Peringati Hari Konservasi Alam Nasional, Generasi Muda Angkat Bicara Soal Konservasi Satwa Liar

September 2, 2023 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Belantara Foundation bersama Program Studi (Prodi) Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana dan Biologi FMIPA Universitas Pakuan menyelenggarakan webinar tentang cara meneliti orangutan di alam serta kisah seru para peneliti muda secara hybrid (luring dan daring) pada Rabu (30/08/2023).

Luring diadakan di Auditorium Rektorat Universitas Pakuan, Bogor sedangkan daring diadakan melalui aplikasi zoom dan live streaming youtube Belantara Foundation. Webinar cerita pengalaman para konservasionis muda yang dikombinasi dengan pelatihan ini dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.7 (BLS Eps.7).

Materi berbagi kisah seru dan pembelajaran dari peneliti muda yang terlibat aktif dalam penelitian dan pemantauan harimau sumatra, gajah sumatra, dan orangutan, juga diselingi dengan penjelasan tentang metode yang kuat untuk digunakan dalam mengamati ketiga spesies kharismatik tersebut beserta habitatnya.

Kegiatan ini juga menggandeng 6 universitas sebagai kolaborator yang akan mengadakan acara “nonton dan diskusi bareng” BLS Eps.7 bagi mahasiswa dan dosen di masing-masing universitas. 6 universitas tersebut yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Nasional, Universitas Andalas, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Tanjungpura.

Selain untuk turut memeriahkan Hari Konservasi Alam Nasional yang diperingati setiap 10 Agustus,  pelaksanaan BLS Eps.7 ini juga dilaksanakan untuk memperingati Global Tiger Day yang jatuh pada 29 Juli, World Elephant Day yang diperingati setiap 12 Agustus, dan International Orangutan Day yang jatuh pada setiap tanggal 19 Agustus.

Kegiatan rutin Belantara Foundation ini terlaksana berkat kolaborasi apik dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana dan Prodi Biologi FMIPA Universitas Pakuan, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau, Fakultas Biologi dan Pertanian Universitas Nasional, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura, IUCN Indonesia Species Specialist Group (IdSSG), Forum HarimauKita (FHK), Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Forum Konservasi Orangutan Indonesia (FORINA), Eat & Run, dan Biologeek, serta didukung oleh PT Sharp Electronics Indonesia.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna pada paparannya mengatakan bahwa webinar dan pelatihan metode kajian orangutan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas stakeholders seperti mahasiswa, praktisi, jurnalis, pemerintah, dan sektor swasta yang berminat untuk mengaplikasikannya di lapangan baik itu untuk penelitian maupun pengelolaan dan perlindungan satwa liar dan habitatnya di Indonesia.

Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyebutkan Indonesia merupakan salah satu negara “Biodiversity Country” yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi sehingga menjadi rumah bagi berbagai jenis satwa liar kharismatik, seperti harimau sumatra dan gajah sumatra serta orangutan. Di dunia, hanya Indonesia yang memiliki 3 jenis orangutan. Terdapat tiga jenis orangutan penghuni hutan tropis di Indonesia, yaitu orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), orangutan sumatra (Pongo abelii) dan orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Indonesia juga pernah memiliki 3 anak jenis harimau, serta memiliki 2 anak jenis gajah asia, imbuhnya.

“Orangutan memiliki peran penting untuk keberlanjutan ekosistem antara lain membantu penyebaran biji di kawasan hutan sehingga mampu membantu regenerasi hutan secara alami dan menjaga keseimbangan ekosistem”, ujar Dolly yang juga​ anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.

Menurut analisis Population Habitat Viability Analysis (PHVA) tahun 2016, diperkirakan terdapat 71.820 individu orangutan di Pulau Sumatra dan Kalimantan, yang tersebar pada 51 populasi yang terpisah di kawasan seluas sekitar 17,5 juta hektar.

