiman, jadi akan memudahkan bagi tim mitigasi konflik dalam mendeteksi kehadiran gajah saat gajah masih jauh dari batas desa,” ujar Heryanto.(*)

Mengenal Restorasi Lahan Gambut melalui Agroforestri di Hari Gerakan Sejuta Pohon Sedunia

January 15, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com — Belantara Foundation bekerja sama dengan Jejakin, Gojek, One Tree Planted dan Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Wono Lestari mengembangkan program Sumatra Peatland Restoration yang telah berjalan sejak pertengahan tahun 2022.

Program ini merupakan program perlindungan dan pemulihan atau restorasi lahan gambut melalui agroforestri di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Program ini juga dilaksanakan untuk memperingati Hari Gerakan Sejuta Pohon Sedunia, yang dirayakan setiap tanggal 10 Januari.

Pada tingkat global, peringatan ini dilakukan pertama kali pada 10 Januari 1872. Pada tingkat nasional, peringatan Hari Gerakan Sejuta Pohon Sedunia dilakukan pertama kali di Indonesia pada 10 Januari 1993 masa kepemimpinan Presiden Soeharto.

Tujuan utama Hari Gerakan Sejuta Pohon Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya menanam dan merawat pohon sebagai salah satu aksi pelestarian alam dan lingkungan hidup yang ada di lingkungan sekitar.

Sampai saat ini, implementasi program yang telah dilakukan meliputi penyiapan dan penguatan kapasitas kelompok masyarakat, penyiapan bibit dan lahan, penanaman dan perawatan bibit tanaman multi manfaat sebanyak kurang lebih 32.392 bibit pada lahan seluas 45 hektar, pembangunan kebun bibit dan pondok kerja, serta melakukan monitoring dan evaluasi program.

Didukung oleh Jejakin, program ini telah menanam sebanyak 15.112 bibit, di lahan seluas 15 hektar. Jenis bibit yang ditanam mencakup tanaman multi-purpose tree species (MPTS) seperti pinang (Areca catechu), nangka (Artocarpus heterophyllus), jengkol (Archidendron pauciflorum), dan kopi robusta (Coffea canephora).

Desa Jati Mulyo dipilih karena merupakan wilayah perhutanan sosial (Hutan Kemasyarakatan/HKm) seluas 93 hektar. Lokasi Desa Jati Mulyo berdampingan dan berdekatan dengan Hutan Lindung Gambut Londrang yang merupakan bagian dari salah satu kawasan hidrologi gambut penting di Provinsi Jambi.

Beberapa kawasan di desa ini juga rentan terhadap kebakaran lahan gambut karena air permukaan yang lebih kering dan dekomposisi tanah gambut. Dengan demikian, mengembangkan program restorasi lahan gambut yang terdegradasi juga akan memperbaiki kondisi air dan mengurangi bahaya kebakaran di kawasan ini.

Selain itu, Desa Jati Mulyo dipilih untuk mendukung masyarakat dalam memperoleh manfaat jangka panjang dari lahan gambut. Dengan lebih dari 630 jiwa dan 230 kepala keluarga, program ini diharapkan memberikan dampak sosial-ekonomi yang berkelanjutan.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan bahwa melalui skema perhutanan sosial, masyarakat lokal di Indonesia dapat memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan, yang secara bersamaan dapat berkontribusi dalam memulihkan kawasan hutan.

Skema ini menawarkan kondisi yang memungkinkan untuk restorasi lahan gambut secara jangka panjang, tidak hanya selaras dengan agenda global dalam mitigasi perubahan iklim tetapi juga mampu mendorong peningkatan sosial-ekonomi masyarakat lokal secara berkelanjutan.

“Salah satu cara untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pemulihan lahan gambut terdegradasi adalah dengan mengajak mereka menanam jenis tanaman agroforestri atau MPTS (multi-purpose tree species) di lahan gambut terdegradasi. Selain tanaman agroforestri ini menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat, antara lain sebagai sumber pangan, membantu dalam mengatur hidrologi, meningkatkan biomassa, memperbaiki kualitas tanah, dan meningkatkan produktivitas lahan yang terdegradasi.

Selain itu, juga dapat meningkatkan dukungan masyarakat terhadap upaya restorasi karena mereka akan mendapatkan manfaat langsung” kata Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Chief Growth Officer Jejakin, Sudono Salim mengatakan “Jejakin berkomitmen untuk mendukung program restorasi lahan gambut dengan menciptakan solusi keberlanjutan lingkungan berbasis teknologi. Dengan melibatkan masyarakat dalam penanaman tanaman agroforestri, kami tidak hanya berkontribusi pada pemulihan ekosistem yang rusak, tetapi juga mendorong keberlanjutan ekonomi lokal.

“Selain itu, teknologi dari Jejakin memungkinkan monitoring pertumbuhan pohon yang ditanam secara real-time, sehingga memastikan transparansi dan keberlanjutan dalam program ini. Kami percaya, inovasi teknologi dan kolaborasi yang kuat adalah kunci untuk mencapai dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Gapoktanhut Wono Lestari, Riyanto mengatakan bahwa program restorasi lahan gambut melalui agroforestri berbasis masyarakat yang dikembangkan bersama Belantara Foundation, Jejakin dan Gojek ini sangat membantu masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola lahan gambut yang terdegradasi secara lestari dan berkelanjutan untuk pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

“Kami sangat berterima kasih kepada Belantara, Jejakin dan Gojek serta semua pihak yang konsisten memberikan pendampingan dan dukungan hingga saat ini. Semoga program berkelanjutan ini dapat memberikan manfaat serta berdampak positif bagi kelestarian lingkungan dan masyarakat di desa kami”, ujar Riyanto.(*)

 

 

Belantara Foundation Promosikan Forest Restoration Project di Jepang

December 9, 2024 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Belantara Foundation bersama APP Japan Ltd. (APPJ) mengikuti Pameran SDGs Week – EcoPro 2024 yang diselenggarakan di Tokyo Big Sight (Tokyo International Exhibition Center), Jepang pada 4-6 Desember 2024.

