Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Mendukung Ekonomi Sirkular, Mitigasi Perubahan Iklim dan Kesejahteraan Masyarakat

May 11, 2025 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Bogor — Belantara Foundation bekerja sama dengan Program Studi (Prodi) Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyelenggarakan seminar nasional yang dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Episode 12 (BLS Eps.12). Acara ini mengangkat tema “Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Mendukung Ekonomi Sirkular, Mitigasi Perubahan Iklim dan Kesejahteraan Masyarakat” pada Kamis, 8 Mei 2025.

Seminar Nasional – BLS Eps. 12 secara luring dipusatkan di Auditorium Lantai 3 Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring melalui aplikasi Zoom dan live streaming Youtube Belantara Foundation. Lebih dari 1.100 peserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang digelar secara hybrid tersebut.

Kegiatan ini juga didukung oleh Prodi Biologi FMIPA, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan, Bank Sampah Digital, dan Bank Sampah Induk New Normal, serta menggandeng empat universitas yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Syiah Kuala, dan Universitas Tanjungpura.

Pengelolaan sampah merupakan isu global yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan. Menurut Global Waste Management Outlook 2024, sampah global yang tidak terkelola dengan baik sebanyak 38%, sehingga memberikan berkontribusi negatif terhadap Triple Planetary Crisis, yaitu perubahan iklim (climate change), kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan polusi (pollution) atau timbulan sampah.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna, pada sambutannya menyatakan bahwa strategi terpadu dalam pengelolaan sampah menjadi sebuah keharusan agar dukungannya terhadap mitigasi perubahan iklim dan upaya meningkatkan ekonomi masyarakat lebih efektif.

“Pengelolaan sampah berkelanjutan bukan sekadar kewajiban lingkungan, tetapi juga merupakan langkah strategis menuju masa depan yang tangguh dan rendah karbon yang dapat menguntungkan semua orang baik di tingat lokal maupun global. Mari kita bekerja sama, berbagi pengetahuan, dan menerapkan solusi inovatif dalam membangun ekonomi sirkular, untuk merawat Bumi kita, sekaligus membantu membuka peluang untuk kesejahteraan masyarakat”, tandas Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Ditambahkan Dolly, kombinasi strategi yang perlu dijalankan meliputi kampanye kesadaran publik, inovasi teknologi, reformasi kebijakan, serta partisipasi aktif dari masyarakat luas.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut., MP., yang diwakili oleh Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular, Agus Rusly, S.PI.,M.Si., mengatakan perlunya meningkatkan kesadaran seluruh individu yang masih aktif dan produktif

“Kita semua adalah emitter, penghasil sampah, serta memiliki tanggung jawab untuk mengelola sampah yang dihasilkan. Permasalahan sampah dapat berakibat lebih dalam dan meluas. Sampah dapat memperparah pemanasan global (global warming) karena menghasilkan gas rumah kaca. Sampah dapat mengganggu ekosistem dan makhluk hidup di dalamnya serta dapat menjadi polutan yang berdampak pada kesehatan dan kualitas lingkungan hidup,” ujarnya.

Untuk memahami permasalahan tersebut, pengarusutamaan prinsip pengelolaan sampah tidak boleh lagi kumpul, angkut dan buang, melainkan mampu merefleksikan konstelasi pengelolaan yang menerapkan sampah berdaya guna hingga praktik ekonomi sirkular berjalan secara efektif.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/) tahun 2023, timbulan sampah nasional di Indonesia sebanyak 56,63 juta ton/tahun dengan capaian pengelolaan sampah nasional tahun 2023 adalah sebesar 39,01 persen atau 22,09 juta ton/tahun dan sebesar 60,99 persen atau 34,54 juta ton/tahun tidak terkelola. Selain itu, terdapat 550 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia, sebanyak 306 atau sekitar 54,44 persen di antaranya masih menerapkan open dumping (penimbunan terbuka).

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Pakuan, Prof. Dr. rer.pol. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc., IPU, Asean Eng., APEC Eng., pada keynote speech-nya menegaskan saat ini Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah, terutama di daerah perkotaan dan pesisir.

“Pengelolaan sampah berkelanjutan hanya bisa terwujud jika: Pertama, ada komitmen regulatif dan politis dari pemerintah; Kedua, ada perubahan perilaku di tingkat individu dan komunitas; ketiga, terbangunnya kemitraan lintas sektor yang aktif dan setara; serta keempat, berkembangnya inovasi teknologi dan bisnis yang mendukung ekonomi sirkular,” ujar Prof. Didik.

Sementara itu, Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut, Salli Atika Noor Rahma menyatakan kunci utama dalam aksi pengurangan dan penanganan sampah adalah generasi muda. Permasalahan sampah berasal hampir dari seluruh aktivitas yang kita lakukan.

“Oleh karenanya, kita harus berinovasi dan berpartisipasi aktif dalam menanganinya. Perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat khususnya generasi muda, merupakan hal yang sangat penting karena generasi muda dapat menjadi agen perubahan dengan memilah sampah di rumah dan mengolah sampah menjadi hal yang memiliki nilai tambah,” ujarnya.

CEO Bank Sampah Digital, Desty Eka Putri Sari menekankan kesadaran masyarakat masih menjadi tantangan terbesar. Banyak yang belum memahami bahwa sampah bukan hanya limbah, tetapi juga bisa menjadi sumber penghasilan dan solusi bagi lingkungan. “Saya percaya, jika dikelola dengan baik, sampah bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari sesuatu yang lebih bernilai”, tegasnya.

Sejalan dengan Desty, Ketua Bank Sampah Induk New Normal, Yasra Al-Fariza mengemukakan sampah tidak sekadar barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Lebih dari itu, sampah memiliki nilai ekonomi.

“Kami terus memberikan edukasi dan penyadartahuan kepada masyarakat. Mulai dari  mengurangi dan memilah sampah serta mendaur ulang sampah, budidaya maggot hingga mengadakan pelatihan membuat produk kerajinan tangan dari sampah”, tandas Yasra.

Penggiat Advokasi Lingkungan sekaligus Aktor, Ramon Y. Tungka mengatakan generasi muda harus tergerak mencegah kerusakan lingkungan dengan memulai aksi-aksi kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, ikut memilah sampah rumah tangga dan menjaga kebersihan saluran air. “Mulai menggunakan tumbler dan membawa tas dari rumah setiap belanja itu harus jadi gaya hidup sehari-hari”, ujar Ramon.(*/yul/foto:istimewa)