Selaras, Co-Chair IUCN IdSSG, Sunarto, Ph.D., pada presentasinya mengemukakan keunikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang memiliki tiga jenis orangutan. Fakta bahwa kondisi orangutan masuk daftar merah International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dalam kategori kritis (Critically Endangered) adalah sebuah tantangan bagi Indonesia. Berbagai upaya perlindungan dan pelestarian orangutan perlu diperkuat melalui kerja sama dan sinergi program dari semua pemangku kepentingan.

Tidak hanya itu, orangutan merupakan satwa yang dilindungi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Permen LHK No.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

“Diperlukan kolaborasi dan sinergi program para pihak dari berbagai sektor termasuk pemerintah, universitas/akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan sektor swasta serta pemangku kepentingan terkait untuk pemantauan dan perlindungan orangutan beserta habitatnya di Indonesia” pungkas Sunarto.

Senada, Wakil Dekan Bidang Akademik Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, Prof. Dr. Anna Permanasari menyampaikan dalam pembukaan BLS Eps.7, bahwa sektor akademisi memainkan peran penting dalam pelestarian satwa liar, salah satunya dengan cara melakukan kajian serta mencari cara-cara yang inovatif dan efektif untuk menjaga dan melestarikan satwa liar yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

“Kami akan terus mendorong civitas akademika Universitas Pakuan agar terus terlibat lebih aktif dalam penelitian satwa liar di habitat alaminya. Kemudian, mendiseminasikan hasil penelitian tersebut kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar pengelolaan dan perlindungan yang efektif”. Penting juga untuk mensinergikan antara penelitian-penelitian yang dilakukan oleh baik mahasiswa maupun dosen dengan apa yang menjadi kebutuhan dalam upaya pelestarian spesies-spesies terancam punah, agar intervensi yang dilakukan menjadi semakin efektif, pungkasnya.

Ketua Forum Konservasi Orangutan Indonesia (FORINA), Dr. Aldrianto Priadjati mengatakan pentingnya penelitian dan pemantauan orangutan dan habitatnya yang komprehensif dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk mendukung upaya pelestariannya. FORINA menyambut gembira atas kepedulian civitas academika dan para generasi muda dalam mendukung upaya konservasi satwa kharismatik Indonesia.

Turut hadir peneliti muda sebagai narasumber yang memiliki pengalaman dan terlibat aktif dalam penelitian dan pemantauan harimau sumatra, gajah sumatra dan orangutan secara berturut-turut yaitu Tarmizi, Anggota Representatif FHK untuk Provinsi Sumut dan Aceh; Dwi Adhari Nugraha, Pengurus Bidang Riset Forum Konservasi Gajah Indonesia; dan Prima Lady, Peneliti Orangutan Magister Biologi Universitas Nasional.(*)

 

 

Belantara Foundation Libatkan Pelajar Jepang Tanam Pohon di Tahura Sultan Syarif Hasyim Riau

August 5, 2023 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Belantara Foundation Libatkan Pelajar Jepang Tanam Pohon di Tahura Sultan Syarif Hasyim Riau Senior High School at Sakado dan University of Tsukuba melakukan penanaman pohon di kawasan Tahura Sultan Syarif Hasyim, Provinsi Riau

Vivaborneo.com, — Belantara Foundation bersama KPHP Minas Tahura yang  didukung oleh Asia Pulp & Paper Japan Ltd. (APPJ) dan Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas melibatkan pelajar asal Jepang, yaitu Senior High School at Sakado dan University of Tsukuba melakukan penanaman pohon secara simbolis di kawasan Tahura Sultan Syarif Hasyim (SSH), Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Provinsi Riau, pada Jumat (04/08/2023).

Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Global Tiger Day (29 Juli), Hari Konservasi Alam Nasional (10 Agustus), International Elephant Day (12 Agustus) dan International Orangutan Day (19 Agustus). Momentum empat hari besar lingkungan tersebut mengingatkan kepada kita pentingnya menjaga dan melestarikan satwa liar beserta habitatnya.

Penanaman simbolis ini bertujuan untuk memberikan edukasi dan penyadartahuan kepada masyarakat khususnya generasi muda tentang pentingnya terlibat aktif dalam melestarikan alam dan lingkungan hidup di Indonesia.