Dalam rilis yang diterima redaksi dikatakan tujuan Belantara mengikuti pameran ini yaitu mempromosikan Forest Restoration Project: SDGs Together, yaitu program pemulihan hutan yang digagas bersama APPJ pada 2020 lalu berkontribusi dalam kegiatan penanaman spesies pohon asli, untuk memperbaiki kualitas hutan tropis Indonesia, khususnya di Provinsi Riau.

Dalam implementasinya, Belantara Foundation menggandeng Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Minas Tahura dan Kelompok Tani Hutan Sultan Syarif Hasyim (KTH SSH) serta pemangku kepentingan, secara bersama-sama merestorasi lahan terdegradasi yang ada di kawasan Tahura SSH melalui pendekatan agroforestri,.

Program yang telah berjalan sejak empat tahun silam ini berfokus pada kegiatan pembibitan, penanaman dan pemeliharaan pohon, serta perlindungan kawasan untuk mencegah meluasnya kegiatan-kegiatan ilegal yang masih marak terjadi di kawasan hutan konservasi yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Riau ini.

Dalam empat tahun terakhir, Belantara bersama mitra telah menanam dan memelihara bibit pohon sebanyak 43.901 pohon pada lahan seluas 94 ha. Kegiatan lain yang telah dilakukan yaitu memasang papan nama program, membangun rumah pembibitan dan pondok kerja, melakukan patroli kawasan hutan, memberikan peningkatan kapasitas bagi masyarakat, serta melakukan monitoring dan evaluasi.

Hingga saat ini, setidaknya terdapat 32 jenis pohon yang telah ditanam, di antaranya adalah ramin (Gonystylus bancanus) dan balam (Palaquium burckii) yang masuk ke dalam status kategori kritis / Critically Endangered (CR), merawan (Hopea mengarawan) dan balangeran (Shorea balangeran). 

Pohon-pohon ini masuk ke dalam kategori rentan / Vulnerable (VU), serta meranti bunga (Shorea leprosula) yang termasuk ke dalam kategori hampir terancam punah / Near Threatened (NT) menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan restorasi ekosistem merupakan salah satu isu global yang penting saat ini. Restorasi ekosistem dianggap sebagai salah satu langkah penting dan efektif untuk memitigasi perubahan iklim serta meningkatkan ketahanan pangan, menjaga suplai air, dan melindungi keanekaragaman hayati.

“Sesuai dengan misi dari UNSDGs yaitu no one left behind dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, kami menggunakan pendekatan kolaborasi multipihak, salah satunya dengan menggandeng sektor swasta dari Jepang untuk mendukung gerakan pemulihan hutan terdegradasi di Pulau Sumatra khususnya di Provinsi Riau,” tegas Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Pada kesempatan yang sama, Representative Director APPJ, Tan Ui Sian mengatakan pihaknya akan lebih gencar mengajak multi-stakeholders di Jepang untuk berpartisipasi aktif serta mendukung program Forest Restoration Project: SDGs Together, salah satunya melalui Pameran SDGs Week – Ecopro 2024 ini.

Hingga saat ini, program tersebut berfokus untuk mendukung SDGs ke 12 yaitu memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, target SDGs ke 13 yaitu mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya dan target SDGs ke 15 yaitu melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem serta target SDGs ke 17 yaitu menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.

“Kerja sama yang baik dengan KPHP Minas Tahura telah memasuki tahap ke-4. Bagi kami kerja sama ini telah memberikan nilai tambah lebih besar untuk mengembangkan program dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di Jepang. Kami berharap dapat mengajak multi-stakeholders dari mancanegara lebih luas lagi untuk mendukung program Forest Restoration Project: SDGs Together,” ujar Tan.

Sementara itu, Kepala KPHP Minas Tahura, Sri Wilda Hasibuan, S.Sos., M.Si., menuturkan bahwa kawasan Tahura SSH merupakan kawasan konservasi alam yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1999. Tahura SSH memiliki luas lebih dari 6.000 hektar. Sayangnya saat ini sebagian besar kawasan tersebut telah mengalami deforestasi dan degradasi akibat aktivitas ilegal seperti perambahan lahan dan pembalakan liar.

Kegiatan SDGs Week- EcoPro 2024 merupakan salah satu perhelatan tahunan terbesar di Jepang, yang menjadi ajang promosi inovasi dan teknologi di bidang sustainability yang sedang dikembangkan oleh berbagai perguruan tinggi dan industri di Jepang. 

Pameran SDGs Week- EcoPro 2024 diisi dengan produk-produk yang ramah lingkungan, solusi-solusi berbasis ekologi, kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian Tujuan SDGs, teknologi energi yang ramah lingkungan, serta inisiatif-inisiatif CSR yang mendukung perbaikan lingkungan. Pameran SDGs Week- EcoPro 2024  yang diadakan selama tiga hari di bulan Desember 2024 ini diorganisir oleh Nikkei Inc. dengan target 60.000 pengunjung.(#/adv)

 

 

 

 

 

Next Page »