Pada penanaman simbolis ini, Jenis pohon yang digunakan antara lain balangeran (Shorea balangeran) dan meranti bunga (Shorea leprosula) sebanyak 20 pohon, yang keduanya termasuk dalam kategori pohon langka yang perlu dilestarikan.

Generasi muda memainkan peran penting sebagai agen perubahan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan terlibat aktif dalam mendukung perubahan di lingkungan masyarakat menuju kepada arah yang lebih baik.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan Belantara Foundation akan mengajak berbagai pihak termasuk generasi muda untuk berkontribusi dalam pemenuhan Nationally  Determined Contribution (NDC) Pemerintah Indonesia untuk pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia khususnya Pulau Sumatra.

“Salah satu kekuatan generasi muda yaitu mampu memengaruhi masyarakat luas. Hal tersebut dapat dilakukan mulai dari hal sederhana, salah satunya melalui menanam pohon. Kami berharap gerakan menanam pohon ini dapat memberikan motivasi dan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda agar berkontribusi aktif pada bidang pelestarian alam dan lingkungan hidup di sekitar mereka” ujar Dolly yang juga sebagai pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Pohon, ujarnya,  memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan, antara lain sebagai penghasil oksigen, menyerap karbon dioksida, mencegah erosi, menyediakan habitat bagi satwa liar serta menyediakan sumber pangan dan obat-obatan.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Tahura SSH merupakan kawasan hutan konservasi yang berada di wilayah Kampar, Siak, dan Pekanbaru, Provinsi Riau. Tahura SSH memiliki keanekaragaman jenis flora dan fauna yang cukup tinggi. Sedikitnya terdapat 127 jenis tumbuhan asli di kawasan hutan tersebut, 4 jenis reptilia, 16 jenis mamalia dan 42 jenis burung.

Tumbuhan asli di Tahura SSH didominasi dari keluarga Dipterocarpaceae, Lauraceae, Euphorpeaceae, Anacardiaceae, Guttiferae, Sapotaceae dan Myrtaceae. Selain itu, dari 42 jenis burung yang ada di Tahura SSH, terdapat satu jenis yang menjadi fauna identitas Provinsi Riau, yaitu serindit melayu (Loriculus galgulus).

Pada kesempatan yang sama, Kepala KPHP Minas Tahura, Dr. Matnuril, S.Ip., M.Si., mengungkapkan pihaknya sangat mengapresiasi langkah Belantara Foundation dan para pemangkukepentingan setempat melibatkan pelajar asal Jepang pada gerakan menanam pohon di kawasan Tahura SSH.

“Kami berharap Tahura SSH menjadi laboratorium alam yang dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran dan edukasi bagi pelajar dan masyarakat.” kata Matnuril.

Dr. Nomura Nakao, Regional Director of Southeast Asia and Taiwan Bureau of Global Initiatives, University of Tsukuba, mengemukakan bahwa kesadaran menjaga lingkungan harus ditanamkan sejak dini. Salah satunya dengan berpartisipasi aktif pada gerakan menanam pohon.

“Dengan menanam pohon, kita dapat berkontribusi dalam mencegah dampak perubahan iklim yang saat ini menjadi perhatian dunia” pungkas Nomura.

Di tempat terpisah, Chief Sustainability Officer APP Sinar Mas, Elim Sritaba menegaskan bahwa sektor swasta turut berperan dalam mendukung program restorasi serta perlindungan hutan dan biodiversitas di Indonesia dengan berkolaborasi bersama pihak yang berkepentingan. Hal ini juga dalam upaya mendukung pemerintah mencapai NDC termasuk Folu Net Sink 2030.

“Melalui kolaborasi multi-pihak, baik dari dalam maupun luar negeri dengan penanaman pohon hari ini, merupakan upaya kami dalam mendukung pembangunan berkelanjutan melalui kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi lingkungan dan juga masyarakat sekitar. Kegiatan ini juga sejalan dengan Sustainability Roadmap Vision (SRV) 2030 yang telah kami canangkan,” tambah Elim.

Pada tahun ini, kegiatan penanaman simbolis telah dilakukan tiga kali. Penanaman simbolis yang pertama telah dilakukan di Tahura SSH pada 17 Januari 2023 dan penanaman kedua pada 28 Februari 2023 lalu. Bibit pohon yang ditanam yaitu balangeran (Shorea balangeran), merbau (Intsia bijuga) dan meranti (Shorea leprosula).

Selain melakukan penanaman pohon, para pelajar dari Senior High School at Sakado dan University of Tsukuba, Jepang akan mendapatkan kuliah umum bertajuk “Biodiversity and Wildlife Conservation in Indonesia” pada 10 Agustus 2023 di Universitas Pakuan, Bogor.(*)

 

 

 

Ikuti, Kontes Foto Instagram Bertema Solusi untuk Sampah Plastik

June 10, 2023 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Penggunaan besek bambu menggantikan kantong plastik menjadi pilihan untuk mengurangi sampah anorganik yang kian hari kian meresahkan bagi lingkungan hidup.

Vivaborneo.com,  Belantara Foundation berkolaborasi dengan Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) dan Dompet Dhuafa Volunteer (DDV) menyelenggarakan kontes foto pada periode 5 Juni sampai dengan 19 Juni 2023 di Instagram.

Kontes foto ini merupakan salah satu aksi untuk mendukung peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia 5 Juni 2023. Dukungan tersebut ditandai dengan tema kontes foto yang dipilih sejalan dengan tema global HLH Sedunia tahun 2023, yaitu Beat Plastic Pollution atau Solusi untuk Polusi Plastik. Tema tersebut menjelaskan bahwa setiap orang merupakan bagian dari solusi untuk mengatasi polusi plastik.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dari polusi plastik.

“Kami akan terus mengajak dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam aksi mengatasi polusi plastik. Harapannya, melalui kegiatan kontes foto ini dapat mendukung target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) ke-12, yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab,” ujar Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Polusi plastik merupakan ancaman nyata bagi kehidupan. Program lingkungan PBB (UNEP) perkirakan pada 2040 terdapat 29 juta ton plastik masuk ke ekosistem perairan dunia, termasuk laut. Sampah plastik tersebut sebagian besar berasal dari sumber polusi darat yang tidak tertangani dengan baik.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (sipsn.menlhk.go.id), pada 2022, Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah. Sekitar 18,5 persen di antaranya berupa sampah plastik. Hal ini disebabkan oleh pergeseran pola hidup dan pola konsumsi masyarakat dalam menggunakan plastik sekali pakai.

Plastik ikut berperan dalam tiga jenis krisis di bumi, yaitu pemanasan global, kehilangan biodiversitas dan polusi. Dari semua sampah plastik dalam skala global, para ilmuwan perkirakan kurang dari 10 persen yang didaur ulang. Sekitar 79 persen sampah plastik berakhir di tempat pembuangan akhir atau di alam. Sekitar 12 persennya dibakar.

Salah satu strategi pengelolaan sampah plastik yaitu dengan ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular merupakan konsep bagaimana sebuah produk yang dihasilkan dan dimanfaatkan, seminimal mungkin mencemari bumi, serta masyarakat mendapatkan manfaat yang lebih besar melalui peningkatan nilai-nilai ekonomi.Oleh karena itu, penting memegang pola pikir setidaknya 3 prinsip utama, yaitu reduce, reuse, recycle.

Hal ini perlunya langkah aktif kolaborasi agar mencapai solusi komprehensif dan berkelanjutan dalam pengurangan plastik sekali pakai. Salah satunya, melalui Klaster Filantropi Lingkungan Hidup dan Konservasi (KFLHK), sebagai wadah keterlibatan aktif lembaga filantropi untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup, serta menjadi forum diskusi bagi pemerhati lingkungan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI), Gusman Yahya mengemukakan bahwa selaras dengan peran strategis dari PFI sebagai katalis kolaborasi dan ko-kreasi melalui aksi kolektif dalam mendukung akselerasi pencapaian TPB/SDGs dan agenda perubahan iklim.

“Kami melihat pentingnya aksi kolektif multi-pihak antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan konsumen, dalam pengurangan plastik sekali pakai. Kita perlu bergotong royong untuk mewujudkan perubahan positif dalam mengatasi masalah plastik, dan menjalankan solusi yang memberikan dampak berkelanjutan guna menjaga lingkungan kita untuk generasi mendatang,” ujar  Gusman.

GM Komunikasi dan Aliansi Strategis Dompet Dhuafa, Haryo Mojopahit mengungkapkan masyarakat selama ini mungkin tidak terlalu paham bahwa plastik yang kita gunakan lalu buang, berakhir dengan kepunahan makhluk lain di bumi, meningkatkan jumlah bencana, dan mencemari air konsumsi kita.

“Oleh karena itu, Dompet Dhuafa Volunteer yang memiliki concern dalam gerakan pengurangan sampah plastik sekali pakai melalui kontes foto ini ingin menunjukan kekuatan gambar yang dapat membuka mata nurani kita untuk bertanya pada diri kita sendiri, “Inikah hasil dari perusakan bumi yang saya lakukan?” tegas Haryo.(*)

 

 

 

Mangrove Coffee Talk: Fokus Nasional Rehabilitasi dan Restorasi Mangrove untuk Perubahan Iklim

June 3, 2023 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com, Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI), Klaster Filantropi Lingkungan Hidup & Konservasi (KFLHK), Belantara Foundation selaku Ketua KFLHK, Climateworks Center dan KADIN Indonesia menyelenggarakan Mangrove Coffee Talk bertajuk Menilik Rehabilitasi dan Restorasi Mangrove untuk Perubahan Iklim di Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Kegiatan ini bertujuan untuk mengarusutamakan ko-kreasi dan kolaborasi aksi kolektif multi-pihak untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs dan agenda perubahan iklim, mengedukasi terkait aspek penting rehabilitasi dan restorasi mangrove kepada seluruh pemangku kepentingan.

Selain itu untuk memaparkan praktik baik mengenai aksi kolektif rehabilitasi dan restorasi mangrove serta mendiskusikan potensi pilot project serta rencana tindak lanjut antara KADIN Indonesia, PFI, dan KFLHK.

Memasuki Decades of Action, aksi kolektif sangat penting menjadi motor penggerak bagi multi-pihak dalam pencapaian SDGs khususnya terkait aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Salah satu aksinya melalui program rehabilitasi dan restorasi mangrove.

Luas lahan mangrove di Indonesia tercatat sebagai yang terbesar dan paling produktif di dunia, yaitu sekitar 3,4 juta hektar atau sekitar 20 persen daril luas lahan mangrove di dunia. Mangrove memiliki potensi luar biasa sebagai salah satu mitigasi berbasis alam untuk perubahan iklim.

Pada Mangrove Coffee Talk, Wakil Ketua I Komite Tetap Pengendalian dan Evaluasi DAS, Hutan Lindung dan Mangrove KADIN Indonesia, Chintya Dian Astuti, memaparkan Rencana Aksi Kolaborasi Rehabilitasi dan Restorasi Mangrove. Pada kesempatan yang sama, Local Champion Mangrove dari Kabupaten Indramayu, Surita bercerita tentang potensi hutan mangrove bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir Kabupaten Indramayu.

Selain itu, Head of Corporate Communications and Sustainability PT Indika Energy Tbk, Ricky Fernando menjelaskan praktik baik yang dilakukan oleh Indika Nature dengan IMPACT Program. Kemudian, Local Champion Mangrove dari Desa Lori, Kec. Tanjung Harapan, Paser, Kaltim, Muhammad Arfah bercerita tentang potensi kembalinya hutan mangrove bagi kehidupan masyarakat pesisir Desa Lori.

Manajer Program Ekosistem Kelautan Yayasan KEHATI, yang juga Anggota KFLHK, Toufik Alansar, memaparkan praktik baik yang dilakukan oleh Yayasan KEHATI terkait rehabilitasi dan restorasi mangrove untuk kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ini dimoderatori oleh Fundraising & Outreach Coordinator Belantara Foundation, Ahmad Baihaqi.

Wakil Ketua I Komite Tetap Pengendalian dan Evaluasi DAS, Hutan Lindung dan Mangrove KADIN Indonesia, Chintya Dian Astuti mengatakan bahwa sinergi antara lembaga filantropi dan sektor swasta adalah esensial dan penting serta dapat menjadi kekuatan besar dalam menyelesaikan tantangan iklim serta pembangunan berkelanjutan.

Pada Desember 2022 lalu, PFI dan KADIN Indonesia berkomitmen mendorong terciptanya aksi kolektif filantropi dan sektor swasta agar berkontribusi dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Aksi kolektif ini ditandai dengan pemaparan dari KADIN Indonesia bahwa dua wilayah telah ditetapkan sebagai area intervensi sekaligus menjadi Piloting Project Mangrove KADIN Indonesia yaitu di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur dengan program bernama IMPACT. Program tersebut diinisiasi oleh PT Indika Energy Tbk. dan di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat yang digagas oleh PFI dan KFLHK.

Penyadartahuan dan edukasi terkait aspek penting rehabilitasi dan restorasi mangrove terus dilakukan kepada seluruh pemangku kepentingan.  Oleh sebab itu, KADIN Indonesia, PFI, dan KFLHK mengajak dan mendorong anggotanya untuk berbagi pengalaman, memetakan kontribusi dan kolaborasi agar tercipta program rehabilitasi dan restorasi mangrove secara berkelanjutan.

“Harapannya, melalui kegiatan ini akan tersusun sebuah rencana aksi yang lebih konkrit, inklusif dan progresif serta pendanaan secara gotong-royong bersama antara lembaga filantropi dan sektor swasta”, tandas Chintya.

Turut hadir secara daring Country Lead – Indonesia Climateworks Center & Anggota KFLHK, Guntur Sutiyono dan Ketua Komite Tetap DAS, Hutan Lindung dan Mangrove, KADIN Indonesia, Toddy M. Sugoto. Kegiatan ini juga dihadiri perwakilan 36 lembaga secara luring, mulai dari sektor akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, komunitas penggiat lingkungan, media hingga sektor swasta yang peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup khususnya mangrove. (vb/*)

 

 

Menempatkan Filantropi sebagai Tombak Penyebarluasan Pengetahuan Perubahan Iklim

April 4, 2023 by  
Filed under Lingkungan Hidup

Vivaborneo.com — Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) baru-baru ini menerbitkan Laporan Sintesis atas Laporan Penilaian Keenam. Laporan tersebut memperingatkan pemanasan global di abad ini telah mencapai 1,1 derajat celcius dan akan melampaui batas 1,5 derajat celcius jika tidak ada penurunan drastis pada emisi gas rumah kaca (GRK). Bagi banyak negara, perubahan iklim telah terlihat dan seringkali melanda masyarakat yang paling rentan.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Indonesia semakin khawatir dengan dampak perubahan iklim. Akan tetapi, penyebaran pengetahuan tentang lingkungan dan perubahan iklim yang tidak merata telah menghambat beberapa upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Kegiatan diseminasi pengetahuan perlu dilaksanakan dengan baik untuk melengkapi kerangka peraturan perubahan iklim yang telah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia seperti target Nationally Determined Contribution (NDC) yang diperbarui dan net zero emission untuk tahun 2045 yang dihasilkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Penelitian dari Yale Program on Climate Change Communication menunjukkan bahwa dua pertiga dari 1.178 responden Indonesia mengaku hanya tahu sedikit atau belum pernah mendengar tentang perubahan iklim.

Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pemangku kepentingan utama seperti korporasi, yayasan dan filantropi di Indonesia memiliki pemahaman yang mendalam tentang risiko terkait iklim atau tidak. Menjadi pioner dalam aksi iklim bukanlah tugas yang mudah.

Hal ini membutuhkan pemahaman menyeluruh tentang pandangan masyarakat dan keselarasan iklim dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Filantropi dan yayasan adalah salah satu kelompok pemangku kepentingan utama yang dapat memperkuat pesan tentang risiko terkait perubahan iklim.

Dr. Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara dan Koordinator Klaster Lingkungan dan Konservasi Filantropi Indonesia.

Filantropi memainkan peran penting dalam respons dunia terhadap perubahan iklim dengan menargetkan geografi, industri, dan masyarakat tertentu yang paling membutuhkan dukungan sehingga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan sistem iklim.

Lanskap filantropi di Indonesia sejauh ini terkait erat dengan aspek sosial dan budayanya. Dalam beberapa tahun terakhir, filantropi dan yayasan di Indonesia sudah berupaya untuk menyelaraskan strategi mereka dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Termasuk penyebab lingkungan dan perubahan iklim. Namun hanya 19% filantropi di Indonesia yang telah menjalankan program terkait iklim, dan mayoritas dari mereka mendukung kesehatan dan pendidikan, berdasarkan Filantropi Indonesia 2022.

“Laporan IPCC baru-baru ini memperjelas bahwa kita memerlukan tindakan segera dan nyata untuk melakukan perubahan apapun dalam mengurangi krisis iklim. Salah satu caranya adalah memperkuat regulasi yang akan mendorong terobosan-terobosan yang signifikan,” ujar Riki Frindos, Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI.

“Lembaga filantropi perlu memprioritaskan program dan kegiatan terkait krisis iklim, serta mengambil peran dalam mengatasi dampak perubahan iklim,” tambah Guntur Sutiyono, Indonesia Country Lead Climateworks Center.

Filantropi perlu menjadi bagian dari momentum perubahan iklim dan membangun pengetahuan tentang apa itu perubahan iklim, risiko iklim apa yang mereka hadapi, dan apa relevansi perubahan iklim dengan program mereka yang ada.

Salah satu jaringan filantropi Indonesia, Perhimpunan Filantropi Indonesia, memahami urgensi iklim yang mengakibatkan terbentuknya klaster filantropi lingkungan dan konservasi sebagai jangkar kegiatan mitigasi dan adaptasi iklim. Klaster ini mengakomodasi yayasan yang tertarik untuk memanfaatkan kolaborasi aksi iklim di antara para anggotanya.

“Klaster filantropi lingkungan dan konservasi aktif mendorong keterlibatan lembaga filantropi untuk mengatasi masalah lingkungan. Kami juga menyediakan forum diskusi bagi para penggiat lingkungan untuk dapat memberikan ide-ide dalam pelestarian lingkungan. Kegiatan seperti peningkatan kapasitas dan pendampingan teknis bagi staf lembaga tentang pengetahuan perubahan iklim telah dilakukan dan akan dilakukan secara berkala,” ujar Dr. Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara dan Koordinator Klaster Lingkungan dan Konservasi Filantropi Indonesia.

Perubahan iklim adalah isu lintas sektoral. Internalisasi strategi aksi iklim sangat penting bagi filantropi yang bergerak tidak hanya di bidang lingkungan atau konservasi tetapi juga di bidang lain seperti kesehatan, pendidikan, pemberdayaan kelompok terpinggirkan, dan pembangunan ekonomi lokal.

Pencapaian dalam mengatasi dampak perubahan iklim ini membutuhkan partisipasi semua pemangku kepentingan dengan mengejar kreasi dan kolaborasi multi-stakeholder. Dalam dekade ini, aksi kolektif menjadi sangat penting untuk menjadi motor penggerak antar pemangku kepentingan untuk saling melengkapi dan mempercepat pencapaian agenda bersama terkait perubahan iklim.(vb/*)

 

 

« Previous PageNext Page »

  • vb

  • Pengunjung

    900367
    Users Today : 3067
    Users Yesterday : 2949
    This Year : 748743
    Total Users : 900367
    Total views : 9563217
    Who's Online : 37
    Your IP Address : 216.73.216.55
    Server Time : 2025-12-05